Bab 14

8.8K 665 41
                                    

"Kumohon." Napas Sasuke yang hangat menari-nari di bibirku. "Izinkan aku menyentuhmu."

"Ya," akhirnya aku menjawab setelah pikiran jernih. Ciumannya membuatku kehabisan napas hingga tak mampu bicara, sampai bibirnya bergerak dari mulut ke lekuk tenggorokan ini.

Sasuke meletakkan tangan di pinggulku dan menarik tubuhku ke dekatnya. Aku berlutut, rokku terperangkap di bawah kaki saat dia menengadahkan kepalaku untuk menatap matanya. Sasuke mencium tenggorokanku, kulit di pangkal telinga, dan rahang ini.

Kupejamkan mata untuk menghalangi sinar matahari dan membiarkan tanganku melalang buana di rambut Sasuke, menahan bibirnya untuk terus menciumi kulitku. Aku berusaha agar tidak terlalu memikirkan Sasuke yang akan menarik ikatan gaun ini, dan aku akan telanjang sebentar lagi. Kubuka mata, dan aku kagum pada cahaya matahari yang menyinari rambut Sasuke, membuatnya berkilauan bagai pecahan logam. Kukembangkan jemari, meremas pelan rambutnya yang bersinar.

"Aku sangat menginginkanmu," gumam Sasuke di pangkal leherku. "Aku tidak pernah ... tidak pernah menginginkan seorang wanita seperti ini."

Kata-kata Sasuke begitu mengejutkan sekaligus membuatku takut, karena ada separuh dari diri ini yang senang dia bicara demikian - dia menginginkanku selayaknya suami menginginkan istri - namun separuh diriku yang lain masih ingat bagaimana nafsu seorang lelaki bisa membutakannya. Sasuke mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak akan dia lakukan jika pikirannya sedang jernih.

Namun tetap saja kulitku terasa geli di bawah sentuhannya, dan kuyakinkan diri sendiri bahwa Sasuke tidak akan menyakitiku - ia telah berjanji. Sasuke mulai membuka kancing jaketnya. Kancing jaketnya baru terbuka beberapa buah, namun dia sudah kembali mengulum bibirku, sementara tangannya membuntuti sisi tubuhku. Sasuke perlahan membelai perutku dan kemudian mulai bergerak ke arah ikatan korset. Aku sama sekali tidak mengajukan protes saat Sasuke menanggalkan pakaian ini. Ketika kulitku mulai terbuka, Sasuke berhenti sejenak dan menoleh ke arahku dengan tajam.

"Kau milikku," kata Sasuke tegas saat tangannya menangkup wajahku. Matanya menatapku dalam-dalam, caranya memandangiku begitu serius sampai-sampai aku tidak bisa bersuara. Sasuke tampak marah, ketakutan, dan sekaligus senang. "Hanya milikku - selamanya."

"Aku milikmu," akhirnya aku berkata pelan dan bibir Sasuke langsung menuju bibirku. Dengan mulut terbuka, Sasuke mengklaim bibirku terlebih dulu, lalu lidahku, lalu turun ke dagu dan ke arah tenggorokan. Aku terus meremas-remas rambut Sasuke saat jemarinya sibuk bekerja di atas ikatan gaun ini. Sasuke mengalami kesulitan dengan pitanya, dan menggeram saat menarik simpul. Ketika simpul pita mulai longgar, Sasuke langsung merebahkan kepalanya di dadaku dan hangat napasnya langsung terasa saat dia mencium bagian atas payudaraku.

"Sangat cantik." Ucapan Sasuke menyentuh kulitku yang polos tepat sebelum dia memiringkan kepalanya untuk melihatku dengan mata setengah terpejam. "Aku ingin melihatmu ... semuanya."

Aku hanya bisa mengangguk bodoh saat tangan Sasuke mendorong perlahan lengan gaun dari tanganku, membuatku polos dari kepala sampai ke perut. Napas suamiku berpacu. Matanya semakin gelap - bagai tak tersentuh oleh cahaya matahari. Dia tatap pundak hingga payudaraku, mulutnya sedikit terbuka, lalu dia basahi bibir bawahnya. Sasuke melepaskan lenganku dan kembali membuka sisa kancing jaketnya, lalu melemparnya ke samping dekat jubahku. Sasuke kembali menatap mataku selagi dia melonggarkan pinggang celananya dan menarik kemeja dari atas kepala.

Belum pernah aku meletakkan tangan di dada dan punggung Sasuke di bawah sinar matahari, biasanya hanya dengan cahaya redup kamar. Namun sekarang, aku bisa melihat sangat jelas garis-garis indah yang menghiasi dada dan perut Sasuke yang membagi tiap-tiap ototnya. Bahkan kulit pucatnya tampak begitu indah di bawah sinar matahari.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang