Bagai pelangi yang indah saat hujan telah reda, aku ingin kau hadir menemani sedihku meski hanya sesaat.
Dear, Hujan##
"Oke, lo gila, Ness." Lisha memijit pelipisnya setelah mendengar kabar buruk tentang status Raffa bagi Vanessa sekarang.
Lisha adalah orang pertama yang memberi tatapan kecewa padanya, Vanessa tahu bahwa gadis itu sejujurnya hanya ingin melindunginya dari hal yang mungkin saja terjadi akibat keputusan yang dia ambil malam tadi, bahkan Vanessa tidak percaya momen itu baru saja terjadi kurang dari lima belas jam yang lalu.
"Lo harus putus sekarang juga," ujar Lisha lagi dengan nada pasti, Caca dan Naya saling melempar tatap, mereka berdua merasa tidak enak karena Lisha terkesan seperti menyudutkan Vanessa. Sementara Vanessa tak terlalu ambil pusing, meski diam-diam dia juga sedang mempertimbangkan ide tersebut sedari tadi malam.
"Santai dulu, Lish," peringat Caca ragu-ragu.
"Iya Lisha, tenang dulu, mungkin Raffa udah berubah," timpal Naya, membuat Lisha yang tengah duduk bersedekap dada di sofa kecil kamar Vanessa terkekeh, mana mungkin Lisha tidak tertawa, seorang Raffa berubah? Sudah pasti kisah ini mendekati akhir.
"Girls, Raffa itu brengsek," kata Lisha mengingatkan. "Nggak ada kata berubah dalam kamus dia. Ness, lo pasti paham kenapa gue minta lo buat putusin dia, beda ceritanya kalau lo sama Daffa."
"Lish ...," panggil Vanessa dengan nada malas, tapi dia tersenyum, memikirkan hal paling mustahil terjadi, Daffa. Laki-laki itu benar-benar menarik diri dari hal-hal remeh seperti ini, Vanessa yakin dia menyukai tipe gadis perfeksionis yang cerdas dan sempurna, tentulah Vanessa tidak memiliki bahkan salah satu di antaranya.
"Ness, gue serius. Si tengil itu nyebelin banget, bangga jadi piala bergilir di Cakrawala, gila nggak, tuh?" tambah Lisha, alih-alih menyela, kali ini Caca dan Naya ikut bergosip ria, Vanessa hanya bisa menyimak, tidak paham mengapa kisah cinta masa SMA yang seharusnya penuh warna dan memorable malah jadi seperti ini, belum lagi jika mengingat bahwa pacar pertamanya adalah seorang fuckboy yang punya beragam catatan hitam, Vanessa benar-benar tidak habis pikir.
Vanessa tertarik mendengar ocehan Lisha kali ini, gadis yang gemar menguncir satu rambutnya itu memulai kisah tentang awal mula permusuhan kedua kubu terjadi, tenyata bukan masalah sepele, Raffa memang nyatanya sedari awal menyebalkan. Menurut yang Lisha katakan, Raffa yang lebih dulu mengganggu dirinya, mempermalukan Lisha di hari pertama pengenalan sekolah berlangsung dan mulai detik juga Lisha menjadi dongkol setengah mati dengan Raffa. Laki-laki itu bahkan tidak berniat meminta maaf hingga sekarang. Bagaimana mungkin Lisha akan dengan mudah menerima jika salah seorang sahabatnya punya hubungan dengan Raffa! Vanessa hanya bisa meringis karena hal itu.
Di sisi lain, Raffa tengah uring-uringan karena para sahabatnya dengan kompak tidak mau bicara, bahkan Daffa.
Hari ini mereka berkumpul di lapangan basket pribadi milik Vernon, tepat di halaman belakang rumahnya, Raffa dengan bangga membawa informasi penting tentang keberhasilannya menaklukkan Vanessa, tentu saja dia tidak bercerita bahwa itu semua tidak murni, Vanessa tidak benar-benar jatuh cinta padanya. Tapi yang Raffa dapatkan adalah tatapan dingin ketiganya.
"Kalian maunya apa, sih?" Raffa bertanya sekali lagi, kemudian merebahkan dirinya di samping Lano. Sialnya, Raffa melontarkan pertanyaan yang salah.
"Putusin Nessa, Raf." Vernon tiba-tiba menjawab. Tapi bukan itu yang Raffa harapkan.
"Why?" tanya Raffa, walaupun dia sudah tahu jawaban apa yang akan didapatnya. Namun, tak satupun yang angkat suara, mereka seolah tahu bahwa Raffa tentu paham apa yang mereka maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Hujan [COMPLETE]
Teen FictionStory by: vitisme Cover by: vitisme [Teenfiction/End] PART LENGKAP, REVISI BERJALAN Teruntuk dia, Tokoh utama dari kisah retaknya hatiku. Berkisah tentang sesosok gadis remaja yang melupakan seluruh memori penting dalam hidupnya, ia dihadapkan denga...