Bab 11

8.5K 705 74
                                    

"Apa kau sama sekali tidak ingat orang tuamu?" tanya Sasuke.

"Tidak," jawabku. Setelah dari pasar, kami kembali ke kamar. Karena matahari telah terbit tinggi, Sasuke mengaku lapar. "Aku masih kecil saat mereka berdua meninggal. Yang kutahu hanyalah Ayah meninggal sebelum Ibu, dan nama keluargaku adalah Haruno."

Sasuke membuka pintu menuju ruang rekreasi dan kami berjalan masuk. Sudah ada piring berisi sup, buah, dan roti yang tertata rapi di meja. Kakashi yang diam-diam mengikuti kami di belakang berhenti di depan pintu dan berdiri diam di sana. Sasuke memelototinya, namun tidak mengatakan apa-apa.

"Aku belum pernah dengar nama Haruno sebelumnya," kata Sasuke. "Papa kenal dengan beberapa keluarga dari Desa Takaharu, tapi aku tidak ingat ada yang bernama Haruno. Ayah juga pernah menghabiskan waktu beberapa bulan di sana. Omong-omong, barangmu dari Kerajaan Otogakure sudah tiba kemarin. Akan kuminta Kakashi menyuruh seseorang untuk mengambilnya. Itu akan memberinya kesibukan daripada sekadar termenung berdiri di depan pintu terkutuk itu."

"Barangku?" ulangku, berusaha tidak memedulikan ledakan kecil Sasuke. Jujur saja, aku takut Sasuke akan menggunakan kekerasan untuk mengusir Kakashi ketika kami berjalan keliling pasar tadi.

"Ya, beberapa potong pakaian, sisir, dan mangkuk yang kauinginkan."

"Oh! Mangkuk itu!" seruku. Aku sudah melupakannya. Sungguh, kukira Sasuke hanya basa-basi saja menyuruh seseorang untuk mengambilnya. Dalam euforia kebahagiaan, aku berbalik dan langsung melingkari leher Sasuke dengan lenganku. "Terima kasih banyak, Sasuke."

"Sama-sama," dia terkekeh. Tangannya beristirahat di pinggulku. "Kalau begini reaksimu, akan kubawakan hadiah untukmu setiap hari."

Tentu saja aku tersipu malu dan segera melepaskan lenganku darinya. Aku pun terkejut dengan reaksiku sendiri. Aku berbalik dari Sasuke dan berjalan ke perapian untuk menambah kayu bakar.

"Kurasa itu tidak perlu," kataku.

"Bagaimana kalau aku hanya ingin melakukannya?" tanya Sasuke. Dia muncul di belakangku, memutar tubuhku, dan menyentuh daguku dengan ujung jemarinya, tapi aku tidak bisa melihat ke dalam matanya.

"Tidak ada yang kubutuhkan," kataku lembut. Membayangkan Sasuke membawa hadiah sungguh membuatku tidak nyaman. Selain itu, ada begitu banyak hal di ruangan ini daripada seluruh kombinasi hal yang kuinginkan dan butuhkan.

"Tapi apa yang kauinginkan?"

"Tidak ada, Sasuke-ku ... Sasuke."

"Tidak ada?" tanya Sasuke. "Tahu tidak, aku punya sarana. Aku bisa mendapatkan apa pun yang kauinginkan. Pakaian, perhiasan, makanan dari wilayah eksotis ... apapun itu."

"Sungguh, tidak ada."

"Tidak ada yang kauinginkan?" Sasuke kembali bertanya, jelas dia tidak percaya. "Tidak ada?"

"Kurasa memang tidak ada," jawabku pelan. Apa aku tidak menjawab pertanyaan Sasuke dengan benar? Apa aku harus meminta berbagai hal pada Sasuke? Tuan Putri Karin memang meminta hadiah pada mereka yang akan mengunjungi kastil, terutama jika orang tersebut berpotensi untuk melamarnya.

"Apa kau ingin aku menciummu lagi?"

Pertanyaan Sasuke yang tiba-tiba ini membuatku lengah, karena aku tidak menyangka dia akan berkata seperti itu. Aku menatap mata Sasuke, dan matanya terlihat terang dan ceria. Bibir Sasuke membentuk senyum separuh saat lidahnya melesat keluar untuk membasahi bibir bawahnya.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang