Part 21

12.1K 954 65
                                    


Reihan menjalankan mobilnya pelan saat melihat sosok wanita berjilbab tengah menelusuri pinggir jalan sendirian. Matanya menyipit memperhatikan. Tanpa sadar, ia terus mengikuti dari kejauhan.

Wanita itu berhenti di pinggiran toko yang tertutup saat hujan mulai turun cukup deras. Cukup lama Reihan memperhatikan. Gadis itu berjongkok, memeluk lutut, mengedarkan pandangan sejenak lalu tertunduk.

“Apa yang dilakukan gadis itu sebenarnya? Bodoh!” gerutu Reihan. Antara kesal dan kasihan, ia turun dari mobil setelah menyambar payung di bangku belakang. Berjalan pelan namun ragu untuk meneruskan langkahnya. Cukup lama ia berdiri di bawah derasnya hujan. Namun kemudian ia kembali melangkah setelah bergulat dengan berbagai pemikiran.

Langkahnya berhenti tepat di depan gadis itu. Kemudian saat menyadari kehadirannya, ia mendongak dan kemudian menampilkan ekspresi terkejut.

“Mas Reihan?!”

“Ngapain malam-malam di sini sendirian?!” Entah itu sebagai pertanyaan atau kemarahan. Reihan memasang wajah cukup serius.

Gadis itu pun segera berdiri. Tingginya yang hanya sebahu Reihan, membuatnya mendongak untuk menatap wajah pria dihadapannya. Mata bulatnya mengerjap pelan menatap Reihan lekat-lekat. Wajahnya mengernyit, bibirnya yang ranum bergerak-gerak seolah ingin mengatakan sesuatu namun tertahan. Entah apa yang ia pikirkan. Yang pasti tatapannya itu membuat Reihan tak tahan. Baru kali ini gadis itu berani menatapnya dalam-dalam.

“Jangan menatapku seperti itu!” Mata Reihan menatap tajam. “Sekarang pulang!” gertaknya lalu membalikkan badan dan melangkah pergi.

Namun langkahnya segera terhenti karena menyadari gadis yang beberapa hari lalu telah resmi menjadi istrinya tersebut masih berdiri di tempat. Reihan mendengus kasar, menoleh dan kembali melangkah mendekat.

“Mau semalaman di sini atau ikut aku pulang?!” gertaknya lagi namun dengan nada suara yang lebih rendah.

Ara justru menunduk. Tangannya mengusap sudut mata yang berair.

Reihan mengernyit. “Ya Tuhan … Ara, ayo kita pulang. Lagian kamu ngapain sih di sini malam-malam sendirian? Gak takut kalau tiba-tiba ada segerombolan preman atau pemabuk yang datang? Terus kamu kenapa-kenapa dan yang disalahin pasti aku nantinya. Ngerti gak sih?”

“Maaf,” lirih Ara masih tertunduk. Tangannya terus mengusap sudut mata.

Reihan mendesah panjang. Berdecak dan mengusap wajahnya kasar. Ia baru sadar, yang dihadapi kali ini bukanlah gadis kebanyakan yang ia temui. Ia memejamkan mata sejenak dan kemudian berucap, “Kita pulang sekarang.” Tanpa kata lagi, Reihan menarik tangan Ara. Membawanya berjalan bersama. Berada dalam satu payung di tengah derasnya hujan.

Ara menatap tangan Reihan yang menggandeng tangannya lalu mendongak menatap wajahnya yang memandang lurus ke depan tanpa ekspresi.

“Masuk.” Reihan melepaskan tangan Ara dan membuka pintu mobil. Gadis itu menurut dan segera masuk.

Reihan pun segera masuk ke mobil. Melipat payung dan melempar asal ke belakang. Melirik Ara yang masih menunduk dengan tangan memeluk tubuh. Reihan berdecak dan mendengus kasar. Kemudian melepas jaketnya dan memberikannya kepada Ara.

“Ini pake aja,” katanya datar.

Ara menoleh dan mengernyit.

“Pake ini. Kalau nggak, kamu bisa sakit karena kedinginan,” Reihan berkata lagi karena melihat Ara hanya bergeming.

“Aku gak apa-apa.” Ara kembali menunduk tanpa menerima uluran jaket tersebut.

Reihan memutar bola mata jengah. Menghela napas pelan dan menggigit bibir menahan emosi. Tanpa persetujuan, Reihan menaruh jaket di tubuh Ara secara paksa. “Tinggal pake aja susah banget sih. Kita tinggal satu atap. Kalau kamu sakit, siapa yang susah?!”

Meraih Cinta Bidadari Surga (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang