Saya share lagi deh, hehe. Gak tega juga buat yang gak bisa beli novelnya. Kalian tetap kesayanganku🤗😘
Ara membolak-balikkan badan tak tenang. Berusaha memejamkan mata namun tetap saja tak bisa. Ia pun menghela napas panjang kemudian memilih duduk.
Namun tiba-tiba saja pintu kamar berderit terbuka. Ara hampir saja terlonjak dari tempat. Dadanya semakin berdebar tak karuan saat melihat sosok pria berkemeja putih memasuki kamar.
Reihan pun sama terkejutnya. Untuk beberapa saat tatapan mereka saling bertemu dan ketegangan mulai terasa. Di dalam kamar, hanya ada mereka berdua.
“Belum tidur?” Reihan memulai lebih dulu untuk bertanya. Meski jelas terdengar kecangguan dari suaranya.
“Belum, Mas.” Pelan sekali Ara bersuara. Untung saja indera pendengaran Reihan masih tajam. Jadi ia masih bisa mendengar.
“Sudah tengah malam. Istirahatlah. Aku ganti baju dulu.” Reihan mulai berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian ganti.
“Mas ….” Suaranya yang pelan terdengar lebih seperti bergumam dibanding panggilan. Namun Reihan mendengar dan menoleh.
“Iya?” Tatapan mereka kembali bertemu. Ketegangan kembali menyapa. Ara menelan ludah, bibirnya tiba-tiba kelu ingin berucap.
Melihat Ara yang justru terdiam seolah bingung ingin berkata, Reihan kembali bertanya, “Ada apa?”
“Emm, Mas Reihan gak keberatan kalau aku tidur di sini?” Ara kembali menelan ludah, setelah mengeluarkan pertanyaan yang aneh tentunya. Wajahnya terlihat semakin pucat. Entah pucat karena sakit, atau karena rasa malu dan canggung.
Reihan bergeming sesaat kemudian menjawab, “Tidurlah. Aku ganti baju dulu.” Tanpa banyak kata lagi, ia segera pergi ke kamar mandi dengan membawa baju ganti.
Setelah tubuh Reihan menghilang dari balik pintu kamar mandi, Ara menghela napas panjang seraya mengelus dada. Menyandarkan tubuhnya, dan bergelut dengan berbagai macam pikiran.
Tak lama, Reihan pun keluar kamar mandi telah berganti baju dengan kaos putih polos serta celana tidur panjang. Ara kembali menoleh, dan tatapan mereka pun kembali bertemu.
Reihan berjalan pelan sambil berkata, “Kenapa gak tidur? Sudah tengah malam.”
“Em, e be-belum bisa tidur,” jawabnya terbata saat Reihan berjalan mendekat. Tak berani lagi menatap, Ara lebih memilih menunduk.
“Jangan takut. Tidurlah. Aku akan tidur di sofa saja.” Reihan mendekati ranjang ternyata hanya untuk mengambil bantal.
Mendengar ucapan Reihan, Ara segera menoleh. “Mas, tidur di sofa?” Sebuah pertanyaan yang entah mengartikan keterkejutan atau ketidakrelaan. Ara mengerutkan dahi menunggu jawaban.
“Iya. Sudahlah. Ini sudah tengah malam. Sebaiknya kita istirahat. Selamat malam.” Ekspresi datar dan tanpa senyum, Reihan melangkah menuju sofa biru tua berukuran cukup besar tak jauh dari ranjang.
Tatapan Ara mengikuti langkah Reihan yang menuju sofa untuk menaruh bantal, kemudian mengambil selimut di dalam lemari. Tak ada kata-kata lagi, lelaki itu segera merebahkan tubuh di atas sofa dan menarik selimut kemudian memejamkan mata.
Ara terus menatap Reihan dengan tatapan entah. Ekspresinya juga datar dengan bibir terkatup rapat. Tentu saja ada banyak pertanyaan yang berputar di otaknya. Sayangnya, Ara adalah tipe orang yang lebih banyak memendam. Berbagai macam pemikiran tak mampu ia keluarkan melalui kata-kata. Diam dan mengalah. Kalau hati sudah lelah, air matalah yang bicara.
**
Ara dibangunkan oleh suara adzan di ponselnya. Setelah kesadarannya telah penuh, ia turun dari ranjang. Menatap sekilas Reihan yang masih terlelap di sofa. Sedikitpun tak bergerak. Sepertinya lelaki itu sangat nyenyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraih Cinta Bidadari Surga (Selesai)
SpiritualAraselly Salsabella adalah seorang gadis biasa dari Jawa, yang merantau ke Jakarta untuk bekerja juga berharap bisa meraih cita-citanya, kuliah dan menjadi seorang penulis juga guru. Orang tuanya mendesak agar ia segera menikah saja. Akhirnya Ara m...