Bab 9

8.4K 762 159
                                    

Sasuke berjalan sambil menyeretku kembali ke kamar kami. Kata-kata kasar yang digumamkannya membuat tulang ini gemetar ketakutan. Aku tidak bisa bicara. Aku tidak bisa menelan ludah dan aku nyaris tidak bisa menarik napas. Aku memang tidak dengar jelas setiap kata yang dia ucapkan, tapi apa yang kudengar membuat jantung ini berdebar.

Licik.

Pengkhianat.

Pembohong.

Ketika kami sampai di pintu kamar, Sasuke dengan kasar membukanya dan mendorongku ke dalam. Tubuhku berteriak agar aku berlari - mundur keluar pintu atau setidaknya ke sisi lain ruangan - tapi pikiranku tahu bahwa tindakan itu tidak akan membuahkan hasil. Karena dorongan telapak tangan Sasuke di punggung, aku tersentak ke dinding ruang rekreasi.

Sebelum aku sempat berbalik, kudengar raungan Sasuke diikuti oleh suara debum keras. Aku hampir melompat keluar jendela. Dia telah mengangkat sebuah sofa dan melemparnya ke dinding dekat perapian. Kaki sofa itu langsung patah dan terbalik. Kulihat tangannya meraih meja kecil di sebelah pintu, tepat sebelum dia melemparnya ke arahku. Meja itu pecah berkeping-keping menghantam dinding batu, dan tanpa sadar aku menjerit ketakutan.

"Aku cuma ingin tahu bagaimana caranya," Sasuke menggeram ketika dia perlahan-lahan mendekat. "Bagaimana bisa kau melakukannya? Bagaimana caranya kau bisa membuat aku memilihmu? Apa seluruh rakyat Orochimaru itu mata-mata? Katakan padaku!"

Sasuke mengambil sebuah balok kayu berukuran besar dari tumpukan di dekat perapian dan melemparnya ke jendela sambil terus berjalan melintasi ruangan. Tubuhnya menjulang tinggi di atasku. Kungkat tangan untuk melindungi kepala dan wajah.

"Kumohon, Sasuke!" aku menangis. "Aku minta maaf ... aku minta maaf ..."

Kepalan tangan Sasuke menghantam dinding tepat di sebelah kepalaku, dan aku kembali menjerit. Tak ada gunanya berusaha memberi penjelasan - ini akan berakhir sama seperti kejadian dengan kusir kereta yang memohon ampun padanya, namun sekarang tidak ada seorang pun di sini untuk memegang tangan Sasuke. Tak ada keraguan bahwa dia akan membunuhku.

"Beritahu aku bagaimana!" Sasuke berteriak tepat di telingaku, dan aku melompat kaget. "Sampai-sampai aku terperdaya bahwa gadis pelayan yang kupilih ini benar-benar polos ..."

"Tidak ... Sasuke ... aku tidak ... aku bersumpah ..."

"Jangan berbohong!" Sekali lagi, kepalan tangannya memukul dinding di sebelah kepalaku. Kupejamkan mata rapat-rapat. Air mata mengalir deras di pipi, tapi aku tidak berusaha menghentikannya. Aku hendak kembali menutupi kepalaku, tapi Sasuke sudah meraih pergelangan tangan dan menekannya ke samping kepalaku. "Bagaimana kau melakukannya? Bagaimana bisa kau menipuku?"

Sebelum aku sempat menjawab pertanyaan Sasuke dan meminta ampun padanya, teriakan dari arah belakang membuatku semakin terkejut.

"Uchiha Sasuke!" kudengar suara Ratu Konohagakure, tapi aku tidak bisa melihatnya karena posisiku berhadapan dengan tembok. "Menjauh darinya sekarang juga!"

"Kurasa tidak!" geram Sasuke tanpa berbalik ke arah Ratu.

"Jangan kira ucapanku ini adalah permintaan, Tuan Muda Sasuke."

Segera saja Sasuke melepaskan cengkeramannya di pergelangan tanganku. Kuangkat lengan dan menutupi wajahku dengan tangan saat berpaling dari suamiku, berusaha mencari kenyamanan dari dinding batu yang dingin ini. Tapi sedikit pun aku tidak bisa berpindah, karena tubuh Sasuke masih menempel dekat dengan punggungku, dan napasnya yang cepat berhembus di atas kulit bahuku yang telanjang.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang