Bab 6

8.3K 733 21
                                    

Aku melirik Sasuke, berusaha mencari tahu apa aku diizinkan untuk mengikuti Ratu Konohagakure, tapi dia tidak menatapku. Dia terus mengawasi Raja Obito. Mereka saling bertatapan.

"Tuanku?" tanyaku pelan, berupaya menarik perhatian Sasuke. Tatapan mata Sasuke yang awalnya tajam, melunak saat memandangiku sebentar, lalu dia kembali melihat Raja Obito.

"Pergilah," jawabnya. "Aku akan segera menjemputmu."

"Ya, Tuanku," jawabku dan kemudian kembali menatap Ibu Rin. Dia masih tersenyum padaku.

"Ikut aku, Sayang." Suara ramahnya bergema lembut di aula. Dia menuntunku ke pintu utama dan kemudian berhenti tiba-tiba. Dia bicara sendiri sambil balik badan. "Mungkin sebaiknya kita memilih rute ini."

Aku sejenak bingung, namun aku langsung paham saat kami berjalan lewat pintu belakang. Aku senang dengan ide Ibu Rin. Dia tahu aku enggan melewati para bangsawan. Pintu yang kami lewati ini mengarah ke koridor yang sempit dan agak curam. Aku melangkah hati-hati agar tidak jatuh. Ibu Rin sedikit mengangkat rok tebalnya yang indah itu ketika menaiki tangga dan aku terus mengikuti langkahnya.

Ketika kami sampai di anak tangga paling atas, dia buka pintu yang terbuat dari kayu dan melangkah ke koridor yang lebih lebar. Dari koridor itu, aku bisa melihat ke segala arah halaman kastil. Cahaya terang rembulan menerangi dinding dan lantai batu.

"Ruangan Sasuke di sana," kata Ibu Rin sambil menunjuk ke arah kanan. Dia kemudian menggeleng dan tertawa kecil. "Sepertinya aku harus bilang ruangan kau dan Sasuke, bukan? Kita akan segera ke sana agar kau bisa istirahat dengan nyaman. Ruanganku dan Obito turun lewat sini. Ruangan Akane ada di sana, di bagian tengah."

Meskipun kami belum diperkenalkan, tapi sepertinya wanita cantik berambut gelap yang menampar Sasuke tadi pastilah saudaranya, Nona Muda Akane. Tuan Muda Naruto benar - dia sangat marah dengan pernikahanku dan aku tidak bisa melakukan apa-apa, selain diam-diam bertanya seberapa besar salahku di matanya karena telah setuju menikah dengan Sasuke. Aku tidak paham bagaimana otak para bangsawan bekerja. Mereka begitu gampang menyalahkan orang-orang yang memiliki status sosial di bawah mereka. Sasuke sudah mendemonstrasikan tindakan semacam itu di depanku.

Kami melanjutkan perjalanan ke koridor kiri. Dari serambi ini aku terkejut ketika melihat tanaman hijau di bagian dalam kastil. Aku melangkah lebih dekat ke tepian serambi agar dapat melihat lebih jelas pemandangan ini. Ada taman yang indah di sana, dikelilingi dinding kastil yang tinggi, namun permukaan atasnya benar-benar terbuka menghadap ke langit. Taman ini bagai sebuah oase yang memesona di tengah-tengah dinding batu yang dingin.

"Indah, bukan?" kata Ibu Rin.

"Sangat indah," aku setuju. "Aku belum pernah melihat taman di bagian dalam kastil!"

"Taman di dalam kastil seperti ini memang belum umum," kata Ibu Rin. "Kakek Obito - Kakek buyut Sasuke - yang pertama kali membangunnya agar Ratu selalu dikelilingi oleh keindahan. Obito melanjutkan tradisi itu. Selain ini, kami juga menghias area taman di musim dingin, jadi akan selalu ada warna di taman."

"Ibu, Ayah kandung Sasuke adalah saudara Raja Obito, benar?" aku yakin dengan hal ini, tapi tak seorang pun memberitahuku apa tepatnya hubungan mereka. Sasuke memanggil Ibu Rin dengan sebutan Ibu, jadinya aku bingung.

"Ya," Ibu Rin menjawab dengan tenang. "Sasuke dan Akane telah memanggilku Ibu selama bertahun-tahun. Sasuke baru berusia tujuh tahun dan Akane enam tahun ketika mereka kehilangan orang tua."

Ibu Rin tidak berkata apa-apa lagi dan kami kembali berjalan melewati sepasang pintu kayu. Di dalam sini terdapat sebuah kamar yang dilengkapi dengan satu set tempat tidur berukuran besar dan di aula besarnya terhampar banyak tempat tidur berukuran satu orang. Ibu Rin menjelaskan ini adalah Ruang Khusus Perempuan - tempat di mana para wanita bangsawan bertemu dan mencari privasi dari suami mereka selama waktu-waktu tertentu. Mukaku memerah ketika paham arti sebenarnya - para istri datang ke sini saat datang bulan. Sebagai rakyat biasa, aku selalu diharapkan untuk menjaga diri sendiri, menyelesaikan tugas dengan cepat dan tanpa berinteraksi dengan pria mana pun selama datang bulan.

Requiem for a DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang