Bab 37

7.9K 642 141
                                    

• Uchiha Sasuke •

Jantungku berdetak begitu kencang, entah karena gembira atau teror.

Meski aku belum pernah dengar jerit seperti itu keluar dari mulut Sakura, tapi aku tahu itu pasti dia. Entah karena intonasi suaranya atau mungkin hanya keyakinan semata, tapi aku tahu istriku ada di sana dan menangis kesakitan.

Dia masih hidup.

Aku hampir jatuh dari tangga karena begitu tergesa-gesa, aku berlari sekencang mungkin menuju sumber suara. Kudengar langkah Naruto di belakangku saat mengitari sudut ruangan dan memandangi deretan pintu berpalang. Naruto memanggilku - memperingatkan aku agar hati-hati, tapi aku nyaris tidak dengar ucapannya. Sakura sudah dekat dan dia butuh aku. Tak satu pun dapat memperlambat langkah ini.

Pintu menuju ujung koridor gelap itu sebagian terbuka dan kerlip cahaya dari dalam dapat terlihat. Aku berbalik dari lorong dan masuk ke pintu sel. Kudorong pintu ke samping dan mataku jatuh pada dua sosok di sisi seberang ruangan.

Salah satunya adalah Sakura. Dia berbaring di lantai beralaskan jerami tua, kedua kaki meringkuk dan lututnya nyaris menyentuh dada. Bahkan ketika aku masuk, Sakura kembali menjerit, tubuhnya gemetaran hebat.

Sosok lainnya adalah seorang penjaga yang memunggungiku. Dia berlutut di lantai, di depan Sakura, tangannya terulur untuk meraih tangan Sakura ketika dia kembali menjerit. Aku masih memegang pedang, kudekati dia dari belakang dengan maksud untuk mengakhiri hidupnya.

Namun siluetnya terlihat akrab bagiku, dan aku kenal dengan suara erang kesakitan saat Sakura meremas tangan pria itu. Sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu dengannya, tapi pria ini kukenal dengan baik. Dia berbalik saat mendengar kami masuk, dan kulihat wajah dari pria yang sangat kupercayai itu.

"Shikamaru!"

"Rajaku!" jawab Shikamaru, namun tatapan matanya tidak menunjukkan rasa lega. Dia cepat-cepat berbalik ke arah Sakura. "Rajaku ... kurasa ... aku yakin Ratu Sakura akan segera melahirkan."

Seakan diberi isyarat, Sakura kembali menjerit. Suaranya terdengar panjang dan bernada rendah, Sakura memeluk perutnya ketika menjerit. Aku nyaris mendorong Shikamaru ke samping ketika berlutut di samping istriku, lalu rebah di samping Sakura agar aku bisa memeluknya dengan benar. Tanganku menyusuri kedua sisi wajah Sakura yang berlinang air mata dan aku memiringkan kepala Sakura agar menatap ke arahku.

"Sakura," bisikku, dan kulihat matanya melebar sebelum tangisannya meledak.

"Sasuke! Sasuke!" teriaknya. "Apa kau benar-benar di sini? Sungguh? Aku tidak bermimpi?"

"Aku di sini, istriku," kataku dengan lembut.

Sakura sepertinya hendak mengatakan sesuatu, namun dia kembali menjerit. Aku beralih ke Naruto.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanyaku padanya.

Naruto mundur selangkah dan meletakkan tangan di atas pelindung dada.

"Lakukan?" seru Naruto. "Apa maksudmu lakukan?"

"Anakku akan lahir! Bukankah kita harus melakukan sesuatu?"

"Aku tidak tahu!" jawab Naruto.

"Kau punya anak dari adikku!"

"Kalau begitu tanyakan padaku bagaimana caranya membuat Yukari, bukan bagaimana dia dilahirkan!" balas Naruto.

"Mungkin kau tahu-"

"Ayumi," sela Shikamaru, dan aku minta penjelasan padanya. Shikamaru mengangguk dengan tegas. "Dia pelayan Karin, tapi sekarang ditugaskan di dapur Tsurui. Ayumi punya beberapa orang anak, dan dia juga sering membantu persalinan. Dia pasti tahu apa yang harus dilakukan."

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang