Supaya Kimberly bersedia pindah dari pangkuannya, Richard setuju tidak mengantarnya pulang ke rumah. Ia membawa Kimberly ke kediamannya dan ia tak menyangka Kimberly yang mabuk menimbulkan banyak masalah.
Pertama, dia kesakitan berjalan karena kakinya keseleo.
Wanita itu berbaring tengkurap di carport, menolak untuk berjalan sehingga Richard harus membopongnya di punggungnya.
Kedua, dia muntah. Kimberly jarang minum, toleransi alkoholnya rendah.
Ia harus menyeret Kimberly ke toilet dan membantu wanita itu menguras isi perutnya. Ia juga harus membersihkan muntahan di lantai dan karpetnya.
Ketiga, dia melepas pakaiannya sembarangan.
Richard beruntung dapat mencegahnya melepas pakaian dalamnya. Ia berhasil mengenakan piyama tidur pada Kimberly.
Keempat, wanita itu tertidur sebelum membersihkan riasannya.
Richard tidak bisa membiarkannya. Ia dapat melepaskan rambut palsu Kimberly dengan mudah. Yang tersulit adalah melepaskan lensa kontaknya. Kimberly mengenakan lensa kontak untuk mata Rose yang berwarna hitam. Matanya bisa cedera jika tidur mengenakan benda itu. Wanita itu marah-marah padanya karena mengganggu tidurnya. Ia harus bergulat dengan Kimberly di ranjang, memaksanya membuka mata dan mengeluarkan lensanya.
Sekitar setengah jam ia bergumul dengan Kimberly. Setelah selesai membaringkan Kimberly di ranjang, Richard menghempaskan tubuhnya di kursi malas berseberangan dengan tempat tidur. Nafasnya terengah-engah.
Kelima, ia sedang terangsang.
Malam itu akan jadi sangat panjang bagi Richard Lee.
Ia memandangi wanita yang sedang tidur menyamping di ranjangnya. Selimut satin menampilkan lekuk tubuh wanita itu. Pinggul dan bahu bergelombang seperti liukan gunung pasang pasir. Hasrat menggebu mengisi pikirannya. Ia sangat ingin menyentuhnya. Ia perlu menyentuhnya. Ia harus menyentuhnya, kalau tidak ia bisa mati karena siksaan ini. Menginginkan sesuatu yang tidak bisa dimilikinya, padahal hal itu tepat di depan matanya. Dalam jangkauannya.
Richard bangkit dan mengambil pembersih kulit di lemari kosmetiknya. Ia duduk di lantai di sisi Kimberly, mengambil tangannya dan mulai membersihkan telapak tangannya yang dilapisi selaput tipis untuk menyamarkan sidik jari.
Ia kenal Kimberly sejak gadis itu bergabung dengan Xin Corp. Usianya waktu itu 18 tahun. Cukup tua untuk usia rekrutmen, biasanya Xin merekrut seseorang sejak umur 7 sampai 10 tahunan. Namun kemampuan Kimberly mampu mengalahkan yang bahkan sudah bertahun-tahun bergabung.
Ia terpaut usia 6 tahun dengan Kimberly. Waktu itu ia berusia 26 tahun sedang Kimberly 20 tahun ketika dia berkata, "X memintaku jadi isterinya."
"Oh, untuk sebuah misi?" Ia bertanya.
"Iya."
"Misi apa?"
"Berkeluarga"
"Oh?? .... Berapa lama?"
"Seumur hidup, katanya."
"Maksudnya?"
"Entahlah, aku juga tidak mengerti, tetapi ia 'kan bosnya ...."
"Jadi, kau terima misinya?"
"Iya."
Xander Xin berusia 28 tahun saat itu. Pemimpin tertinggi mereka. Idola mereka.
Sebenarnya Xander Xin tidak berbicara seperti itu waktu melamar Kimberly, tetapi menurut pemahaman gadis itu, seperti itulah yang ditangkapnya.
Richard Lee yang sekarang, 30 tahun dan bujangan. Seorang pengacara, juga kepala sekolah sebuah taman kanak-kanak sekaligus pemilik yayasan yang diam-diam mengagumi istri bosnya.
Ia beralih ke wajah Kimberly dan membersihkan riasan wajahnya. Riasan matanya, lipstik di bibirnya, alas bedaknya, pensil alisnya .... Ia hafal tiap jengkal wajah Kimberly, bahkan sampai kerutan dan bintik di kulitnya, ia tahu letaknya.
Ia memiringkan kepalanya di sisi wajah Kimberly. Tanpa riasan memperlihatkan kulit mulusnya yang bersemu kemerahan karena pengaruh alkohol. Ia sering melihat wajah tidur itu.
Saat menjalankan misi dengan berbagai kondisi, mereka dapat tidur bersama-sama, kadang dengan rekan lainnya, kadang hanya berdua. Mereka bahkan berbagi makanan, makan apa saja yang bisa dimakan, tidak pilih-pilih. Bahkan kadang berbagi peralatan dan pakaian. Bersama-sama rekan yang lain mereka sudah seperti saudara, saling bantu dan mendukung satu sama lain. Dan sekarang ia ingin mencium wanita ini. Ia ingin merasakan bibirnya. Dengan sangat perlahan Richard mendekatkan bibirnya dengan bibir Kimberly.
"Sialan!!" gumamnya pelan. Ia menarik wajahnya. Ia tidak sanggup melakukannya, karena ia teringat bosnya. Walaupun X tidak ada, bisa saja pria itu mengawasinya dengan berbagai cara. Lagi pula, jika ia tetap mencium isteri bosnya, ia akan tetap merasa bersalah.
"Berengsek!!" Richard menggerutu lagi. Ia beranjak dari sisi Kimberly. Ia memutuskan pergi ke kamar mandi. Membasuh dirinya di bawah air dingin malam itu. Ia menyentuh dirinya sendiri, mengelus pentungannya dan menggerakkan turun naik dengan cepat seraya membayangkan wanita yang sedang tidur di ranjangnya. Seperti apa rasa bibirnya? Apa rasa madu seperti warna ambut dan matanya? Senikmat apa rasanya jika ia berada di dalam tubuhnya. Ia tak pernah tahu, dan itu yang membuat hatinya sakit. Ia merasa bodoh dan putus asa.
Sialan! Xander sialan! Tidak disangkanya bosnya yang terkenal dingin dan aseksual, ternyata mengincar Kimberly sejak lama dan wanita itu dengan bodohnya, senang hati menerima misi pembuahan dari bosnya. Richard tidak punya pelampiasan lain kecuali memaki wanita itu. "Kimberly ... ah, shit!! Sialan kau, Kimberly!!" gumamnya sambil menembakan cairan hangatnya ke dinding kamar mandi. Richard mengerang lemah. Merancap dengan membayangkan wanita itu terasa sangat menyakitkan, tetapi sekaligus menenangkannya.
Keesokan paginya, Kimberly bangun dan duduk menggeliat di ranjang besar seorang diri. Dia menarik napas dalam lalu meloncat turun dengan riang gembira, tanpa menyadari ada orang yang kesusahan karena dirinya.
Richard yang sedang tidur tengkurap di sofa terbangun oleh getaran ponsel. Ia meraba-raba mencari ponselnya. Sulit baginya untuk membuka mata karena ia baru saja tertidur setidaknya 1 jam.
Ia melihat layar ponsel dan matanya terbuka lebar.
X: Isteriku tidak pulang ke rumahnya, apa dia di tempatmu?
Xander Xin tidak biasa mengirim pesan. Ia sedang dalam rapat penting sehingga ia tidak dapat menelepon. Namun sesekali ia melihat ke ponselnya.
RM: Ya
X: Apa yang dilakukannya?
RM: Tidur. Mungkin.
X: Kenapa?
RM: Dia pergi minum malam tadi.
X: Kenapa?
RM: Aku tidak tahu.
X: Bukan kah dia harus bekerja?
RM: X, ini hari Minggu.
Agak lama sampai ada pesan berikutnya.
X: Jangan bilang padanya aku menanyakannya.
Agak lama sampai ada pesan berikutnya
RM: Ok ....
Marcus Zurich sedang menghirup kopinya ketika ponsel di meja bergetar. Ia membuka ponselnya dan melihat pesan-pesan itu. Ia meletakkan ponselnya kembali dan mendesah sedih.
Ternyata memang benar, jatuh cinta bisa membuat IQ seseorang merosot sampai ke lutut.
Mereka rupanya tidak sadar itu grup chat.
Kimberly melintasi ruang tengah dan mendapati Richard tidur di sofa. Wajah pria itu tampak merah dan nafasnya pendek. Dia menyentuh dahi Richard dengan punggung tangan.
"Wow, Rich Man, sepertinya kau demam. Apa kau terserang flu?" tanyanya.
Richard hanya mengerang danmembalik tubuh memunggunginya, tanda tidak ingin diganggu. Kimberly mengangkatbahu, mencibir, lal meninggalkan Richard. Richard hanya bisa menggerutu dalamhati. Yeah ... ini yang kau dapatkan setelah 2 jam di bawah shower yang dinginpada jam 3 dini hari.
(Revisi: 22/07/2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Fire (END)
ActionRomance 21+ Aku mencintainya, tetapi harus meninggalkannya *** Kimberly, gadis yatim piatu yang menikah rahasia dengan seorang CEO karena kebutuhan mendapatkan keturunan. Setelah mendapatkan anak, Kimberly didepak dari kastel mewah Keluarga Xin. Kim...