PART 27

485 21 5
                                    

M. Rossa: Ochaaa

Teriakan itu membuyarkan lamunan Rossa yang sedang termenung di balkon. Ya, balkon yang beberapa hari lalu telah ditabur dengan obat rindu, walau rindu itu masih menyerang, setidaknya kemarin mereka sudah bisa bertemu, walau tak bisa banyak berbincang.

Dengan malas Rossa turun ke bawah, menyahut panggilan dari sang mama.

M. Rossa: Aduh Ocha gimana sih, ini calon kamu dateng bukannya disambut, malah asik sendiri di atas. Sini Kevin, maaf ya Rossa suka gitu

Calon? Iya, calon yang paling tidak aku inginkan. Terus, harus banget disambut? Gumamnya.

Rossa: Oh. Hai Kevin, sini duduk
Kevin: Terima kasih sayang

Mendengar kata "sayang", Rossa muak. Ia hanya memutarkan bola matanya.

M. Rossa: Sini makan Kevin, tante habis beli makanan banyak, nih ada nasi padang, kalau gak suka ada ikan bakar sama cumi
Kevin: Eh tante, tau aja kalau saya lapar hehe

Kevin segera menuju meja makan. Tatapan Rossa menyipit, baru kali ini melihat pria bertamu dan sikapnya seperti itu, setidaknya ia berterima kasih dulu, lalu hendak mengambil makanan.

Dengan terpaksa Rossa menemani Kevin yang sedang makan dengan lahap. Ya, hanya menemani, tidak ikut makan. Ralat, ditawari makan pun tidak.

Sekilas ia mengingat Afgan. Dengan kejadian dan tempat yang sama. Saat ia menawarkan makanan untuk Afgan yang sedang lapar, dan Afgan selalu memaksa Rossa untuk ikut makan juga, meski bersikeras menolak, namun Afgan tetap membujuk demi kesehatan Rossa. Sekarang? Apa Kevin peduli Rossa sudah makan atau belum? Sepertinya tidak, mana tahu kalau sebenarnya ia belum makan dari kemarin. Ya, Rossa memang jarang makan sekarang, tubuhnya tambah kurus, entah susut berapa kilogram.

Rossa: Udah selesai, Vin?
Kevin: Udah Cha, makasih ya

Rossa memaksakan sebuah senyuman disana. Ia harus terlihat baik baik saja, seolah tidak ada gejolak di hatinya.

Kevin: Aku pamit ya, mau ke kantor ada rapat
Rossa: Oh iya Vin, hati hati

Kevin segera menuju mobilnya, dan melajukan entah ke arah mana.

M. Rossa: Pernikahan kalian sepuluh hari lagi ya, kamu gak usah ikut campur, resepsi udah mama yang urus

Rossa tak menjawab, malah asik menonton kartun di TV. Memang saat ini hiburannya hanya itu.
.
.
Rossa: Papaaaa

Rossa memeluk papanya yang baru pulang entah dari mana. Seperti biasanya, Rossa selalu celingukan ketika papanya pulang ke rumah, dan selalu bertanya "papa bawa apa?"

P. Rossa: Bawa berkas berkas perusahaan sama map formulir kerjasama
Rossa: Iiihhh papaaa

Mereka tertawa renyah bersamaan. Like father like daughter, tawa mereka memang sama sama kencang dan lepas, padahal papa Rossa cuma 'ngereceh'.

P. Rossa: Ma
M. Rossa: Iya pa?
P. Rossa: Kita perlu bicara

Papa Rossa berbicara dengan nada datarnya sembari mengelus kepala putri kesayangannya itu.

P. Rossa: Sayang, masuk kamar dulu ya, mama mau bicara sama papa
Rossa: Terus Ocha gak boleh tau gitu?

Bibir Rossa mengerucut. Walau sebenarnya ia bercanda. Sekarang terlihat seperti anak kecil yang sedang meminta sesuatu.

P. Rossa: Iya gak boleh, karena Ocha masih kecil. Walaupun sebenernya engga sih, tapi papa masih selalu menganggap Ocha anak kecil hahaha. Udah sana naik
Rossa: Papa sama mama mau pacaran yaaaa hayoooo

Rossa menggoda kedua orang tuanya. Lalu langsung naik ke lantai dua. Ia berusaha mencari celah untuk mendengar pembicaraan orang tuanya itu, namun selalu tidak bisa, maklum rumahnya gede.

Ia kembali menuju balkon, menikmati sejuknya malam bersama jutaan bintang dan bulan purnama di atasnya. Tak lupa memandangi foto dirinya bersama Afgan.
Rossa: Dear Gan, apa kabar? Makasih ya kemarin udah dateng kesini. Oh iya, minggu depan aku udah menikah. Doain ya, semoga ini jalan terbaik buat aku, meskipun gak sama kamu, tapi yang harus kamu tau, aku selalu cinta sama kamu Gan. Maafin aku yang harus mengambil jalan ini

Rossa bermonolog sendirian. Seolah berbicara pada Afgan dengan menatap bulan purnama itu. Berharap pesannya sampai pada Afgan, meski realitanya tak akan mungkin.

Di malam yang sama terdapat pria yang sedang terduduk di depan teras rumahnya. Menatap bulan itu, sembari memeluk erat fotonya bersama seorang wanita, wanita yang ia cintai hingga saat ini.

Afgan: Halo Ocha, lagi apa? Aku seneng banget, meski kemarin kita berjauhan, tapi setidaknya kita bertemu. Aku rindu binar matamu, senyum manismu, dan kata kata sayang darimu. Ikuti jalan hidupmu sayang, meski terkadang itu sangat menyakitkan, terutama untuk kita. Semoga kita bisa kembali berjumpa, di saat yang tepat. Jangan pernah lupain aku, I love you.

Meski mata mereka tidak bertemu, namun kali ini mereka menatap bulan yang sama. Biar malam ini menjadi saksi perasaan mereka. Sebuah cinta terindah bagi dua insan yang tentu saling mencintai, namun takkan pernah bisa memiliki. Apakah ini arti dari sebuah kalimat 'cinta tak harus memiliki'?

Air mata mereka menetes secara bersamaan. Terlalu sulit jika harus menghindari rasa itu, yang sudah melekat di hati mereka. Terlalu indah bila mengakhiri semua kejadian itu. Hati mereka seakan tak ingin terpisah, apalagi rela bila ada yang lain.

Kini cinta membawa kalbu menuju kenangan. Larut oleh jalan cerita yang telah mereka lewati. Indah pada saatnya, namun berakhir kandas. Sementara takdir hanya membisu, sulit untuk ditebak.

Menahan isak yang selama ini memenuhi hasrat hatinya. Oh tuhan, sakit sekali. Mungkin sudah lebam membiru, seperti cinta kita.

Tanpa sadar, sepasang mata memperhatikan Rossa seorang diri. Ia hafal wangi tubuhnya.

Rossa: Mama?

Kunci HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang