24

6.3K 726 16
                                    

Selamat malam Sabtu!

Enjoy hiraeth dan jangan lupa taburan bintang serta komennya!🌻💛

*******

Kayla

Omongan Fey masih terus berputar-putar di otak gue bahkan setelah hampir seminggu setelah hari di mana Fey mengingatkan bahwa bukan hanya gue yang bertambah tua, tapi orang tua gue juga.

Alhasil, gue yang saat weekend lebih memilih untuk pulang hanya di hari Sabtu atau Minggu karena alasan mau bangun siang, soalnya kalo di rumah pasti pintu udah digedor-gedor sama Ayah kalau gue bangun siang, kali ini, di hari Sabtu gue udah duduk manis di samping Ayah yang sedang fokus membaca koran.

Gue menoleh ke arahnya, memperhatikannya dalam diam. Dari jauh aja gue udah dapat melihat dengan jelas kerutan-kerutan di wajah Ayah, rambut putihnya pun mulai bermunculan di antara rambut hitamnya, dan tangan serta leher mulai berkeriput.

Selama ini gue gak pernah memperhatikan perubahan pada diri Ayah sebegitu detailnya. Karena gue pikir, tubuh Ayah masih sehat serta bugar, tapi itu yang terlihat, sedangkan yang gak terlihat, gue gak yakin tubuh Ayah masih sehat-sehat aja. Termakan usia, suatu hal yang alami memang.

Selain itu mungkin karena dulu masih ada Ibu sehingga gue gak terlalu memikirkan bagaimana keadaan Ayah, karena selama ini Ayah selalu kelihatan kuat di depan gue dan Mas Daffa, tapi setelah Ibu gak ada, gue baru sadar bahwa Ayah gue gak sekuat itu.

Ada kalanya pula ia merasa lelah, dan setelah Ibu tiada, gue malah gak bisa menggantikan Ibu dalam mengurus Ayah karena belum sempat gue belajar pada Ibu, Ibu udah keburu dipanggil Tuhan.

Jangan tanya bagaimana menyesalnya gue dan betapa inginnya gue mengembalikkan waktu ke masa gue bisa memilih hal lain selain berprofesi sebagai dokter yang sangat menyita waktu gue ini.

"Mikirin apa toh, Nak?"

Gue langsung meluruskan pandangan gue ke arah televisi yang gue biarkan tanpa suara sejak gue nyalakan. Seolah gue gak membiarkan suara sekecil apapun mengganggu waktu gue menatap Ayah gue lekat-lekat dan menikmati waktu berdua bersama meski tanpa percakapan sedikitpun.

"Enggak," jawab gue, lalu meneguk susu dansapi campur mielo kesukaan gue, berusaha menutupi kebohongan yang baru aja gue ucapkan.

"Mungkin kamu bisa bohong ke semua orang, termasuk ke Kakakmu, tapi ke Ayah," ucapnya lalu menatap gue, "Kamu gak akan bisa bohong ke Ayah," lanjutnya.

"Yeee Ayah nih sok tahu deh! Orang Kayla gak mikirin apa-apa kok!"

Ayah tersenyum lalu menutup korannya dan meletakkannya ke atas meja.

"Atau jangan-jangan kamu ngeliatin Ayah terus daritadi karena Ayah ganteng banget ya?"

"Yeee ge-er abis!" balas gue lalu tertawa melihat Ayah yang sudah berpose di depan gue.

"Gak ge-er dong! Buktinya gen ganteng Ayah nurun tuh ke Mas-mu, kalo bukan dari Ayah, dari mana lagi coba Mas Daffa dapet wajah ganteng rupawan begitu?"

"Loh Mas Daffa bukan anak tetangga yang tertukar, Yah?" tanya gue dan Ayah langsung menyentil pelan kening gue.

"Ngawur kamu, Kay! Hahaha! Sekali lihat orang-orang juga langsung tahu kalo Mas Daffa tuh anak Ayah! Gantengnya 11-12 tahu!"

Gue masih tertawa mendengar jawaban-jawaban Ayah namun semakin lama gue semakin menyadari betapa berbedanya Ayah dengan sebelumnya.

Kerutan di wajahnya semakin terlihat ketika ia tertawa dan lingkaran di bawah matanya yang sebelumnya gak pernah gue lihat, kini seolah dibuat permanen di wajahnya.

Hiraeth.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang