"Coba kutanya. Janjimu yang belum sempat ditepati saat hubungan kita telah berakhir, boleh ditagih nggak ya? Kamu yang bilang aku gak boleh pergi, tapi kamu sendiri yang melarikan diri. Aneh."
SANJAK TEDUHSinar baru saja meneguk habis teh hijau hangat yang dibuatkan oleh Teduh. Di rumah sekarang sepi hanya ada Teduh, Sinar dan Jelita. Rembulan ada les tambahan menjelang SBMPTN. Jingga sedang lembur juga. Kedua orang tuanya sedang berada di kantor dan baru pulang nanti tengah malam. Sekarang baru jam delapan.
Teduh kembali setelah dari dapur dengan membawa dua kantong teh dan box kecil. Dilihatnya Sinar yang sudah tersenyum dengan gelas yang sudah kosong. Ditatapnya hansaplas yang sudah tertempel rapi di lutut Sinar.
"Lututnya masih sakit?"
"Lumayan, tapi biasa aja ah, sering gini waktu kecil."
"Mau tau gak biar cepet sembuh diapain?"
"Diapain emang?"
Teduh berjongkok, mencium lutut Sinar yang terbalut hansaplas. "Waktu kecil tiap aku luka, Ami selalu cium abis diperban gini."
Sinar terbeku melihat senyuman Teduh. Dulu, waktu SMA julukan Teduh itu "Si tampan dengan senyuman indah." Sinar baru sadar, kalau memang senyuman Teduh seindah ini.
"Tiduran Nar."
"Mau apa?"
"Benerin mata kamu."
"Heh! Emang mata aku rusak?"
"Iya, kan abis nangis terus."
"Teduh, mah!"
Teduh terkekeh geli melihat raut sebal Sinar yang hidungnya masih memerah bekas menangis tadi. Lucu. Sinar melentangkan seluruh tubuhnya di atas sofa.
"Nar, jangan ngerengek. Nanti yang ada aku makin cinta, gak boleh kan?"
"Emang kenapa kalo ngerengek?"
"Tau kata berang-berang, gak?"
"Hewan?"
"Bukan."
"Dih, apaan, orang berang-berang itu hewan."
"Beda. Berang itu sinonimnya gemas. Jadi kalo berang-berang itu gemas-gemas."
Tawa Sinar meledak ketika mendengar penjelasan Teduh. Teduh jadi ikut tertawa meskipun tak tahu apa yang lucu. "Teduh gak gitu konsepnya! Beda konsep! Gak usah ngelawak, dih."
"Udah cepet tutup mata. Nanti keburu gak dingin nih kantong tehnya."
Sinar menutup matanya, meski masih sedikit terkekeh. Teduh meletakkan kantung teh hijau yang telah dia dinginkan dalam kulkas di atas kedua mata Sinar.
"Lepas ya? Udah gak dingin," kata Sinar beberapa saat kemudian.
"Iya, lepas aja."
Sinar menaruh kantong teh itu dalam gelas. Sinar terperangah melihat Teduh membawa segala macam masker mata miliknya. "Niat banget ya Allah. Satu aja, Teduh."
"Dipilih-dipilih."
Sinar memilih dua masker mata yang berkarakter. Yang satu panda dan satu lagi harimau. "Kamu juga pake," suruh Sinar yang tengah menyodorkan masker mata panda pada Teduh.
"Kantong mata kamu juga gede. Sering bergadang ya?"
"Iya. Ngerjain skripsi. Doain ya biar cepet selesai, terus bisa wisuda."
"Iya, Sinar doain setiap sholat, deh."
"Doain semoga Tuhan kasih aku umur tambahan."
"Maksud kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanjak Teduh
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA] "Memang benar ya, Sinar selalu menghangatkan hati Teduh meski dengan cara yang paling menyakitkan. Terima kasih Sinar, selepas semua kegelapan yang datang, kujamin bumimu akan tetap aman."