14 : Let's Begin [Revisi]

1K 82 14
                                    

Kuberi tahu satu fakta. Bagiku, jatuh hati ialah alasan menjatuhkanku ke dalam hal yang akan menyakiti.
Dear, Hujan

##

"Jadi pacar gue."

Satu kalimat terkutuk itu terus terngiang di benaknya. Sepanjang malam Vanessa belum bisa membuat otaknya berhenti berpikir, setidaknya biarkan ia terlelap barang beberapa jam.

Damn Raffa! Apa yang sedang laki-laki itu rencanakan. Mengapa Vanessa harus mengikuti kemauan irrelevannya hanya untuk mendapatkan miliknya kembali. Kalung itu miliknya, tak seharusnya Raffa menuntutnya seperti itu. Raffa berniat memeras kewarasannya. Laki-laki itu bahkan tahu bahwa Vanessa sedang menderita gangguan kecemasan.

Vanessa sungguh tak ingin terlibat dalam permainan Raffa, laki-laki itu penuh tipu muslihat. Vanessa tidak sedang mencoba menjelekkan sang casanova, hanya saja Raffa memang menunjukkan secara terang-terangan kelakuan brengseknya. Vanessa mencoba menghela napas, mengusir suara Raffa yang berputar-putar dalam otaknya, sempat terlintas di pikiran Vanessa untuk menemui seorang perancang perhiasan dan meminta dibuatkan model yang sama dengan kalungnya, biarlah yang asli berada di tangan Raffa. Namun, tentu saja rasanya akan berbeda, kalung itu menyimpan kenangan sekaligus memorinya. Vanessa bertekad ingin mendapatkan kembali miliknya. Haruskan ia lapor polisi? Rasanya terlalu berlebihan. Ini hanya masalah membosankan antarremaja.

Gadis itu meraih ponselnya sambil menggerutu betapa Raffa sangat menyebalkan. Ia kemudian menyetel musik Indie bernada tenang untuk menemani insomnianya dini hari itu. Vanessa beralih membuka aplikasi WhatsApp guna menghalau jemu, terlihat beberapa pesan yang belum terbaca, terutama dari Raffa yang sepertinya berniat meneror Vanessa.

Namun, pesan dari Rifkhan jauh lebih menarik perhatiannya untuk saat itu. Mereka jarang berkomunikasi sejak bertukar nomor dipertemuan terakhir mereka sore itu. Vanessa mulai membaca sederet kalimat yang dikirim pada pukul sepuluh malam.

Rifkhan: Hai
Rifkhan: Jadi, apa kabar sama novel itu? It's been almost two years. Gue beneran nggak sabar mau baca.

Vanessa mengerutkan keningnya bingung, Rifkhan mengirim pesan tiba-tiba dengan isi yang sama sekali tidak bisa dipahaminya. Kepalanya berdenyut nyeri seolah menutupi sesuatu yang seharusnya diingat, Vanessa memilih mengabaikan pesan Rifkhan, laki-laki itu sungguh berbeda dengan Rifkhan yang ia ingat. Vanessa merasa Rifkhan yang sekarang tak lebih dari sekadar teman jauh.

Jemari Vanessa beralih membuka pesan dari Glenn. Entah sejak kapan Glenn menjadi tempat Vanessa berkeluh kesah tentang apapun itu. Mereka menjadi sangat dekat, Glenn sahabatnya yang paling baik, laki-laki itu ada kapanpun Vanessa membutuhkannya seolah ia memang selalu berada di sekitar Vanessa. Gadis itu mengangkat sudut bibirnya membaca pesan bertubi dari Glenn yang belum sempat ia buka karena fokusnya buyar dengan kalimat sialan Raffa.

Glenn: Jangan terima dia, Ness
Glenn: Dia punya niat jahat sama lo
Glenn: Gue tau, dari cara dia natap lo aja udah ketebak kalo dia ga tulus
Glenn: Pokoknya lo harus jauhin dia. Gue serius.

Pesan itu dikirim dua jam yang lalu setelah Vanessa bercerita panjang lebar padanya mengenai Raffa dan segala omong kosongnya. Sudah ia duga Glenn juga tak suka Raffa. Vanessa mengetik balasan kepada Glenn yang kemungkinan besar sudah tidur

Me:
As you wish, Man. Lagian, Raffa emang kebanyakan bullshit.

Vanessa terkekeh dalam hati, ia tidak tahu mengapa bergosip bersama Glenn jauh lebih seru. Gadis itu hendak mematikan ponselnya kembali saat suara notifikasi menginterupsi. Dari Glenn.

Dear, Hujan [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang