Part 25

13.4K 1K 41
                                    


Paginya, Reihan keluar kamar sekitar jam enam. Aroma masakan menguar membuatnya lapar. Bibirnya terangkat saat melihat Ara masih mengenakan pakaian tidur panjang dengan celemek di badan sedang sibuk memasak. Sebuah pemandangan yang biasa sebenarnya, namun entah mengapa lelaki itu menatapnya begitu lama. Hingga tersadar saat Ara memanggilnya.

Reihan menghela napas pelan dan mengusap wajahnya perlahan. Kemudian melangkah mendekati Ara di dapur. Langkahnya berhenti di depan kulkas, membuka dan mengambil air putih dalam botol.

“Jangan minum dingin!” ujar Ara menghentikan gerakan Reihan yang hendak meneguk air dingin. Gadis itu segera mengambil gelas dan menuangkan air putih hangat.

Reihan hanya bergeming memperhatikan lalu menerima segelas air hangat yang diberikan Ara. Gadis itu mengambil alih botol air dingin dan memasukkannya lagi ke dalam kulkas.

“Jangan minum dingin dulu, minum air hangat lebih bagus. Apalagi kamu lagi sakit.” Dia tersenyum lalu kembali bertanya, “Kenapa sudah bangun? Masih sakit?” tanyanya tanpa ragu.

“Sudah mendingan. Aku hanya haus tadi,” jawab Reihan pelan setelah meneguk habis air hangat itu.

Ara mengambil lagi gelas yang sudah kosong dari tangan Reihan. “Ya sudah. Sekarang istirahat aja dulu. Aku belum selesai masak soalnya. Nanti aku bangunin kalau masakan sudah matang,”ucapnya kemudian melangkah menuju tempat cucian piring.

Reihan tak bisa berkata-kata, hanya diam dengan berbagai macam pikiran. Menatap sekilas lalu melangkah menuju sofa dan merebahkan tubuhnya di sana. Sesekali melirik Ara yang tengah sibuk di dapur. Senyuman tercipta saat bayangan manis mengitari otaknya.

*
Saat sarapan, lelaki dengan kaus coklat serta celana bahan selutut itu hanya duduk dan diam menerima pelayanan dari istrinya. Ada rona merah menghiasi wajahnya namun seketika rasa canggung menghampiri. Membuatnya salah tingkah dan bingung sendiri.

Reihan meletakkan sendok di atas piring, lalu menatap serius wanita yang duduk di hadapannya. “Aku minta maaf,” ucapnya ragu namun terdengar sangat jelas.

Ara mendongak dan mengerjap pelan. Mencerna ucapan Reihan. Maaf? Benarkah ini Reihan? Setelah sekian lama, baru kali ini ia mendengar kata maaf keluar dari mulutnya.

“Kamu dengar aku gak sih, Ara?!”

Ara tersentak, seolah baru tersadar dari lamunan. “Em, i-iya denger,” ucapnya gugup.

“Jadi?” Reihan menaikkan satu alisnya. Bertanya.

“Jadi apa?” Ara balik bertanya dengan polosnya.

Reihan menghela napas pelan dan sedikit mencondongkan tubuhnya di atas meja lalu menatap dengan serius. Ia mengatur napasnya agar bisa bicara dengan normal tanpa rasa gugup. “Em, aku- aku minta maaf jika selama ini punya salah sama kamu.”

Reihan menarik napas panjang sebelum kemudian berkata lagi, “Aku gak bisa kalau kayak gini terus. Semua menggantung tak jelas. Semalam aku sudah pikirkan, dan sudah kuputuskan.” Ia menghentikan kata-katanya. Membuat Ara semakin mengernyit. Pikirannya sudah ke mana-mana. Gadis itu menelan ludah menunggu dengan was-was.

“Bagaimana kalau kita---” Reihan kembali menggantungkan kalimatnya.

Ara semakin cemas. Cerai. Itulah yang dipikirkannya. Siap tidak siap ia harus siap dengan semua keputusan Reihan.

“Em, bagaimana kalau kita, saling mengenal satu sama lain?”

Ara tertegun dan semakin bingung.

Reihan pun segera melanjutkan ucapannya, “Aku ingin mengenalmu lebih jauh, dan kamu pun boleh mengenalku lebih jauh. Setelah itu, kalau ternyata kita sama-sama gak cocok---”

Meraih Cinta Bidadari Surga (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang