33 + Happy 10K Viewers🎉🎉

5.1K 552 38
                                    

Rindu?😂

Jangan lupa taburan bintang dan komennya ya!

Masih konflik nih ahahaha tapi semoga tetap enjoy ya bacanya😊

Enjoy Hiraeth🌻

*******

Ando

"Syukurlah kandungannya semakin sehat dan kuat."

Gue menoleh ke arah dokter Nilam yang tengah tersenyum ke arah gue.

Gue membalas senyumnya dengan sedikit kikuk.

Tisha turun dari ranjang periksa lalu kembali duduk di kursi di sebelah gue.

"Stres yang belakangan dirasakan oleh Mbak Tisha memang berdampak sangat besar pada perkembangan bayinya tapi tenang kita masih punya banyak waktu untuk mengejar hal itu, Mbak Tisha hanya butuh istirahat yang cukup dan minum obat penguat janin yang saya berikan nanti."

Tisha mengangguk-angguk sambil mengelus pelan perutnya.

Tanpa bisa gue cegah, tangan gue bergerak sendiri ke arah tangan Tisha yang tengah mengelus perutnya. Saat tangan gue mendarat di atas tangannya, Tisha terkesiap pelan, namun bukannya menarik tangan gue, gue malah menggenggam tangannya dan tersenyum menenangkan ke arah Tisha yang terlihat pucat hari ini.

"Mas Ando, boleh bicara berdua sebentar?"

Gue menoleh kembali ke arah dokter Nilam dan mengangguk pelan.

"Aku tunggu di luar," kata Tisha seraya berdiri dan meninggalkan gue dan Dokter Nilam.

"Ada apa, dok? Apa kandungannya ada masalah?" tanya gue, mulai panik karena mimik wajah Dokter Nilam yang langsung berubah ketika Tisha sudah tidak berada satu ruangan dengan kami.

"Enggak, kandungannya baik-baik aja, tapi kejiwaan Ibunya yang begitu bermasalah," jawab Dokter Nilam.

"Saya belum pernah melihat seorang ibu yang tidak merespon apa-apa ketika mendengar detak jantung anaknya, padahal hampir setiap wanita pasti menangis ketika mendengarnya, tapi tidak dengan Mbak Tisha."

"Tatapannya kosong, entah apa yang ia pikirkan, tubuhnya memang berada di sini, tapi jiwanya... sama sekali tidak di sini."

Gue menyenderkan badan gue ke bantalan kursi, mendadak badan gue terasa lelah banget. Semua perkataan Dokter Nilam udah gue ketahui, tapi mendengarnya lagi dari seorang ahli, benar-benar mampu membuat gue pening.

"Jangan tinggalkan dia ya, Mas Ando, saya memang bukan ahli kejiwaan, tapi saya takut jika Mbak Tisha dihadapkan dengan satu peristiwa kehilangan lagi, itu akan berakibat fatal bukan hanya untuk dirinya tapi juga untuk bayinya."

Gue mengangguk-angguk, pasrah dengan permintaan Dokter Nilam.

Dan ya, gue juga memikirkan apa yang baru saja Dokter Nilam katakan. Sebenernya gue sangat teramat sangat ingin segera mencari Janu lagi, menyeretnya ke depan Tisha lalu memborgolnya kalau perlu supaya dia gak lari lagi, supaya gue bisa berhenti memerankan perannya yang sama sekali gak gue suka dan sama sekali bukan tanggung jawab gue.

Tapi gue gak bisa, karena gue takut, kepergian gue akan membuat Tisha melakukan hal yang berbahaya buat dirinya dan bayi dalam kandungannya.

Emang brengsek banget ya Janu. Mau sampe kapan coba dia ngumpet kayak pengecut gini?

"Pemeriksaan berikutnya.... kira-kira memungkinkankah jika ayah dari bayi yang dikandung Mbak Tisha ikut serta?" tanya Dokter Nilam takut-takut.

Gue menghela napas panjang, "Akan saya coba usahakan, Dok," jawab gue akhirnya.

Hiraeth.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang