14

1.7K 126 5
                                    

Jef membuka kaleng bir kemudian memberikan satu kaleng tersebut pada Bella. Mereka bersulang sebelum akhirnya meminum bir mereka masing - masing. Bella tampak melamun sendiri, Jef tak tahu apa yang terjadi pada perempuan itu dan sekarang ia ingin mengetahuinya.

"Apakah mimpimu seburuk itu hingga membuatmu terbayang - bayang ?" Tanya Jef tepat sasaran.

Bella tersenyum kecut. Ia diam sesaat sambil menunduk sendiri. Tangan Jef terulur untuk mengelus rambutnya. Bella tiba - tiba mengangkat kepalanya kemudian tersenyum.

"Jef apakah kau percaya kesempatan kedua ?" Tanyanya tiba - tiba. Jef mengernyitkan keningnya sendiri.

"Aku selalu percaya kesempatan kedua, tetapi tidak untuk masalah pengkhianatan. Memangnya ada apa ?"

"Aku bermimpi ibuku hidup kembali kemudian menjadi zombie."

"Bella aku serius !" Mereka berdua tertawa lepas.

"Tiba - tiba saja aku bermimpi sedang berada di dalam rumah. Aku baru saja akan pergi tetapi aku diseret keluar secara paksa oleh seseorang." Bella merenungi mimpinya sendiri.

"Jef asal kau tahu, itu adalah momen dimana aku diculik oleh kubu selatan dan hampir dijual ke rumah bordil. Saat itu rasanya aku ingin mati saja."

Jef memelototkan matanya mendengar pengakuan Bella barusan.

"Bella kau perlu melupakan kenangan buruk seperti itu."

"Ya Tuhan aku sudah melupakannya. Tetapi siapa yang tahu bila kejadian itu muncul dalam mimpiku." Bella tertawa pelan.

"Jef aku berharap memiliki kesempatan kedua untuk tidak pergi dari rumah saat itu. Konyol sekali kan aku kabur dari rumah dan berakhir diculik mafia dari kubu selatan ?"

"Mengapa kau kabur dari rumah ?"

"Karena cintaku bertepuk sebelah tangan." Perempuan itu spontan memukul bahu Jef dengan tawa yang mengudara kemana - mana.

"Kau pasti sudah gila." Jef ikut tertawa.

"Aku masih muda saat itu, dan sedikit kurang waras." Ia tersenyum jahat pada Jef.

"Aku penasaran siapa lelaki yang bisa memikatmu dan membuatmu dimabuk cinta."

"Dia adalah orang penting di Jerman namun identitasnya sangat dirahasiakan." Sahut Bella cepat.

Lelaki itu bangkit dari kursinya saat seorang pelayan telah selesai memakaian sepatu untuknya.

"Ia tinggi dengan rambut tipis di kepalanya."

Pelayan yang lain sibuk membentangkan mantel untuknya. Lengan lelaki itu masuk dengan pas di mantel tersebut, membuat tubuhnya hangat di kala dinginnya kota Berlin saat ini.

"Rahangnya tegas. Dia irit bicara."

Lelaki itu menoleh dengan cepat. Pantulan tubuhnya terlihat melalui kaca besar di belakangnya. Ia sangat sempurna. Besi berukuran kecil yang terpaut di bagian dadanya seolah memancarkan sinar yang indah dan menyilaukan. 'Albert Adler', ukiran namanya disana.

"Apakah kau sudah mengatur jadwalnya ?"

"Sudah, sebulan lagi."

"Bagus, beritahu keluarga Moresetto beberapa hari sebelum aku tiba agar Bella tidak punya alasan untuk tidak bertemu denganku." Lelaki itu tersenyum sinis. Beberapa orang di belakangnya hanya diam mendengar ucapan ditaktor itu.

BAD GAMES : A New Chapter of JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang