Part 12

11.7K 654 29
                                    

Meraih Cinta Bidadari Surga

Reihan turun dari tangga dalam keadaan sudah rapi siap kerja. Berjalan menuju meja makan seperti biasa.

“Selamat pagi, Mas Reihan,” sapa Mbok Sri yang sedang mempersiapkan makanan.

“Pagi, Mbok. Eyang mana? Kok belum turun? Belum bangun?” Reihan memandangi sekitar.

Mbok Sri terkekeh membuat Reihan mengerutkan keningnya. “Ditanya malah ketawa?” Reihan menarik kursi dan segera duduk.

“Lha Mas Reihan ini lucu. Masa iya, Eyang belum bangun. Eyang itu rajin, sebelum subuh juga sudah bangun. Ndak kayak, Mas Reihan ini,” Mbok Sri menutup mulut tertawa cekikikan sendiri.

“Ck, ngeledek! Mana sih, Eyang?”

“Sudah pergi, Mas. Eyang ada jadwal ke dokter pagi ini.”

“Ke dokter?” potong Reihan cepat.

“Iya. Biasa. Dua minggu sekali cek kesehatan. Masa ndak tau tho, piye jane?” Mbok Sri berdecak dan menggeleng.

“Ohh.” Reihan meneguk susu dalam gelas yang sudah disediakan.

“Dan sepertinya, Eyang marah sama Mas Reihan. Lawong Eyang milih pergi sendiri dibanding minta dianterin sama, Mas Reihan,” celetuk Mbok Sri.

“Lah kan ada Pak Hasan?”

“Pak Hasan lagi nganterin Mbak Ara ke bandara.”

“Ara?” Wajah Reihan mengernyit.

“Iya. Calon istrinya Mas Reihan.” Mbok Sri kembali cekikikan.

“Apaan sih calon istri! Siapa juga yang mau nikah!” Reihan menggigit roti dengan kasar. Entah mengapa ia selalu tidak suka dengan kata menikah atau pernikahan.

“Ealah … terus kalau ndak mau nikah, mau jadi perjaka tua?!”

Reihan memutar bola matanya malas. Tidak menanggapi perkataan Mbok Sri tapi mengganti dengan pertanyaan lain,”Ara pulang kampung? Kenapa?”

“Nah kan penasaran juga. Keluarga Mbak Ara lagi terkena musibah. Bapaknya masuk rumah sakit.”

“Hmm,” Reihan mengangguk-angguk biasa.

“Yawislah. Simbok mau ke dapur dulu. Diajak ngobrol terus malah pekerjaan ndak selesai-selesai!” Mbok Sri segera melangkah pergi namun tertahan oleh pertanyaan Reihan lagi.

“Kenapa harus dianterin sama Pak Hasan segala? Dan Eyang malah milih naik taxi? Aneh?”

“Kalau itu Simbok ndak bisa jawab. Mas Reihan tanya sendiri saja sama, Eyang nanti.” Mbok Sri pun segera berlalu.

Reihan menghela napas pelan dan kembali melanjutkan makan. Namun berbagai pertanyaan berputar di otaknya. Tak sabar, diraihnya ponsel yang berada dalam kantong celana dan langsung menekan nomor telepon yang dituju.

“Ada apa?!” Terdengar suara ketus saat sambungan telepon terhubung.

“Eyang dimana sekarang?”

“Masih peduli sama, Eyang?!”

“Eyang kok ngomongnya gitu sih?” Reihan mengernyit. Jengkel dengan perkataan eyangnya.

“Lah apa Eyang salah? Sudah tua tapi masih kabur-kaburan dari rumah!”

“Siapa yang tua?!” tukas Reihan cepat.

“Sudah tua tapi tidak pernah nyadar! Disuruh nikah susah! Masih suka kelayapan tidak jelas! Mau jadi apa kamu! Hah!” omel Eyang Ratih tak tahan.

Meraih Cinta Bidadari Surga (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang