26 : Pudar

837 71 1
                                    

Serupa pelangi, indah dan penuh warna, namun kau harus bersiap untuk sebuah kepergian.
-DearHujan-

##

Hidup memang tidak bisa ditebak, baik buruknya takdir itu hadir dari Tuhan. Manusia memang hanya bisa berusaha dan berdoa. Lalu selanjutnya menyerahkan segalanya pada Sang Kuasa.

Layaknya untaian kata itu, begitulah hidup seorang Vanessa Arshinella. Melupakan masalalunya, menjalani masa kininya, dan merancang masa depannya. Namun, ternyata hidup tidak semudah itu. Contohnya, beberapa waktu lalu Vanessa mencoba menjaga hatinya terhadap Raffa, seiring berjalannya waktu Vanessa semakin lemah dan memilih melabuhkan hatinya pada Raffa, dan ternyata, memang sesuai dengan firasat hati kecilnya. Kini ia kecewa.

Raffa Keagan Adiprama, satu nama yang telah berjaya memporak-porandakan hatinya. Hari itu, detik itu, Vanessa kecewa begitu dalam pada Raffa setelah mendengar apa sebenarnya rencana pria itu. Ia menjadikan Vanessa pelarian, pelampiasan, layaknya gadis-gadis lain.

Tak apa, Vanessa mencoba mengabaikan rasa sakitnya dan menjalani hari-harinya seperti biasanya. Dia bisa! Pasti bisa!

##

Siang itu, dengan langkah pasti Vanessa berjalan bersama ketiga sahabatnya menuju kantin. Cuaca cukup panas, dan keadaan koridor begitu penuh. Riuh suara siswa-siswi yang berlalu lalang menambah kesan pengap koridor yang bahkan sangat luas itu. Vanessa berjalan santai dan sesekali mencoba tertawa mendengar celotehan goblok teman-temannya.

"Ngakak njir!!!" seru Lisha seraya tertawa dan memegangi perutnya karena lelucon Caca.

Sesampai di kantin.

"Gue pesen mie ayam sama teh dingin," kata Lisha pada Naya yang kali ini bertugas memesan.

"Gue samain aja deh," kata Caca.

"Iya aku juga samain aja," ucap Vanessa juga. Setelah Naya mengacir untuk memesan, Lisha dan Caca langsung menatap Vanessa.

Vanessa mengerti. Kali ini pasti Lisha dan Caca ingin meminta penjelasan Vanessa.

"Apa perlu gue samperin sekarang tuh setan brengsek?"

"Jangan!" jawab Vanessa cepat untuk pertanyaan Lisha.

"Lo udah liat pake mata kepala lo sendiri kelakuan menjijikan dia, Ness, sekarang jelasin ke gue apa yang buat lo masih mau pertahanin dia?"

Vanessa benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaan dari Lisha. Bahkan dia sendiri tidak mengerti mengapa ia masih sanggup mempertahankan seseorang yang bahkan sudah tidak ingin dipertahankan.

"Aku nggak tau," lirih gadis itu memijit pelipisnya. "Aku cuma mau berusaha nggak peduli," sambungnya lagi.


"Ness, kita nggak bisa liat lo kayak gini." Kali ini Caca bersuara.

Vanessa hanya mampu menghela napas berat, detik berikutnya Vanessa terdiam menatap Raffa cs masuk ke kantin dengan tawa lebar yang seperti biasa selalu menghiasi wajah tampannya. Raffa benar-benar telah mencampakkannya. Bahkan secara terang-terangan Raffa merangkul bahu seorang gadis yang baru saja ditemuinya. Sepertinya adik kelas. Ia mengajak gadis itu duduk bersama.

Dear, Hujan [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang