Part 27

13.2K 1K 57
                                    


“Di luar lagi hujan deras. Kamu gak apa-apa, takutnya kamu sakit lagi,” ucap Ara pagi saat sarapan.

“Aku bukan anak kecil, Ara. Kena hujan dikit gak mungkin bikin sakit. Kemarin itu mungkin masuk angin karena kurang tidur. Lagian aku ke kantor kan naik mobil, keluarnya pake payung, jadi gak mungkin kena hujan,” terang Reihan panjang lebar kemudian menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

Tak ada lagi percakapan, mereka sibuk makan. Setelah selesai, Reihan segera masuk kamar untuk mengambil jas juga kunci mobil.

“Aku langsung berangkat ya, takut macet,” ucap Reihan saat keluar kamar melangkah menuju sofa untuk memakai sepatu.

“Reihan …,” panggil Ara pelan.

“Hm?”

“Kayaknya ada yang salah.”

Reihan mendongak dan mengernyit.

“Dasi kamu … kebalik,” ujar Ara dengan usaha menahan tawa.

“Hm?” Reihan menunduk memperhatikan dasinya yang ternyata memang terbalik. “Ya Tuhan ….” Ia segera melepas dasi dan memperbaiki.

“Sini aku bantuin,” Ara tiba-tiba mendekat dan mengambil alih begitu saja.

Reihan tercengang, menahan napas juga degup jantung yang mengencang. Bagaimana bisa dia jadi membatu hanya karena gadis itu membantu memasang dasinya.

“Sudah,” ucap Ara dengan senyuman, namun segeda menarik diri dan melangkah mundur saat sadar apa yang dilakukannya membuat lelaki itu terpaku.

“Hm ya sudah, aku langsung berangkat,” gugup Reihan berkata lalu berdiri dan segera melangkah membuka pintu. “Oh ya, kalau nanti masih hujan, kamu gak usah berangkat. Bisa kehujanan nanti kamu,” ujarnya pada Ara yang dibalas dengan anggukan dan senyuman.

**

Reihan memasuki kantor dengan senyum merekah. Hujan deras dan macet di perjalanan tak membuatnya marah-marah seperti biasa. Semua pegawai menyapa dengan ramah, yang dibalas Reihan dengan senyum sumringah. Membuat beberapa pegawai heran dan merasa aneh.

"Maaf Pak, saya terlambat. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi." Seorang pria muda menghampiri dengan suara terengah. Wajahnya gugup menunduk. Pakaiannya sedikit basah.

Reihan tersenyum dan menepuk pelan pundaknya lalu berkata, "Tidak apa-apa. Saya maklum, di luar hujan deras. Sekarang kembalilah ke meja kerjamu."

Pria tersebut memandang Reihan tak percaya, namun segera mengucapkan banyak terima kasih. Beberapa pegawai merasa aneh dengan sikap bosnya yang tiba-tiba begitu bersahabat. Tidak seperti biasanya yang selalu marah-marah tanpa sebab.

Reihan duduk bersandar di kursi ruang kerjanya. Pulpen di jarinya diketuk-ketukan di atas meja. Bibirnya tersungging saat membayangkan wajah Ara. Senyumnya yang menggoda mampu membius kesadaran. Tatapan teduh matanya mampu menyandera seluruh raga. Tawanya mampu membuat terpana seketika. Sepertinya gadis itu telah menjadi candu bagi Reihan.

Reihan tersadar dari lamunan ketika pintu ruangan di ketuk.

"Masuk!” kata Reihan dan segera memperbaiki posisi duduknya.

"Selamat pagi Reihan?" sapa wanita dengan rambut yang digelung rapi pagi ini. Masuk dengan membawa secangkir kopi.

"Pagi juga Dewi,” balas Reihan.

Diletakkan kopi itu di atas meja kerja, kemudian dia mendekat, tangannya merangkul leher Reihan dan memeluk dari belakang. “Lo kemarin sakit ya?” bisiknya lembut di telinga, “Maaf gue gak bisa jengukin lo, takut kalau---”

Meraih Cinta Bidadari Surga (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang