21 : Rain [Revisi]

1K 76 2
                                    

Kali ini hujan deras dan rasamu juga mulai deras. Aku hanya takut rasa itu reda layaknya hujan. Aku hanya takut. Dan, aku mulai ragu.
Dear, Hujan

##

"Iya, Mom, Nessa juga udah mau siap-siap, nih."

"Kamu jangan lupa makan, ya. Dianterin sama Pak Jay? Atau Mommy suruh Raffa atau Daffa jemput aja?"

"Nggak usah, Mom. Nessa sama Pak Jay aja nanti." Gadis itu kembali menyusun isi tote bag-nya sambil mendengar nasihat-nasihat Lilianne, hari ini mereka punya jadwal penting, sangat-sangat penting. Jadilah, pagi-pagi buta begini Vanessa sudah sibuk dengan segala keperluan pribadinya, belum lagi sedari tadi Gea--sang manager--berulang kali menelepon dan mengingatkannya untuk jangan bertapa terlalu lama di kamar mandi. Ayolah, itu rutinitas favoritnya.

"Ya sudah kalau gitu, Mommy tunggu di studio, ya, jangan mendekam di kamar mandi kamu, tuh." Nah, bahkan Lilianne! Vanessa hanya bisa mengulum bibir ketika mendengar suara tawa beberapa orang di seberang sana, pastilah para kru, dan, well, semua orang tahu tentang kebiasaannya sekarang. Sial.

Tidak ingin menekuri kesialannya, gadis itu segera melangkah menuju kamar mandi. Ia benar-benar harus gesit hari ini, Miss Vanya yang judes itu bahkan menyemangatinya, meski hanya kalimat singkat semacam--berusahalah, saya sudah cukup banyak melatihmu--Vanessa bahkan bisa melihat raut wajah menyebalkan Miss Vanya dari kata-kata sarkas bernada kurang ikhlas yang semalam wanita itu kirim melalui aplikasi WhatsApp.

Ini mengenai kariernya yang menanjak cepat dalam beberapa bulan terakhir, agensi dan timnya mendapatkan kontrak kerjasama dengan sebuah brand fashion ternama. Meskipun Vanessa berada di bawah naungan agensi Rubby Long, tapi Lilianne dan timnya yang jauh lebih banyak sibuk dan antusias karena bagaimana pun mereka akan banyak membantu selama proses pemotretan dan lain-lain.

Sejujurnya, Vanessa sedikit kesal karena hari penting ini bertepatan dengan hari mini konser Naya berlangsung, padahal dia sudah berjanji akan menonton bersama teman-temannya yang lain, entah ke berapa kalinya Vanessa ingkar.

Satu setengah jam kemudian Vanessa tiba di lokasi, Gea sudah lebih dulu di studio, oleh sebab itu Vanessa melebarkan langkahnya memasuki gedung. Outfit-nya pagi ini sederhana, dia mengenakan jumpsuit hitam sebatas betis dengan kaos strip lengan tanggung yang melekat pas di tubuhnya, lalu Converse boot kuning favoritnya.

Sebelum pintu lift tertutup, Vanessa terkejut dengan kedatangan Raffa yang tiba-tiba masuk dan bersandar di sudut lift.

"Capek banget," keluhnya sambil menghela napas, Vanessa tak melihat tanda-tanda kelelahan yang teramat sangat di raut wajah laki-laki itu, pastilah Raffa melebih-lebihkan.

"Kamu ngapain di sini?" Vanessa hanya melirik sekilas kemudian kembali menekuri ponselnya.

"Menurut lo?" Raffa berdiri tegak dan menatap Vanessa dengan alis terangkat. Sementara lawan bicaranya hanya mengedikkan bahu tak acuh, Raffa mencibir melihat aksi cuek Vanessa yang memang sering diterimanya.

"Gue susulin lo, biar nggak diganggu sama para kru genit itu. Nggak ada rasa terima kasih lo sama gue." Selalu saja hal absurd. Vanessa terkekeh.

"Ah, palingan juga kamu yang mau genit sama model-model di sana."

"Wah, lo cemburu?" Baiklah, apalagi ini? Vanessa melempar tatapan jengah pada Raffa yang kelewat percaya diri. "Ngaku hayo, cie, Nessa cemburu, cie ..., kata orang cemburu itu tanda cinta, lho." Vanessa kembali mengingatkan dirinya bahwa membunuh itu dosa, akibatnya dia hanya bisa mengumpat di dalam hati semoga Raffa kembali waras.

Dear, Hujan [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang