Bab 21

5.6K 565 77
                                    

Perjalanan kami kembali ke Kastil Konohagakure berjalan dengan lancar. Hanabi terlihat semangat dan tampak takjub dengan perbedaan hidupnya pagi ini dengan sekarang. Aku belajar sedikit tentangnya. Dia berasal dari Kirigakure, orang tuanya meninggal ketika dia masih kecil, dan usianya baru saja menginjak lima belas tahun. Energi Hanabi seperti tak ada habisnya. Dia terus mengucapkan terima kasih pada Sasuke karena telah mengizinkannya ikut bersama kami, sampai Sasuke muak dan lelah lalu akhirnya berteriak pada Hanabi untuk jangan bicara lagi. Hanabi langsung tutup mulut, dia tidak lagi bicara selama sisa perjalanan.

Saat kami tiba di Konohagakure, malam sudah larut, dan aku terpaksa harus berpisah dari Sasuke. Siklus bulananku telah dimulai dan aku sama sekali tidak boleh melakukan kontak apa pun dengan lelaki tanpa pengawasan selama periode waktu ini. Termasuk suamiku sendiri. Ini waktu yang sakral bagi para wanita dan kami cenderung saling terikat. Setidaknya, tradisi ini sudah sangat kukenal. Tradisi ini sama seperti yang dilakukan di Kerajaan Otogakure.

Baik Raja maupun Ratu Konohagakure menyambut ketika kami tiba. Ibu Rin dengan cepat menugaskan Izumi menyiapkan tempat tidur untuk Hanabi di kamar pelayan, jadi Hanabi dapat membantu aku menyiapkan barang-barang selama masa isolasi.

Sasuke jelas tertekan dan bahkan marah ketika aku mengumpulkan beberapa potong pakaian dibantu oleh Hanabi untuk pindah ke Ruang Khusus Perempuan selama datang bulan. Sasuke melampiaskan kekesalannya pada semua orang yang mendekat, terutama Hanabi. Sasuke membentaknya di tiap kesempatan sampai Hanabi benar-benar meringkuk di belakangku kapan pun Sasuke bergerak.

"Sasuke," kataku pelan, berusaha meyakinkannya. Kami tidak seharusnya saling bersentuhan. Tapi tampaknya ucapanku tidak mempan.

"Apa aku tidak bisa lagi bicara berdua saja denganmu?" Sasuke mendekat sambil menunduk ke arahku, tatapannya tampak putus asa dan penuh permohonan.

"Ini ... tidak baik, Sasuke," aku balas berbisik. "Kau tahu benar aturan ini ..."

Sasuke berbisik, menggeramkan sumpah-serapah sambil menarik-narik helaian rambutnya dan menatap langit-langit. Dia melihatku sejenak dengan dahi berkerut dan bibirnya membentuk garis tipis. Pandangannya kemudian beralih ke Hanabi yang masih berdiri di ambang pintu, mata Sasuke memelototinya dengan penuh kebencian - seolah-olah siklus bulananku ini salah Hanabi. Akhirnya Sasuke menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan keras dan keluar dari kamar kami.

Hanabi tampak lega dengan kepergian Sasuke. Kucoba tersenyum untuk meyakinkannya. "Butuh waktu untuk dapat terbiasa dengannya," kataku. Hanabi perlahan mengangguk dan kembali menunduk. Kekaguman yang dirasakan Hanabi pada Sasuke karena telah menyelamatkannya berubah cepat jadi ketakutan. Kuharap aku bisa bilang pada Hanabi bahwa Sasuke itu bagai anjing ompong - hanya keras menggonggong, namun tidak akan menggigit - tapi itu tidak bisa kulakukan. Aku tahu gigi Sasuke-ku cukup tajam.

Setelah semuanya terkumpul, aku dan Hanabi berjalan melewati ruang rekreasi dan keluar dari kamar. Sasuke berada di lorong, dia sedang bicara dengan pengawal, Kakashi. Dia menunjuk ke arah Ruang Khusus Perempuan.

"... kecuali jika dia sudah terkunci di balik pintu itu," kata Sasuke, "kau tidak boleh membiarkannya hilang dari pandanganmu sedetik pun. Yamato akan menggantikanmu saat senja dan kau harus menggantikannya saat fajar."

"Tentu saja, Tuan Muda Sasuke," kata Kakashi sambil mengangguk.

"Dia tidak boleh sendirian, apa sudah jelas?"

"Ya, Tuan Muda Sasuke."

Sasuke selangkah lebih dekat ke arah pemuda itu, dia berdiri tegak sambil memelototinya. Suara Sasuke terdengar tenang, gelap, dan tegang melewati giginya yang terkatup.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang