Bab 20

7.9K 575 75
                                    

Bufet Takumi penuh dengan asap rokok dan aroma bir yang menyengat. Bangunan ini cukup besar dan sebetulnya lebih dari sekedar tempat minum-minum. Sambil memegang lengannya, Sasuke membawaku masuk. Di dalam sini sudah ada beberapa orang wanita bersama para ksatria, serta Tuan dan Nyonya Namikaze. Aku melirik ke kiri, tampaknya para pria di sana sudah mulai mabuk.

Kami duduk di meja bundar bersama Akane dan Tuan Muda Naruto serta ksatria lain dari Kirigakure - Tuan Neji dan istrinya Nona Tenten. Orang tua Tuan Muda Naruto ada di dekat kami bersama dengan sejumlah Tuan dan Nyonya lainnya. Gelas bir berseliweran, aku tetap menyeruputnya sedikit demi menghormati tuan rumah, namun aku sama sekali tidak menikmati rasanya, tidak seperti para ksatria, yang tampaknya dapat menghabiskan satu gelas dalam satu kali teguk.

Tuan dan Nyonya Namikaze sangat ramah padaku, dan meskipun Akane benar - Nyonya Kushina tidak bisa berhenti bicara - tapi aku tidak keberatan mendengar ceritanya tentang pernikahan Tuan Muda Naruto dengan Akane yang akan segera diselenggarakan, juga hal-hal yang dilakukan Sasuke dan Tuan Muda Naruto ketika mereka masih anak-anak.

"... dan kemudian Naruto berlari ke dalam, wajah dan pakaiannya penuh lumpur, dia berteriak Sasuke telah menjatuhkannya," kata Nyonya Kushina sambil tertawa. "Dan Sasuke menyerbu masuk setelah itu, berteriak pada Naruto bagaimana seharusnya dia memegang pedang, waktu itu pedang mereka hanyalah tongkat kecil!"

"Ibu, aku sungguh berharap-" Tuan Muda Naruto sudah berusaha yang kesepuluh kalinya untuk membungkam perkataan Nyonya Kushina, tapi tetap tidak membuahkan hasil.

"Dan di sinilah mereka sekarang, walaupun sudah dewasa, tapi masih saja melakukan hal yang sama!" Nyonya Kushina kembali tertawa dan rambutnya yang merah pekat ikut bergetar seirama dengan gerakan bahunya. "Setiap kali mereka berkompetisi di turnamen, mereka selalu menghabiskan waktu satu minggu ke depan untuk menceritakan bagaimana seharusnya cara menyerang lawan sambil terus bertengkar."

"Seolah-olah mereka tidak punya hal lain untuk dibicarakan setelah turnamen." Akane ikut tertawa mendengar kalimat Nyonya Kushina ini. "Kalian akan mengira tidak ada hal yang lebih penting di kehidupan mereka, selain pertandingan."

"Selalu ada kau di benakku," kata Tuan Muda Naruto sambil membungkuk untuk mengecup pipi Akane. "Aku bisa saja bicara tentangmu selama berjam-jam, tapi Sasuke hanya akan memutar bola matanya. Yang bisa kulakukan saat bersamanya adalah mencari topik lain, jangan sampai aku harus mati-matian membela kehormatan tunanganku dari saudaranya sendiri."

"Ya, tapi sekarang Sasuke bisa membuatmu bosan dengan pembicaraannya tentang Sakura," kata Akane sambil menyeringai ke arahku.

Tentu saja mukaku langsung merah, aku terus menunduk ketika percakapan terus berlanjut. Meskipun sisi tempat kami duduk relatif tenang, namun volume suara gerombolan yang berada di sisi sana semakin lama, semakin keras. Aku telah berusaha untuk tidak melihat ke arah sana; karena takut akan melihat seseorang. Tuan Zabuza dan gerombolannya telah berencana untuk bertemu di sini, dan aku curiga salah seorang di antara mereka sudah ada.

Sayangnya, menghindari mata seseorang lebih mudah daripada menulikan telinga.

Kudengar suara Tuan Zabuza dan aku kenal dengan tawa mereka semua. Aku tetap tidak melihat, tapi bahuku sudah tegang, dan sepertinya ini menarik perhatian Sasuke. Sasuke melirik lewat bahunya ketika ada segerombolan pria berjalan di belakang kami menuju kerumunan yang gaduh itu.

"Ambilkan aku bir!" kudengar Tuan Zabuza bicara. Dari sudut mataku, kulihat budaknya, Hanabi, bergegas melakukan perintah sang tuan. Suara Tuan Zabuza langsung membuat bulu kudukku berdiri.

Sasuke mulai mengetuk-ngetuk ujung jemarinya di atas meja. Kuamati wajahnya, tapi tatapan Sasuke terus terpaku ke jemarinya dan tidak mau melihatku. Tuan Neji membungkuk dan bertanya pada Sasuke tentang perburuan, Sasuke menjawabnya, tapi kemudian kembali diam. Sekali lagi, Tuan Neji berusaha untuk membuat Sasuke bicara tentang kuda-kuda yang dikembangkan di Takumi, yang rupanya memang kuda terbaik di seluruh penjuru Hi no Kuni, tapi Sasuke hanya menjawab singkat dan sopan, mata - dan mungkin pikirannya - terus kembali ke gerombolan pria di seberang ruangan.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang