Seperti istilah para pujangga, kebetulan adalah takdir yang tersamarkan, sama halnya dengan pertemuan. Kebetulan bertemu atau takdir untuk bertemu.
-Dear Hujan-##
Pagi itu, seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar dengan dominasi warna putih. Perlahan ia menyibak gorden sewarna cokelat keemasan guna memberi ruang pada mentari untuk masuk. Terlihat seorang gadis menggeliat kecil di atas ranjangnya. Membuka mata perlahan sambil bangkit dengan susah payah. Rasa-rasanya ia baru saja tidur beberapa menit yang lalu.
"Non, ayo bangun, hari ini kan sekolah," kata Ira--asisten rumah tangga--seraya membuka lemari mencari seragam Vanessa yang telah diantar kemarin sore ke rumah.
Sekolah! Benar juga, Vanessa sudah memutuskan untuk melanjutkan sekolah formal, kemarin adalah hari paling sibuk dan paling melelahkan untuknya. Mengurus segala berkas dan mencari segala keperluan sekolah bersama Harry dan Maurisa hanya dalam satu hari satu malam. Vanessa rasanya akan pingsan karena kelelahan. Beruntung toko seragam milik sekolah masih punya stok seragam perempuan yang sesuai dengan ukuran tubuhnya. Entah bagaimana Harry mengurus pendaftaran online untuk Vanessa sehingga gadis itu bisa langsung diterima setelah wawancara virtual. Memang keterangan medis yang menyatakan ia baru pulih dari koma memudahkan segalanya. Pihak sekolah memberinya keringanan untuk ujian tes mendadak.
Vanessa berjalan mendekati pintu lemari di mana seragamnya telah tergantung dengan rapi di sana.
"Makasih ya, Bi."
"Iya, Non. Bibi ke dapur dulu." Vanessa mengangguk membiarkan wanita itu melanjutkan tugasnya.
Gadis itu kembali menatap seragamnya, nametage bertuliskan namanya sudah tersemat rapi di bagian dada kiri jas almamater. Harry dan Maurisa begitu murah hati mengirimnya ke sekolah yang cukup bergengsi. Cakrawala High School adalah sekolah swasta tingkat atas yang patut diperhitungkan.
Vanessa lantas beralih menuju kamar mandi dan keluar tak lama setelahnya. Seragam khas Cakrawala di hari senin dan selasa yaitu kemeja putih lengan pendek dengan jas almamater dark blue, rok lipit di atas lutut sewarna mocca serta dasi dengan warna senada.
Gadis itu duduk dan memandangi meja yang penuh dengan produk perawatan kulit berbagai macam merk hasil dari kalapnya seorang Maurisa. Vanessa menggeleng, dua hari yang lalu meja itu kosong melompong, tapi pagi ini begitu penuh sampai membuatnya bingung harus menyentuh yang mana. Pada akhirnya ia hanya menggunakan sun screen, baby powder, dan lip balm.
Kemudian Vanessa mengambil ikat rambut kecil berwarna hitam lalu menguncir satu rambut hitam lurus miliknya karena Cakrawala melarang perempuan menggerai rambutnya, lebih baik dikuncir agar terlihat rapi dan seragam. Terakhir, ia hanya perlu mengenakan kaus kaki dan sepatu pantofel hitam yang sudah bertengger rapi di rak sepatu kecil sudut kamarnya.
"Udah siap, Ness?" tanya Maurisa yang sedang mengisi piring Ken dengan nasi goreng, Vanessa mengangguk dan ikut bergabung. "Alhamdulillah masih kebagian seragam yang cocok ukurannya, nggak kesempitan, kan?"
"Enggak, Ma. Nyaman kok."
Selanjutnya mereka sarapan bersama sembari Harry terus memperingati Vanessa agar tidak terlalu kelelahan dan menjaga kesehatan selama sekolah, Vanessa menyimak dengan fokus, sesekali ia akan menanggapi jika perlu.
"Papa, Ken mau berangkat sekolah bareng kak Nessa ya, Pa," pinta bocah berseragam putih merah itu dengan manja.
"Iya boleh, kan searah juga," jawab Harry yang sudah selesai dengan sarapannya, pria itu kini beralih memeriksa berkas-berkas di dalam tasnya agar tidak ada yang tertinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Hujan [COMPLETE]
Teen FictionStory by: vitisme Cover by: vitisme [Teenfiction/End] PART LENGKAP, REVISI BERJALAN Teruntuk dia, Tokoh utama dari kisah retaknya hatiku. Berkisah tentang sesosok gadis remaja yang melupakan seluruh memori penting dalam hidupnya, ia dihadapkan denga...