Bab 28

5.1K 495 45
                                    

Meskipun dia telah pergi beberapa menit yang lalu, namun gema ancaman Orochimaru masih membayang di seluruh ruangan. Walaupun aku tahu Sasuke benar-benar serius saat dia bilang akan melindungiku meski apa pun yang terjadi, tapi aku juga sadari terkadang keinginan untuk melindungi tidaklah cukup, dan hal ini membuat tubuhku kedinginan. Orochimaru seorang pria yang jahat, penuh dengan obsesi, dan dia tidak akan berhenti sampai Konohagakure benar-benar berada di bawah kendalinya. Jika dia tidak bisa merebut kerajaan ini dengan akal bulusnya, dia akan ambil alih secara paksa. Jika itu terjadi, hanya Tuhan yang tahu bagaimana nasib mereka yang mendukung kerajaan kami.

Dengan mata yang masih berapi-api, Sasuke berbalik, dia lalu menatapku sambil meraih tangan ini. Sasuke menarikku lebih dekat padanya dan kami saling bertatapan. Mungkin kami akan terus berdiri di sini sampai malam tiba jika seorang utusan tidak muncul di ambang pintu.

"Tuan Muda Sasuke, Yang Mulia Ratu meminta kehadiran Anda di kamar Yang Mulia Raja," kata sang utusan.

Sasuke kembali menatapku dan aku langsung meraih lengannya. Kami berjalan dalam ketakutan menaiki tangga sempit menuju kamar Raja Konohagakure. Ketika kami masuk, kulihat Ibu Rin duduk di samping tempat tidur Sang Raja, tangannya menyentuh pelan lengan Ayah Obito. Ibu Rin menghabiskan sebagian besar waktunya di kamar ini semenjak Ayah Obito terbaring lemah.

"Ibu?" kata Sasuke dengan lembut ketika kami mendekat.

Ibu Rin menoleh untuk memandangi kami dan tidak perlu pertanyaan kenapa kami diminta ke sini. Ayah Obito sedikit memiringkan kepala dan pandangan matanya jatuh pada Sasuke. Sasuke melepaskan tanganku dan segera beranjak ke sisi tempat tidur. Ibu Rin berdiri dengan kaki gemetar dan berjalan perlahan ke arahku.

Kuulurkan tangan dan menyentuh bahu Ibu Rin. Dia menatapku sendu, matanya merah dan bengkak, namun meski begitu, ekspresinya masih tenang. Ibu Rin berusaha tersenyum kecil padaku, namun senyum itu lekas hilang.

"Aku tahu hari ini akan segera datang," akhirnya Ibu Rin berbisik. "Kita semua sudah tahu, bukan? Walaupun begitu ... sepertinya tetap saja aku belum siap."

Suara Ibu Rin terdengar serak saat mengucapkan kalimat terakhir. Untuk sejenak aku terus mengusap punggung tangan Ibu Rin.

"Setidaknya, aku tahu dia mencintaiku," kata Ibu Rin dengan lembut. "Berapa banyak Ratu yang bisa mengatakan hal ini?"

Senyum Ibu Rin melebar, meskipun berlinang air mata. Aku langsung memeluk Ibu Rin. Lewat bahunya, kulihat Sasuke bersama Sang Raja, mereka saling berpegangan tangan dan Sasuke membungkuk untuk mendengarkan kata-kata Ayah Obito.

Ibu Rin perlahan melepaskan pelukanku, namun kami masih tetap bergandengan tangan. Ibu Rin memberi isyarat agar kami duduk di sofa yang letaknya agak jauh dari tempat tidur. Sang Ratu berkali-kali menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dia perhatikan Ayah Obito dan Sasuke yang berada di sisi lain ruangan.

"Kita beruntung, Sakura," kata Ibu Rin, "karena ada pria seperti mereka yang mencintai kita."

Aku menunduk, tatapanku terpaku ke pangkuan sambil bertanya dalam hati apa benar ucapan Ibu Rin itu. Kurasa ekspresi di wajahku mencerminkan bagaimana perasaanku saat ini.

"Ada apa?" tanya Ibu Rin.

Aku menggeleng. Ibu Rin mengencangkan cengkeramnya di tanganku.

"Ada apa, Sakura?" ulangnya. "Kau sedang gundah."

Kulihat sisi lain ruangan, tempat Sasuke duduk bersama ayah angkatnya, dan tanpa sadar air mataku tergenang. Aku mengerjap beberapa kali.

"Terkadang aku bertanya-tanya apa dia masih mencintaiku," kataku pelan.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang