Part 6

13.8K 718 17
                                    

Meraih Cinta Bidadari Surga

“Assallamualaikum ….”

“Wa'alaikumussalam ….” Serempak semuanya menjawab.

“Eyang …!” Ara tersenyum dan langsung menghampiri wanita paruh baya yang semakin hari semakin terlihat anggun dengan tampilan busana syar’i nya. Sangat berbeda dengan dua tahun lalu, yang masih suka menggunakan sanggul khas wanita Jawa.

Ara meraih tangan Eyang Ratih dan menciumnya seperti biasa. Begitupun para karyawan lainnya.

“Oh ya, Arien, itu tolong bantuin Pak Hasan bawa makanan,” ujar Eyang Ratih kepada Arien.

“Wahh siap, Eyang!” Arien tersenyum lebar dengan tangan hormat dan langsung melesat keluar untuk membantu Pak Hasan membawa makanan.

“Mari Eyang duduk di dalam.” Ara membawa Eyang Ratih ke sofa kecil di ruangan belakang.

“Yang lain boleh makan dulu. Nanti kalau ada pembeli biar saya yang melayani,” ujar Ara kepada teman-temannya.

“Loh kamu sendiri tidak makan?” Eyang Ratih bertanya.

Ara tersenyum. “Ara lagi puasa, Eyang.”

“Astaghfirullah iya, Eyang lupa kalau hari ini hari senin.” Eyang Ratih menepuk dahinya sendiri, “Maafin, Eyang. Maklum sudah tua jadi pelupa,” imbuhnya sambil tertawa kecil.

“Ya Allah, Eyang … gak apa-apa.” Ara tersenyum. “Duduk, Eyang.” Ia mempersilakan.

Setelah duduk, Eyang Ratih tersenyum sambil mengelus pundak Ara. “Kalau begitu, nanti buka puasanya di rumah Eyang saja ya? Eyang akan masak yang banyak nanti malam.”

Ara tertawa kecil. “Tidak perlu, Eyang. Ara beli makan di warung saja sudah cukup.”

“Ehh, tidak boleh menolak rejeki!” Eyang Ratih mencolek hidung Ara, “Pokoknya nanti sore toko tutup jam 5 saja. Nanti biar Pak Hasan yang jemput kamu. Ya?”

“Apa gak terlalu merepotkan, Eyang?”

Eyang Ratih menggeleng cepat. “Tidak ada yang merasa direpotkan. Eyang justru sangat senang bisa lebih dekat dengan gadis sepertimu. Meski sudah lama di Jakarta, tapi unggah-ungguh mu sebagai orang Jawa tidak hilang sama sekali. Ditambah parasmu yang manis juga akhlakmu yang mulia. Subhanallah … Eyang bahkan berharap lebih padamu Ara.” Raut wajah yang telah mengeriput itu tersenyum menatap penuh binar, tangan kanannya mengelus lembut pipi Ara.

“Eyang Ratih jangan berlebihan memujinya. Saya jadi malu, terlebih jika nanti Eyang menemukan keburukan dari dalam diri saya. Saya takut … Eyang akan kecewa.”

“Ara … Ara,” Eyang Ratih tertawa kecil, “Ini juga jadi salah satu yang Eyang suka darimu. Selalu rendah hati. Tak pernah terlena oleh pujian.”

Ara hanya menunduk tersenyum malu.

“Pokoknya nanti malam, kamu buka puasa di rumah Eyang, ya?” Eyang Ratih menyentuh kedua tangan Ara, “Sekalian Eyang kenalin sama cucu Eyang.” Beliau menatap lekat-lekat gadis di hadapannya.

Wajah Ara terangkat, terkejut seketika. “Maksud, Eyang?” Ara mengernyit.

“Kamu masih ingat cucu Eyang yang kuliah di London, yang pernah Eyang ceritain ke kamu?”

Ara mengangguk pelan.

“Namanya Reihan Putra Ardiansyah. Usinya 27 tahun. Cucu Eyang satu-satunya. Dua hari lalu ia baru saja pulang. Hari ini, dia sudah mulai bekerja. Mengambil alih perusahaan Kakeknya.”

Ara hanya diam mendengarkan.

“ … Dan juga dia belum punya calon istri,” Eyang Ratih meremas pelan jemari Ara dan menatapnya dalam-dalam, “Eyang sangat berharap … kamu berjodoh dengan Reihan.”

Meraih Cinta Bidadari Surga (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang