Bab 12

8.8K 700 75
                                    

Kuambil ketel dari perapian dan menambahkan air panas ke dalam wadah. Sasuke buka pakaian saat aku membasahi handuk untuknya. Ketika dia melepas kemeja, sudut mataku memerhatikan garis-garis otot dada dan perutnya. Sasuke menyeringai, jadi aku cepat-cepat memalingkan muka karena malu.

"Lihatlah aku semaumu," kata Sasuke. "Aku hanya bisa berharap itu tatapan apresiasi darimu."

Sambil menghindari tatapan Sasuke, aku kembali menyibukkan diri dengan mengetes suhu air dan memastikan semua yang kubutuhkan sudah tersedia. Sasuke tertawa pelan, lalu dia berdiri di belakangku. Jemarinya bertumpu di pinggang ini.

"Apa yang kau suka?" Sasuke bertanya dengan pelan. Dia bertanya langsung, jadi mau-tidak-mau aku harus memberinya jawaban. Aku berpikir sejenak sebelum bersuara, mencoba menyembunyikan rasa malu ini.

"Garis-garis tubuhmu," kataku. "Aku suka dengan garis yang dibuat oleh ototmu di sepanjang dada dan perut."

"Hmm." Sasuke mengencangkan cengkeramannya di pinggang dan membalikkan tubuhku. Aku mendongak agar dapat memandangi mata Sasuke, berusaha memahami arti dari gumamannya. Dalam waktu singkat kami bersama, aku memang kagum dengan fitur luar biasa Sasuke. Entah kenapa saat ini aku sungguh ingin menyentuh wajahnya, apa dia akan keberatan? Kulihat ke dalam mata Sasuke, ekspresinya pasif. Entah jawabanku tadi memuaskannya atau tidak.

"Apa itu salah?" tanyaku dengan ragu.

"Tentu saja tidak," kata Sasuke sambil menggeleng. "Aku hanya tertarik dengan tanggapanmu. Apa yang kusukai ketika melihat tubuhmu adalah kelembutanmu ... lekuk tubuhmu. Aku tertarik dengan tanggapanmu, karena tampaknya kau lebih menyukai hal sebaliknya."

"Sepertinya lebih pas ... untuk seorang pria."

"Kurasa memang begitu." Sasuke mengangguk. "Selama ini yang kupikirkan hanyalah bagaimana kekuatan otot dapat memberiku keuntungan dalam pertempuran, tak pernah aku mempertimbangkan bagaimana hal itu dirasakan oleh orang lain. Tapi tentu saja, tidak ada yang pernah membasuh tubuhku sebelumnya. Ya, tidak ada ... setidaknya dalam waktu yang lama."

"Kapan terakhir kali seseorang membasuh tubuhmu?" tanyaku, dan kemudian aku sadar aku tidak ingin tahu jawabannya.

"Wanita yang merawat aku dan Akane ketika kami masih kecil dulu, dia yang membasuh tubuhku terakhir. Aku sungguh tidak bisa memercayai pelayan setelah kami meninggalkan Tsurui - tidak pernah kubiarkan seorang pun mendekatiku."

"Tapi kau ... kau percaya padaku untuk melakukannya?"

Sasuke menatapku dengan tajam sejenak, dan kulihat ada keraguan di matanya meskipun dia cepat-cepat menghilangkannya. Dada Sasuke naik ketika dia menghirup napas dalam-dalam sebelum bicara

"Aku sama sekali tidak khawatir ketika kau membasuh tubuhku," kata Sasuke. "Ketika kau mencukur mukaku ... ya, harus kuakui, itu agak sulit. Belum pernah kubiarkan seorang pun mencukur mukaku sebelumnya, dan aku tidak terbiasa berada dalam posisi rentan seperti itu."

Entah bagaimana aku harus menanggapinya. Meskipun begitu, aku tidak kaget dengan ucapan Sasuke. Kulihat Sasuke memang begitu tegang ketika aku memegang pisau cukur di dekat tenggorokannya, dan dia langsung rileks ketika aku selesai mencukur. Dia gugup selama aku bekerja.

"Apa kau ingin aku ... memulai? Membasuh tubuhmu, maksudku?"

"Tentu saja," jawab Sasuke, matanya berbinar. Sasuke lalu berputar, rupanya dia berharap agar aku mulai dengan punggungnya. Tanganku bergerak perlahan di atas bahu suamiku dan turun ke pinggangnya. Tetesan air hangat dari handuk menetes di kulit Sasuke, mengalir cepat di atas garis-garis otot sebelum membasahi kain celana linennya.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang