2.

23.5K 816 31
                                    

Hari itu, sekolah berakhir jam 11.00. Jadi, tengah hari Kimberly menyempatkan diri mengunjungi Vincent di tempat kerjanya.

Kimberly tiba di depan sebuah kelab malam bernama Roxy. Kelab masih tutup. Namun, bukan berarti tidak ada orangnya. Beberapa pegawai berada di dalam dengan kesibukan masing-masing. Bahkan mungkin pemiliknya juga ada di dalam. Tidak ada yang menjaga pintu depan, jadi Kimberly masuk sendiri. Beberapa pria yang sedang bersih-bersih di lounge terkejut melihatnya.

Kehadiran seorang wanita muda dengan pakaian sopan seperti Kimberly, sangat langka di tempat itu. Dia seorang guru TK, berada di tempat seperti itu walaupun belum jam malam, tetap saja menimbulkan persepsi yang tidak lazim.

"Aku kemari mencari Vincent Black. Apa ia ada?" tanya Kimberly dengan tatapan tidak dapat dibantah. Seorang pemuda berambut mohawk warna merah, bernama Jeff. menjawab terbata-bata. "Ya, ia ada, tetapi ...."

Kimberly menoleh ke lantai dua yang terdapat beberapa ruang bertuliskan Private dan satu ruangan bertuliskan Office. "Bagus!" serunya tegas. Dengan cepat dia menuju ruangan bertuliskan Office. Vincent adalah pemilik kelab. Jadi, Kimberly berpikir kemungkinan besar ia ada di ruangan itu dan dugaannya tidak salah.

Tanpa mengetok, Kimberly membuka pintu. "Vincent, aku ...."

"Bangsat!" Seorang pria bertubuh kekar terlonjak dari sofa. Saat itu juga ia bisa mati berdiri melihat sesorang yang 'sangat tidak diharapkan' masuk mendadak ke dalam ruangannya. Vincent Black sedang mendapat oral sex dari teman wanita dan ia memainkan jarinya keluar masuk di genital wanita itu, sementara mulutnya sedang menjelajah organ intim seorang wanita lagi. Kedua wanita itu terjungkal karena Vincent berdiri mendadak. Pria tampan berambut cokelat kemerahan itu berdiri dengan mulut terbuka dan matanya membesar melihat Kimberly.

Penanda keperkasaan Vincent mengacung di selangkangannya. Kaus putihya terangkat mengekspose otot perutnya yang padat dan kencang. Celana jeans-nya berada di lutut bersama boxer-nya. Nafasnya berat dan memburu.

Pemandangan itu. Benda lelaki yang tegak dan bergoyang di depan perut laki-laki itu. Uhm ... besar! Keras! Pupil mata Kimberly membesar melihatnya. Udara dalam ruangan itu dipenuhi aroma alkohol, rokok dan berahi. Oh, hell, Vincent seorang gangster, ia bisa saja melakukan hal yang lebih parah lagi, rutuk Kimberly dalam hati.

"Vin ...," erang dua wanita yang nyaris tanpa busana, merangkak di lantai. Berlutut di kaki meja, wanita berambut hitam sebahu yang acak-acakan, lipstik dan eyeliner-nya tersebar di seluruh wajah. Wanita yang satunya dalam kondisi serupa, hanya rambutnya saja, wig pirangnya melorot dari kepala. Baju dan rok mereka tergulung tidak karuan di tubuh mereka. Keduanya mabuk berat. Ah ... penampakan yang luar biasa kacau.

Beberapa detik berlalu, Vincent membenahi celananya. Ia menarik ritsleting celana dan memasang sabuknya sambil berdiri di tengah ruang kerja. Ia berusaha tenang. Namun jantungnya masih berdegup kencang. "Kimberly, ada perlu apa?" Suaranya terdengar serak.

"Aku datang untuk memgembalikan ini!" Kimberly mengeluarkan amplop dari tasnya. Isinya sangat tebal. Dia mengarahkan amplop itu pada Vincent. Sebenarnya dia ingin mengucapkan terima kasih terlebih dahulu, bagaimanapun Vincent telah membantunya. Bahkan rumah orang tuanya yang di tempatinya saat ini, dalam penjagaan Vincent selama ia tinggal di luar negeri. Namun melihat kejadian threesome bubar itu, dia memutuskan tidak akan mengatakannya.

"Kau tidak harus mengembalikannya," elak Vincent. Pria berusia 30 tahun itu duduk di sofa dengan santai. Dua teman wanitanya merangkak di kakinya seakan menyembah pria itu untuk memuja keperkasaannya. Kimberly meletakkan amplop tersebut di meja di hadapan Vincent. "Aku bersikeras!" katanya tenang dan lugas.

Mata cokelat Vincent berkilau licik. Dia kagum pada kemampuan wanita itu. Bisa bersikap tenang seolah tidak melihat apa-apa. Tentu saja, dia adalah Kimberly Ryder! Wanita yang kasar dan tidak berperasaan. Ia memikirkan cara untuk memprovokasi wanita itu supaya menunjukkan sedikit saja emosi seperti gadis-gadis seharunsya, lemah dan ketakutan padanya. "Aku tidak mau menerimanya!!" ujarnya.

Kimberly tahu Vincent akan berkata demikian. Ketika dia mentransfer uang tersebut, Vincent mentransfernya balik, jadi dia memutuskan akan mengembalikannya dalam bentuk tunai.

"Suka-suka kamu," sahut Kimberly. "Uang itu aslinya memang milikmu." Sekilas Kimberly melirik kedua teman wanita Vincent. Tatapan yang menurut Vincent bermakna hampir mengasihani. "Aku bukan badan amal yang bisa menerima donasi," lanjut Kimberly. "Jika kau mau beramal serahkan saja uangnya pada orang lain yang lebih membutuhkan. Kurasa kamu kenal banyak orang yang lebih kesulitan daripada aku." Vincent, ia si pendosa, ia juga orang sucinya. Laki-laki itu terkenal dengan gelarnya The Saint karena kebaikan hatinya laksana berlian di tengah keruhnya dunia.

Vincent diam saja. Sejujurnya ia masih shock tadi, jadi ia tidak bisa memikirkan bagaimana menghadapi wanita satu itu.

"Aku pamit. Semoga harimu menyenangkan!" Kimberly berbalik, keluar dari ruangan. Rok panjangnya melambai-lambai mengejek Vincent.

Sialan, Kimberly! geram Vincent dalam hati. Harinya yang tadi menyenangkan jadi terganggu karena wanita itu. Vincent tersenyum garing melihat sosok itu pergi. Kenapa dia terlihat sangat menggoda dengan rok panjangnya? Vincent bertanya-tanya. Apakah seleranya sekarang secara visual makin tertutup, makin membuatnya penasaran?

Vincent teringat sekitar 5tahun yang lalu di ruang besuk penjara. Terakhir dia melihat Kimberly sebagaigadis lugu yang harus menghadapi kejamnya dunia. Gadis itu ingin keluar negeriuntuk meneruskan pendidikannya ke jenjang kuliah. Jurusan matematika. Vincentmembatin, Hmm ... apa mereka sakingpintarnya, sampai tidak punya perasaan...?

(Revisi: 19/07/2020)

Play In Fire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang