10 : After Meeting You [Revisi]

1.1K 96 37
                                    

Sehangat cokelat di kala hujan dan sesejuk embun di kala pagi. Mungkin, itu ungkapan hatiku untuk saat ini.
Dear, Hujan

##

Raffa mengekori Ken masuk ke dalam rumah sambil berdebat tentang kebohongan Ken mengenai kakaknya, setahu Raffa kakak laki-laki Ken sudah tiada sejak beberapa tahun lalu, tapi Raffa tetap saja manut saat Ken menariknya untuk masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu segera menghempaskan dirinya di sofa ruang TV bersama Ken di sebelahnya.

Ken awalnya tidak tahu jika rumah yang sedang ia datangi itu adalah milik Raffa dan Daffa, mereka memang sudah cukup lama saling mengenal. Ken adalah sahabatnya Danish--adik kandung Alano--karena sering bermain di rumah Danish, Ken jadi mengenal sahabat-sahabat Lano yang juga sering berkumpul di sana.

Baru kali ini ia berkunjung ke rumah Raffa, Ken hanya berkeliling untuk mengusir bosan selama menunggu Vanessa, ayahnya sedang asyik mengobrol bersama Lilianne sampai melupakan keberadaan bocah itu. Pada akhirnya ia terdampar di halaman belakang dan melihat keberadaan Raffa di atas pohon mangga, oleh sebab itu Ken menghampirinya. Sungguh sebuah kebetulan bahwa dokter yang dikunjungi Vanessa adalah ayah Daffa dan Raffa.

"Ah, lo bohong nih males gue," decak Raffa kesal.

"Sabar dulu dong, Bang. Nanti kalo udah liat kakak aku, Abang nggak usah minta aku comblangin, ya!"

"Dih, yang bener aja. Nih, Kenkuh, gue kasih tau ya. Gue cowok, kakak lo juga cowok, jadi kalo cowok sama cowok itu nggak boleh dicomblangin, nggak boleh pacaran, dosa." Raffa bergedik jijik, memperingati Ken dengan serius. Ia masih berpikir bahwa kakak yang Ken maksud adalah kakak laki-laki bocah itu yang dulu meski sama sekali tidak realistis.

Bocah itu memutar bola mata malas. "Bang, kita nggak lagi ngomongin almarhum kak Davin. Kakak aku yang sekarang itu cewek, cantik lagi." Ken berujar bangga.

Raffa hendak bertanya lebih lanjut karena efek kata cewek cantik. Tapi Harry tiba-tiba datang dari arah ruang tamu. "Ken, tunggu di sini sebentar, ya. Papa ada urusan. Kamu jangan ngerusuh."

"Terus nanti pulangnya gimana? Papa jemput?" Sebelum Harry sempat menjawab, Ken kembali berbicara, "eh, nggak usah jemput deh, Pa, ada Abang Raffa yang anterin nanti." Raffa mendelik kepada bocah itu seolah berkata kok gue?

Laki-laki itu menoleh sebentar, sama sekali tidak ingat siapa Harry. Sebaliknya, tentu saja Harry ingat betul siapa Raffa, orang yang kala itu menyulut emosinya karena menumpahkan minuman panas pada Vanessa.

"Iya, biar Raffa yang anterin aja nanti, nggak usah khawatir." Lilianne yang tiba-tiba muncul pun ikut menyetujui.

"Oh, ini Raffa," kata Harry dengan nada menilai, "kembarannya mana?"

"Ada di atas, lagi di kamar."

"Ya sudah kalau gitu, aku titip anak-anak ya, Li. Klien sudah nunggu." Pria itu pun berlalu, memenuhi panggilan kliennya meski ini hari libur, urusan mendadak seperti sekarang memang sering terjadi.

Berjam-jam kemudian, sangking lamanya menunggu, Raffa tertidur di karpet bulu dengan kaki di atas sofa. Ken sebenarnya juga merasa bosan, ia bahkan telah beberapa kali bolak-balik kamar Daffa mencoba mengusik laki-laki itu yang sampai saat ini masih fokus dengan laptopnya, mengedit hasil jepretan kemarin.

"Ken." Panggilan Vanessa membuat Ken segera menoleh.

"Udah siap, Kak? Lama banget." protesnya. Vanessa berjalan mendekati Ken, gadis itu mengernyit melihat Raffa yang berbaring dengan pose tak elit di sana.

Dear, Hujan [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang