Bab 19

6.4K 582 54
                                    

Aku hanya bisa berdiri di sini dengan mulut menganga. Gadis itu mulai berguling dan mendorong tubuhnya keluar dari jerami kotor. Aku langsung sadar dan bergerak untuk membantu.

"Apa kau terluka parah?" tanyaku pelan. Kuulurkan tangan dan berjongkok di sebelahnya untuk menawarkan bantuan, entah apa yang harus kulakukan sekarang. Gadis itu menaikkan sebelah bahu dan menarik kembali pakaiannya. Pakaiannya benar-benar robek. Andai saja aku tahu lebih awal apa yang telah terjadi padanya ... tapi kalau memang begitu, apa yang bisa kulakukan?

"Saya baik-baik saja, Nonaku," jawabnya lemah. Dengan sebelah tangan, dia seka rambutnya yang pendek dari wajah.

"Namaku Nona Sakura," kataku padanya. Sungguh aku tidak tahu apa namaku sudah dikenal di Takumi atau belum, meskipun Sasuke terus meyakinkan bahwa wajah dan juga namaku akan dikenal semua orang sebelum musim panas berakhir. Bahkan warna pakaianku saja sudah terang-terangan menunjukkan bahwa aku pendukung Konohagakure, bukan seorang calon ratu. "Aku istri dari Tuan Muda Uchiha Sasuke, Pangeran Konohagakure. Jika kau bilang padaku apa yang terjadi, mungkin aku bisa membantumu."

Mata gadis itu melebar ketakutan saat dia cepat-cepat beranjak dari jerami kotor dan berdiri tegak. Dia menggeleng dan mulai memohon padaku.

"Tidak, tidak - saya mohon, Tuan Putri! Jangan membicarakannya!" Saat dia berdiri, potongan-potongan jerami jatuh dari pakaiannya yang robek, tubuhnya masih goyah. Aku juga ikut berdiri, meraih lengan gadis itu untuk menenangkan dirinya. "Saya baik-baik saja, sungguh, Tuan Putri. Saya hanya perlu mengantar kuda Tuan Zabuza sekarang."

Tuan Zabuza. Tidak diragukan lagi, itulah Tuan Zabuza, ksatria yang mengalahkan Sasuke di turnamen. Dia pastilah ksatria jangkung berambut gelap yang tinggal di sini setelah yang lain pergi. Aku teringat peringatan Sasuke untuk menjauh darinya.

"Kau tidak mungkin ..."

"Sakura!"

Kudengar suara Akane dari ujung kandang dan dia sedang melihat ke kiri dan ke kanan kios kuda. Akane terus berjalan sambil mencari-cari aku.

"Di sini, Akane!" jawabku dan melambaikan tangan ke arahnya. Akane mengumpulkan roknya dan berjalan dengan cepat ke sisi lain bangunan. Setelah Akane menghampiriku, dia mengamati gadis di kios dan kemudian melihatku dengan khawatir.

"Aku dihentikan oleh Ibu Kushina," jelas Akane. "Walaupun kau baru sekali bertemu dengannya, tapi aku yakin kau sudah tahu betapa sulitnya Ibu Kushina berhenti bicara. Apa yang terjadi?"

"Ada beberapa ksatria di sini ..." aku mulai bicara.

"Kumohon, Tuan Putri," gadis itu memelas. Dia ulurkan tangan seolah-olah hendak mengambil tanganku. "Saya tidak ingin memulai masalah."

"Masalah?" tanyaku. "Kau tidak melakukan kesalahan apa pun."

"Tuan Zabuza menyuruh saya untuk mengantar kudanya," kata gadis itu lembut. Dia raih tali kekang dari dinding kandang dan mulai berjalan menuju pintu kios. "Sebaiknya saya ke tempat pandai besi sekarang."

"Dia salah satu pria yang menyakitimu, bukan?" tanyaku, menggenggam lengannya. Mata gadis itu melesat dariku, ke Akane, dan kemudian kembali lagi padaku.

"Tuan Zabuza tidak menyakiti saya, Tuan Putri." Gadis itu menarik bahunya, seolah-olah sedang berusaha untuk kembali meringkuk ke tanah.

"Tidak menyakitimu!" ejekku, sambil menunjuk pakaiannya yang robek dan kusut.

"Itu haknya," kata gadis berambut gelap itu sambil mengangkat bahu.

"Sakura," Akane meletakkan tangannya di lenganku. "Apa yang terjadi?"

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang