Part 24

12.5K 891 29
                                    


Diluar sana banyak anak muda yang memperjuangkan cintanya, padahal cinta yang belum halal. Banyak yang rela berkorban demi kekasihnya, padahal belum terikat pernikahan.

Lalu kenapa harus malu dan takut saat memperjuangkan sebuah pernikahan. Berkorban demi meraih cinta yang halal. Kini tak ada lagi keraguan dalam hati, Ara telah bertekad untuk memperjuangkan cinta halalnya, dan melupakan pria yang tak seharusnya ada dalam hatinya.

‘Mas Reihan itu paling suka sarapan nasi goreng terus telurnya diceplok. Minumnya teh anget.’ Itu kata Mbok Sri kepada Ara waktu masih tinggal di rumah Eyang Ratih. Dan beberapa makanan kesukaan Reihan pun Ara telah tahu dari Mbok Sri.

Pagi ini, Ara pun memasak nasi goreng yang dicampur dengan sosis dan sawi hijau. Tak lupa telur ceplok juga lalap timun. Semua sudah ia persiapkan di atas meja makan, termasuk teh hangat. Setelah semua siap, Ara segera mandi sebelum Reihan keluar dari kamar.

Reihan keluar kamar dan langsung disambut dengan aroma masakan yang telah lama ia rindukan. Aroma masakan yang tak jauh berbeda dengan masakan eyangnya. Bibirnya mengulum senyum saat melihat makanan di atas meja makan. Ingin segera menyantap, namun ia urungkan. Lebih memilih duduk dan menunggu Ara keluar dari kamar.

“Kenapa lama sekali sih?” Reihan langsung berkata tanpa menoleh saat mendengar derit pintu kamar dibuka.

“Maaf. Baru selesai mandi.” Ara segera berjalan mendekati. “Apa ada yang kurang?” tanyanya saat telah sampai di depan meja makan.

Reihan menatap penampilan Ara yang cukup berbeda dari biasanya. Jika biasanya lebih suka memakai gamis warna gelap, kini justru memakai warna merah muda yang membuat wajahnya terlihat lebih cerah. Jika biasanya hanya wajah sendu dan murung yang terlihat, kini justru nampak lebih bercahaya. Make up tipisnya menambah kesan manis di wajahnya.

“Cepat duduk dan sarapan. Waktuku gak banyak. Aku bisa telat ke kantor,” kata Reihan kemudian, dengan membuang wajah.

“Em, kamu makan aja dulu. Aku nanti saja,” kata Ara ragu.

Reihan kembali menatap dengan alis menyatu. “Kamu nyuruh aku buat sarapan sendirian?!”

Ara gagap ingin menjawab.

“Cepat ambil piring, duduk dan sarapan!” tukas Reihan sebelum Ara berkata.

Meski masih terdengar ketus, Ara tersenyum saat mengambil piring. Setidaknya Reihan masih menghargainya, bersedia makan satu meja.

Reihan mengunyah pelan nasi goreng yang telah masuk ke dalam mulutnya. Sesekali melirik Ara yang makan dengan menunduk. Keduanya saling diam dengan berbagai pemikiran masing-masing. Hanya denting sendok yang beradu dengan piring memecah keheningan.

“Nanti malam pulang cepat ya?” kata Ara setelah sarapan selesai.

Reihan yang telah berdiri dan mengenakan jas melirik sekilas dan bertanya, “Kenapa?”

“Yang pasti, aku akan masak makan malam. Dan juga, aku ingin menyerahkan pembukuan dan uang hasil dari toko.”

Reihan menatap serius Ara. Mengernyit lalu kemudian berkata, “Nanti aku usahakan untuk pulang cepat.”

Meski ucapan Reihan terdengar datar, namun mampu membuat bibir Ara tertarik dan mengukir senyuman, hingga memperlihatkan lesung pipit di pipi kirinya.

Reihan hampir saja tak berkedip saat melihat senyuman itu. Sebuah senyuman yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Membuat dadanya sesak seketika. Buru-buru ia memalingkan wajah dan berkata, “Aku berangkat kerja dulu.” Kemudian melangkah menuju pintu.

Meraih Cinta Bidadari Surga (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang