Rissa POV
Saat itu Afgan datang, menanyakan keberadaan kekasihnya. Aku sungguh kasihan, kupikir hubungan mereka sedang tidak seperti ini. Aku tahu betul Rossa seperti apa, meski baru mengenalnya selama beberapa bulan, namun pikirannya mudah terbaca. Menurutku, tak mungkin ia mempunyai niat jahat, terutama pada Afgan. Selama ini aku melihat, ia sangat merasa beruntung bisa berada di sisi Afgan.
Hari ini, entah pencarian ke berapa puluh kali, selama satu bulan kami mencarinya. Entah mengapa hatikku tak tergerakkan untuk mengunjungi rumahnya. Ia sering bercerita mengenai mamanya. Kadang aku menangis mendengarnya. Mungkin itu yang aku takutkan jika kami langsung mengunjungi rumahnya.
Aku melihat Afgan begitu sibuk, akupun. Kami berdua tidak satu bulan penuh mencarinya, hanya sesekali saja, ketika kami sama sama sempat. Dan hari ini kami pun akan bertemu.
Rissa: Hai Gan, lapar? Pesan saja, aku yang bayar
Afgan: Nanti saja
Rissa: Gak enak kalau duduk doang disini Gan, ayolah.. Aku juga makanAfgan hanya menganggukkan kepalanya saat itu. Aku mengerti, hatinya telah terpenuhi oleh rasa rindu. Sabarlah Gan, ku yakin ia akan baik baik saja.
Rissa: Gimana Gan, temen temen nya yang lain?
Afgan: Katanya, ia hanya ke kampus untuk menyerahkan tugas akhir nya saja, untuk bimbingan ia privat di rumah.. Selebihnya gak pernah kelihatan
Rissa: Terus?
Afgan: Baru itu yang bisa aku dapatkan kak
Rissa: Wait, kalian itu wisuda dua bulan lagi kan? Udah sidang belum sih?
Afgan: Dia sudah katanya, entah kenapa lebih cepat
Rissa: HmmmMakan malam kami sudah siap disantap. Mungkin beberapa pasang mata disini mengira kami adalah sepasang kekasih yang tidak ada romantisnya sama sekali.
Rissa: Obrolan kita bisa lanjutkan nanti.. Makanlah, kau terlihat sangat lelah
Afgan: Terima kasih kak
.
.
Afgan: Kata aku juga, kita ke rumahnya aja kak
Rissa: Tapi aku gak yakin Gan
Afgan: Terus kita harus cari gimana lagi coba?
Rissa: Kamu kan tau mama dia seperti apa
Afgan: Tapi jarang ada di rumah kan
Rissa: Engga Gan, engga
Afgan: Terus kemana lagi kak? Capek terombang ambing tanpa kepastian gini! (kesal)
Rissa: Oke Gan oke, kita ke rumahnya, tapi...
Afgan: Apa lagi?
Rissa: Plis aku aja yang kesana, pertama biar Ocha gak curiga, kedua biar dia gak kebawa emosi karena langsung lihat kamu
Afgan: Ya sudah. Salam untuknya
Rissa: Siap. Aku akan kesana besok malam
.
.
.
Malam ini ku lajukan motor menuju arah rumah Rossa. Semoga usahaku bisa membuat Afgan tenang, dan hubungan mereka segera pulih seperti dulu.Kini aku sudah sampai. Terlihat dua mobil mewah yang parkir di depan rumahnya. Sepertinya memang sedang ada acara dengan beberapa kolega lain.
Bibi: Permisi.. Cari siapa ya non?
Suara wanita itu membuyarkan lamunanku. Aku pernah mengenalnya, ia merupakan asisten rumah tangga Ocha.
Rissa: Eh bi, saya mau ketemu Ocha, ada di dalem?
Bibi: Oh, ada.. Non Ocha lagi agak sibuk tapi, non mau tunggu disini aja gimana? Nanti kalau udah gak sibuk bibi panggil non Ocha nya
Rissa: Oh iya gak apa apa biTiga puluh menit kemudian Rossa menampakkan dirinya. Dengan balutan dress hitam panjang yang membuat dirinya terlihat jenjang, serta polesan make up yang luar biasa membuat wajahnya semakin bersinar.
Rossa: Kak Rissa?
Rissa: Ocha?Ia langsung menghambur pelukan padaku. Matanya sedikit membasah.
Rissa: Kamu apakabar Cha?
Rossa: Ada yang harus aku jelaskan. Datanglah lagi besok jam 12
Rissa: Baiklah. Terima kasih
.
.
Keesokan harinya aku menepati janji pada Rossa. Di jam istirahat aku sempatkan datang ke rumahnya.Bibi: Non Ocha ada di kamarnya.. Masuk aja non, kamar nya di lantai dua, pintu coklat
Rissa: Makasih biAku menuju ruangan yang bibi tunjukan. Kubuka pintunya, luas sekali ternyata. Aku melihat Rossa sedang terduduk di sofa sembari memandang jendela. Wajahnya pucat pasi, dengan mata yang sembab dan bengkak. Ia hanya memandangi foto dirinya dengan Afgan. Pelan pelan aku mendekatinya.
Rissa: Apa yang terjadi Cha?
Rossa menyodorkan sebuah cincin berlian yang sangat mewah. Harganya pasti mahal.
Rissa: Maksud kamu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunci Hati
FanfictionYa, aku seorang gadis cantik yang populer, dan tidak bisa diam, katanya. Lalu bagaimana jika aku harus bersanding dengan seorang pria yang pendiam dan kaku? Yang lebih membuat kalian tak percaya, aku mengaguminya. Apa aku mencintainya?