Bab 5

7.2K 778 22
                                    

Aku terpekik ketika genangan lumpur tampak makin dekat. Kakiku terlipat, jadi yang bisa kulakukan untuk menahan tubuh hanyalah mengulurkan tangan dan berharap yang terbaik. Tentu saja mukaku yang mendarat terlebih dahulu. Selama beberapa detik aku tidak bisa bicara, bahkan bernapas, air memercik, terbang ke atas, dan kembali turun ke seluruh punggungku. Aku berusaha bangun, lalu terbatuk saat air menetes dari wajah dan rambut. Seribu hal langsung melintas di kepala, mulai dari pakaian siapa yang kukenakan ini, bagaimana aku akan membersihkannya, dan berakhir dengan pertanyaan apakah Sasuke akan mengusirku karena bertingkah ceroboh. Aku begitu kaget dan malu; aku bahkan tidak bisa menjawab panggilan Sasuke.

"Sakura!" teriak Sasuke. "Apa kau terluka?"

Aku hanya bisa batuk.

"Sakura!" dia kembali memanggilku.

"Tidak, Tuanku," akhirnya aku berhasil bergumam. Sakit, tidak. Malu, rendah diri, dan ingin menghilang, ya.

Sasuke menarik kedua lenganku, dan dengan mudah kakiku juga ikut terangkat. Aku basah kuyup dalam genangan air berwarna cokelat kotor, dan pasti butuh waktu berjam-jam untuk membersihkan gaun ini. Aku menatap Sasuke. Matanya menyala panas. Tangannya yang memegang lenganku agak gemetaran.

Sasuke mencondongkan tubuhnya ke arahku, lalu ibu jarinya mengusap tulang pipiku. Dia terlalu sering melakukan ini. Aku tidak terbiasa dengan sentuhannya. Tapi memang belum pernah ada seorang pria pun yang menyentuhku. Sensasi ini aneh ... dan lembut, aku tidak tahu harus berbuat apa, karena jelas-jelas dia sangat marah.

Sasuke mencengkeram lenganku erat-erat, mungkin takut aku akan kembali jatuh dan semakin mempermalukan dirinya. Aku ingat pembicaraan kami di malam pernikahan - dia ingin agar aku menjaga sikap dan tidak membuatnya malu. Namun, baru beberapa menit saja aku tiba di sini, aku sudah gagal.

"Aku minta maaf, Tuanku, aku tidak bermaksud untuk-"

"Shh," kata Sasuke, dan aku tutup mulut. "Kau yakin kau baik-baik saja?"

"Ya, Sasuke," jawabku pelan sembari menatap matanya yang berubah lembut saat memandangiku. Dia kemudian menyeka air dari wajahku dan merapikan rambut ini. "Aku baik-baik saja. Terima kasih."

"Kita masuk lewat belakang." Sasuke mundur selangkah dan tersenyum kecil. "Naruto akan mencari adikku, dia akan memberimu gaun yang bersih sebelum kau bertemu ayah dan ibuku."

"Baiklah," jawabku, lalu menghela napas lega. Tidak bisa kubayangkan bagaimana tanggapan Raja dan Ratu Konohagakure melihatku berpakaian penuh lumpur di pertemuan pertama kami. Sudah cukup rasanya aku mempermalukan Sasuke hari ini.

Sasuke kembali merapikan rambutku, lalu membungkuk dan mendaratkan kecupan lembut di dahi ini. Kemudian dia berbalik dengan cepat, matanya kembali bergejolak marah. Dia berjalan cepat ke bagian depan kereta, mengulurkan sebelah tangan, lalu menarik kusir dari kursinya. Sambil memegang kerah pria itu, Sasuke mendorongnya ke bagian depan kereta dan menghunuskan pedang.

"Apa kau sama sekali tidak bisa mengendalikan kudamu?" Sasuke geram. Ujung pedangnya menempel di tenggorokan kusir. "Tidak bisakah kau mengendalikannya? Lihat apa yang sudah kaulakukan pada istriku? Berlutut!"

Pria malang itu berlutut di depan Sasuke, memohon ampun dan belas kasihan. Sasuke berteriak padanya, menyuruhnya diam, dan pria itu bersujud di depannya. Sasuke mundur selangkah, mengangkat pedang tinggi-tinggi, dan saat itu barulah aku sadar maksud dan tujuannya. Sasuke akan membunuh pria itu karena kecerobohanku.

"Sasuke, jangan!" teriakku.

"Sakura, berhenti!" kudengar suara Tuan Muda Naruto, tapi tidak kuhiraukan. Aku berlari ke samping Sasuke dan mengalungkan tanganku di lengannya yang memegang pedang.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang