Another Happy Ending

8.3K 507 10
                                    

Tisha seolah tidak kehabisan angle untuk memotret Adara, anak perempuannya, yang tengah asyik bermain pasir pantai. Entah apa yang dibuat oleh anak kecil yang baru genap berumur 1 tahun itu.

Tisha memandangi hasil fotonya dengan senyum puas.

"Mamamamam!"

Tisha menoleh pada Adara yang tengah melambai-lambaikan sekop plastiknya di udara.

"Bikin apa, sayang?" tanyanya seraya duduk di sebelah anaknya.

"Waaaah, bagus banget!" komennya pada bentuk pasir abstrak yang dibuat oleh Adara.

Tisha mengecup puncak kepala anaknya. Dia tersenyum, rasa haru pun mulai menyelimuti hatinya.

Sejak hari ulang tahun Adara kemarin yang dirinya rayakan hanya berdua dengan Adara, kembali membawanya pada ingatan ketika mengandung, melahirkan, sampai membesarkan Adara seorang diri.

Sesak mulai menyemarakkan perasaan yang sedang dirasakannya ketika mengingat betapa jauh di lubuk hatinya, dirinya ingin ditemani untuk melewati saat-saat terpenting dalam hidupnya itu.

Namun, harapannya tidak kunjung dikabulkan. Bahkan hingga hari ini, seseorang yang tidak henti dia doakan, masih menghilang dan tidak memberi kabar pada dirinya. Hanya lewat Ando lah segala kabar yang tidak terlalu detail dia dapatkan.

Memang dirinya mendapatkan dana setiap bulan untuk segala urusan yang berkaitan dengan Adara, tapi itu bukan keinginannya. Bahkan, uang yang dia dapatkan sejak melahirkan Adara sampai bulan lalu masih utuh di rekeningnya, tidak dia gunakan sepeserpun.

Karena Tisha ingin memakainya saat Janu setidaknya sudah menemui Adara, anak mereka.

"Mama mamam," ucap Adara sambil melangkah menuju Tisha.

"Adara mau makan? Mau makan apa?" tanya Tisha sambil memeluk putri kecilnya.

"Mam yam mam yam."

Tisha tersenyum mendengar anaknya mengucapkan makan ayam dengan penyebutan yang belun sempurna.

"Yuk, kita makan ayam," ucap Tisha lalu bangkit.

Saat hendak melangkah, tubuh Tisha membeku ketika melihat seseorang berdiri tak jauh darinya.

Dia bahkan belum melihat wajah seseorang itu, tapi dirinya tahu, dirinya sangat tahu siapa yang berdiri di sana.

Dan air matanya menggenang. Dia rapalkan doa tanpa henti di dalam hatinya.

Semoga bukan khayalanku saja.

Semoga bukan khayalanku saja.

Semoga-

"Tisha."

Dan pekikan pelan keluar dari mulut Tisha begitu mendengar suara yang begitu ia kenal.

Air matanya mulai mengalir pelan, membuat pandangannya memburam, tapi tetap membuatnya cukup melihat bahwa seseorang itu tengah berjalan mendekatinya.

Di dekapnya Adara lebih erat.

"Mama," ucap Adara pelan sambil memegang pipi Tisha, seperti menunjukkan bahwa ia paham apa yang sedang Mamanya itu rasakan.

"Adara, itu Adara kan?"

Perlahan, Tisha mendongakkan kepalanya, menatap seseorang yang kini berdiri hanya berjarak beberapa langkah darinya.

Ya, pria yang selalu ada dalam doanya, tengah berdiri menatapnya dengan senyum, namun sorot kesedihan dapat Tisha lihat di kedua matanya.

"Selama ini..... sangat berat kan?"

Hiraeth.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang