Genggaman tangannya tak pernah sekalipun terlepas, memastikan bahwa ia adalah orang pertama yang tahu ketika sang putri membuka mata. Sudah lebih dari 12 jam mata putrinya tertutup dan sampai sekarang, belum ada tanda-tanda akan terbuka. Dokter mengatakan kesempatan untuk putrinya bangun masih ada, namun hanya beberapa persen saja.
Dokter mengatakan, semakin lama putrinya menutup mata, maka semakin kecil kemungkinan putrinya untuk terbangun. Ia ingin terus menyalahkan seseorang atas apa yang terjadi pada putrinya, namun ia kembali berpikir, apa menyalahkan akan membuat putrinya membuka mata? Ataukah, putrinya akan terbangun jika ia terus memaki orang yang menurutnya bersalah?
Hanya doa yang paling bermanfaat saat ini, sekaligus usaha terakhir yang bisa ia lakukan. Dalam hatinya, ia yakin putrinya akan terbangun dan hidup bahagia. Ia hanya perlu berdoa dan membiarkan Dokter memberikan perawatan terbaik untuk putrinya.
"Kita baru bahagia selama beberapa hari. Ibu belum memiliki banyak waktu bersamamu, jadi bukalah matamu dan kita bisa kembali hidup bahagia. Buka matamu, Sayang. Jangan terus seperti ini, kau membuat Ibu khawatir." Kim Jiwon, wanita cantik yang kini tengah memegang tangan putrinya dan menangis sembari mengecup punggung tangan Cho So Hyun, anak yang sangat ia sayangi.
Entah sudah berapa lama Jiwon menangis, ia tidak lagi peduli dan terus mengabaikan Seo Joon yang memintanya untuk beristirahat. Astaga, terdengar mustahil ia bisa istirahat disaat seperti ini.
Di sudut ruangan itu, nampak Eun Ra tengah berdiri dan menatap So Hyun dengan tatapan sendu. Tidak pernah Eun Ra sangka, So Hyun akan seperti ini. Tidak cukupkah ia saja yang terbaring tidak berdaya seperti menunggu kematian?
"Apa dia kekasihmu?" Eun Ra berbisik pada Seo Joon, setelah ia mendekat pada pria tampan itu.
"Dia temanku. Aku pernah menyukainya, tapi aku sangat mencintai Ibumu. Kenapa? Kau ingin mendapat Ibu baru?" Disaat seperti ini, Seo Joon masih sempat menggoda Eun Ra dan membuat roh cantik itu berdecak kesal.
"Aku hanya bercanda. Fokusku hanya memberi hukuman pada pembunuh Ibumu dan para berandalan yang membuatmu seperti ini. Aku tidak akan pernah memaafkan mereka. Tidak akan pernah!" Ucapan Seo Joon penuh penekanan, sementara Eun Ra nampak tersenyum.
Dalam hatinya, Eun Ra bertanya, seperti inikah rasanya ketika ada seorang Ayah disampingnya? Ia benar-benar merasa terlindungi, melebihi perlindungan pengawal terkuat di dunia ini. Mungkin, sebaiknya dulu ia meminta mendiang Ibunya untuk bersama Ayah kandungnya saja, pasti semua ini tidak akan terjadi. Tapi begitulah, penyesalan selalu datang dibelakang.
Membicarakan tentang penyesalan, ada pria penuh penyesalan yang sejak tadi masih duduk di depan kamar rawat inap So Hyun, karena ia dilarang masuk oleh Jiwon. Tidak ada isak tangis ataupun ungkapan penyesalan dari mulutnya, tapi air mata mengalir di pipinya dan raut wajahnya menggambarkan penyesalan yang begitu mendalam. Kepalanya terus tertunduk, malu menunjukkan wajahnya pada dunia. Ia adalah Ayah yang membenci dan mengabaikan anaknya sendiri. Tidak, ia bahkan tidak pantas disebut seorang Ayah.
Ayolah, Ayah mana yang tega membenci putrinya? Bahkan secara terang-terangan mengatakan kebenciannya. Hanya ia yang bisa, hanya ia yang bisa menyakiti putrinya dengan begitu dalam karena putrinya mengingatkan ia pada sosok wanita yang dulu meninggalkannya. Kini, anak yang ia benci telah menyelamatkannya, sementara dia terbaring tak berdaya.
Benar apa yang Jiwon katakan. Ia yang seharusnya terbaring di dalam sana. Ia yang seharusnya ada dalam kondisi kritis, bukan So Hyun.
"Kenapa Engkau membiarkan ini terjadi, Tuhan? Aku hanya membencinya, bukan ingin ia dia menderita." Ia, Cho Kyuhyun, berucap pelan bersamaan dengan setetes air mata yang kembali jatuh di pipinya.
Ketika kepala Kyuhyun terus menerus tertunduk, Seo Joon datang dan duduk di sebelahnya. Sebenarnya, Seo Joon enggan melakukan ini. Tapi, Seo Joon mulai kasihan melihat Kyuhyun seperti ini. Ia juga tengah merasakan penyesalan, setelah tidak bisa melindungi Ra In dan Eun Ra. Jadi, ia sedikit memahami perasaan Kyuhyun.
"Aku malas sekali mengatakan ini. Hanya saja, apa kau akan terus seperti ini? Diam seperti orang bodoh tanpa usaha memperbaiki kesalahan? Melakukan kesalahan bukan hal baru dalam kehidupan manusia, begitu pula dengan diam dalam kesalahan..." Seo Joon berhenti sejenak, lalu menolehkan kepalanya pada Kyuhyun.
"Apa kau akan terus diam dalam kesalahanmu? Tidak ingin melakukan hal baru dalam hidupmu? Aku tidak bermaksud menasehati, karena keadaanku tidak jauh berbeda denganmu. Aku hanya tidak ingin So Hyun melihat Ayahnya hanya diam seperti ini, setelah dia berkorban untukmu." Seo Joon melanjutkan kalimatnya, kemudian pergi meninggalkan Kyuhyun. Bukan pulang, melainkan ke kamar rawat inap Eun Ra.
Kyuhyun menatap Seo Joon, yang perlahan mulai menjauh hingga akhirnya hilang dari pandangannya. Apa yang pria itu katakan memang benar, ia memang seharusnya membalas kebaikan So Hyun. Tapi, ia bingung harus mulai dari mana. Bertemu dengan So Hyun saja dilarang oleh Jiwon, apalagi dekat dan membalas kebaikannya.
Tunggu. Jika tidak bisa dekat dengan So Hyun, setidaknya ia bisa mencari tahu siapa yang berusaha menabraknya. Benar, itulah yang seharusnya ia lakukan, bukan malah diam seperti orang bodoh seperti ini.
Begitu tahu apa yang harus di lakukan, Kyuhyun masih diam sejenak. Bukan sedang bermalas-malasan, melainkan sedang berusaha mengingat nomor plat mobil yang menabrak So Hyun.
"Aku mengingatnya!" Kyuhyun memekik, sebelum ia berdiri dan menelepon seseorang.
****
Di kediaman keluarga Han. Nampak Yoo Jin tengah ditatap tajam oleh seorang pria paruh baya, yang tidak lain adalah Pamannya sendiri. Sementara Yoo Jin terlihat santai, tanpa rasa takut sedikitpun.
Bukan tanpa alasan Han Byun Jae menatap Yoo Jin dengan sangat tajam, ia seperti ini setelah tahu apa yang Yoo Jin lakukan. Menabrak seseorang dengan mobilnya, itulah yang Yoo Jin lakukan. Ia tidak tahu apa yang ada dipikiran Yoo Jin, sampai berani melakukan semua ini.
"Kau tahu hukuman apa yang akan kau dapat jika Polisi sampai tahu tentang hal ini? Tidak, Polisi pasti akan mengetahuinya. Kyuhyun pasti akan melakukan segala cara untuk menemukan orang yang sudah menabrak anaknya." Byun Jae berbicara, dan Yoo Jin malah tersenyum remeh.
"Paman pikir, Kyuhyun akan melakukan itu? Dia bahkan membenci anaknya, jadi mana mungkin melakukannya?" Yoo Jin bicara dengan penuh kepercayaan diri, yakin kalau Kyuhyun tidak mungkin melakukan segala cara untuk mengungkap segalanya. Yang Yoo Jin tahu, Kyuhyun membenci So Hyun dan sangat membuang waktu jika Kyuhyun sampai mengurusi So Hyun.
"Aku seorang Ayah, Han Yoo Jin. Aku tahu bagaimana rasanya saat ada seseorang yang menyakiti seorang anak. Tidak peduli seberapa besar kebenciannya, Kyuhyun tidak akan tinggal diam, terutama setelah So Hyun menyelamatkannya. Ini tidak hanya mengancam kebebasanmu saja, tapi juga reputasiku. Dan aku akui, aku gagal mendidikmu. Ini tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh Ibumu." Nada bicara Byun Jae penuh dengan penyesalan, membuat Yoo Jin sedikit merasa bersalah karena sudah melakukan semua ini.
Seharusnya, ia memakai mobil baru yang sudah ia dapatkan. Tapi dengan cerobohnya ia malah memakai mobil Pamannya, sebab mobil barunya dan mobil Pamannya sama persis. Ia langsung bergerak begitu tahu Kyuhyun pergi ke pemakaman, maka sudah pasti terburu-buru hingga tidak sempat memperhatikan mobil.
"Jelas saja Paman gagal, karena mendidikku secara sepenuhnya bukanlah tugas Paman." Yoo Jin bicara dengan suara bergetar, kemudian berlari menuju ke kamarnya.
Byun Jae ingin menahan Yoo Jin, namun dia sudah lebih dulu menghilang. Byun Jae menghela napas berat, dan ia sungguh tidak bermaksud membuat Yoo Jin sedih karena menyinggung masa lalu. Tapi mulutnya kadang benar-benar tidak bisa dikendalikan.
***********
TBC...
Untuk Married By Accident nya besok ya

KAMU SEDANG MEMBACA
Why Dad? ✔
Fanfiction"Ada hal yang ingin aku tanyakan pada pria bernama Cho Kyuhyun itu, kenapa kau begitu membenciku? Aku anakmu, Tuan Cho, tapi kenapa kau begitu membenciku?"