"Nyatanya, kakak kelas lebih menggoda daripada teman sekelas."
-unknowSANJAK TEDUH
-Aku ingin menjadi rumah untukmu pulang, bukan hanya seorang pengantar yang selalu melihatmu berjalan ke arah pulang bersamanya.-***
"Teduh, aku rindu Kama. Padahal sebentar lagi bertemu. Dia rindu aku nggak ya kira-kira?" tanya perempuan dengan rambut yang panjangnya melebihi bahu, yang sudah kusut terkena keringat sebab sudah seharian beraktivitas di luar ruangan. Tangan lentik perempuan itu bergerak tak henti mengipasi dirinya sendiri.
Hal itu menggerakkan tangan kekar seorang Talenta Teduh untuk menyodorkan sebuah kunciran jingga, padahal sedari tadi dia sudah menahan diri untuk tidak memberikan benda yang pasti tak pernah diterima oleh Sinar.
"Rambut kamu udah agak panjang, Sinar, diikat aja biar nggak gerah."
"Tapi 'kan Kama gak suka cewek yang kunciran, Teduh, aku udah pernah bilang ke kamu 'kan?"
Teduh tersenyum simpul menanggapi pertanyaan konyol yang justru dapat menyayat hatinya untuk yang kesekian kali di beberapa tahun belakangan ini, "Kama belum datang, tenang aja."
Sinar mengembuskan napasnya dengan berat, serempak dengan suara daun berbisik yang berasal dari pohon di samping gedung utama kampus yang sedang mereka tempati bersama meski hanya sementara.
"Teduh, kalau Kama nggak lagi di sini juga, bukan jadi alasan aku harus ngelakuin hal yang Kama gak suka."
"Tapi kamu kegerahan, potong rambut aja kalau nggak mau dikuncir," saran Teduh yang tidak tega melihat Sinarnya tidak nyaman oleh rasa gerah yang menyelubungi tubuhnya.
Apa katanya? Sinarnya? Ya, Teduh selalu menganggap wanita bernama Sinar ini adalah miliknya dalam impi belaka. Sebab, kenyataannya Sinar hanyalah milik Kama seorang.
"Gak mau, Kama mau liat aku punya rambut panjang katanya, ini belum panjang, masih proses masa udah dipotong aja."
Teduh menghela napas, di setiap kalimat dan kebiasaan Sinar selalu saja gadis itu menyebut dan mengaitkan Kama. Kama lagi, Kama lagi, Kama terus.
Kadang Teduh ingin bertukar jiwa saja dengan Kama dan merubah semua kesukaan dan ketidaksukaan Kama agar tidak perlu membuat Sinar terus-menerus keluar dari zona nyamannya.
"Kamu nggak suka kalau rambut kamu panjang, kamu nggak lupa kan?"
Sinar meringis, dia sebenernya sangat tidak nyaman harus memanjangkan rambut padahal biasanya setiap sudah melebihi bahu dia akan segera memotong rambutnya menjadi sebahu lagi. Namun, Kama lebih suka cewek rambut panjang, Kama bilang sendiri dua bulan lalu.
"Tapi Kama nggak suka."
"Dia itu sebenernya cinta sama kamu nggak sih? Kalau iya harusnya dia nerima kamu seutuhnya, bukan malah banyak mau gini."
Suasana sore ini sangat panas, matahari padahal sudah mau terbenam, tapi hawa di kota ini masih saja segersang siang sebab kemacetan yang tak pernah usai selalu ada di petang hari seolah mengantre untuk melihat senja yang mulai menghilang, belum lagi kegiatan tadi siang yang cukup menguras tenaga, wajar jika Sinar sangat berkeringat. Dan wajar pula jika Teduh tidak bisa menahan diri untuk menegur Sinar yang terlihat sangat tidak nyaman.
"Kok kamu malah marah sih?"
"Kamu tau kan aku cinta sama kamu, aku gak suka kamu ngelakuin hal yang kamu nggak suka gini."
"Teduh, kita cuma teman, kamu harus ingat itu, aku gak suka kamu, aku sukanya Kama."
Sudah biasa bagi Teduh mendengar kata-kata dari mulut Sinar yang mengoyakkan hatinya, sampai-sampai untuk bersedih berlebihan atau bahkan menunjukkan hatinya yang terluka pun Teduh cukup sadar diri, dia memang hanya sebatas teman bagi Sinar. Dia tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Kama yang mengisi segala ruang hati Sinar sampai sudut-sudutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjak Teduh
Fiksi Remaja[BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] "Memang benar ya, Sinar selalu menghangatkan hati Teduh meski dengan cara yang paling menyakitkan. Terima kasih Sinar, selepas semua kegelapan yang datang, kujamin bumimu akan tetap aman."