Karena Richard sepertinya kurang sehat, Kimberly memutuskan untuk tinggal bersama Richard siang itu. Dia sudah mandi, menyingkirkan bekas mabuknya. Kemudian dia menyibukkan diri di dapur. Dia tidak pandai memasak, tetapi dia bisa membuat beberapa hidangan yang layak dimakan. Lagi pula, hampir tiap pagi ia sarapan di rumah Richard dan memakan makanan masakan Richard, karena itulah isi lemari esnya di rumah biasanya kosong.
Dia sedang mengaduk adonan wafel ketika Richard berjalan ke dapur dengan mata setengah tertutup. Pria itu mengenakan celana piyama dan kaus oblong warna putih.
"Huh? Kau masih di sini?" tanya Richard kemudian membuka kulkas dan minum air mineral langsung dari botolnya.
"Aku akan menemanimu sampai kau merasa lebih baik," jawab Kimberly. Dia memutar tuas kompor listrik lalu menaruh cetakan wafel. "Dan kau seharusnya jangan minum air es dulu," tambahnya. "Duduk saja di sana, aku akan membuatkanmu sarapan." Kimberly menunjuk ke arah sofa di depan televisi yang berseberangan dengan dapur.
"Tidak perlu repot-repot, Kim," desah Richard. Kau sudah cukup merepotkanku, ia membatin. Namun ia tetap mematuhi wanita itu dan duduk di sofa. Menunggu sambil menonton televisi.
"Kau sebaiknya segera menikah," saran Kimberly sambil mengaduk adonan, "jadi ada yang akan mengurusmu ... kau tahu, jika kau sakit atau saat kau perlu teman di tempat tidur ...."
Tidak ada tanggapan dari Richard. Haruskah kau mulai mencampuri urusan pribadiku? gerutunya dalam hati.
"Gadis-gadis di sekolah sering membicarakanmu. Aku rasa banyak dari mereka yang menaksir kamu, Richard." Kimberly menuang adonan ke cetakan wafel. Suara mendesis dan aroma wangi gurih masakan memenuhi ruangan.
"Mereka berpikir kau seorang playboy." Kimberly melanjutkan, memulai petuahnya bak seorang ibu pada anak-anaknya. "Katanya, kau sering membawa wanita kemari, Richard, gonta-ganti lagi. Wah ... Richard, ternyata kau diam-diam main di belakangku. Kenapa aku bisa tidak tahu? Siapa wanita itu, Richard? Apa kau mau mengenalkannya padaku?"
Richard diam saja. Tak tahukah kau bahwa wanita yang dimaksud mereka itu kamu sendiri? Richard meneggak air botolnya lagi.
"Kau seharusnya membiarkan gadis-gadis di sekolah mendekatimu. Mereka gadis-gadis yang baik," lanjut Kimberly. Dia sangat peduli pada Richard.
Bagaimana bisa aku memperhatikan gadis lain, jika kau selalu berada di sekitarku? Richard merasa nasib cintanya sangat miris.
Selang beberapa hari berlalu.
Dalam sebuah pesta di hotel bintang lima ....
Seorang wanita menyendiri dekat meja panjang yang memajang aneka kue. Dia sedang memikirkan kue mana yang akan dimakannya. Wanita itu bernama Maria Milos.
Maria Milos adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Usianya 30 tahun dan memiliki 2 orang anak. Berambut gelap, kulitnya pucat dan tubuhnya mungil. Dia bukan wanita yang menarik dan tidak suka keramaian. Dia senang menghabiskan waktu di rumah. Biasanya suaminya tidak pernah mengajaknya ke acara-acara bisnis atau pesta-pesta berkelas, tetapi kali ini, suaminya−Killian Milos−mengajaknya, karena tuan rumah pesta menginginkan tamunya membawa pasangan resmi mereka.
Karena dia wanita yang sederhana dan jarang bergaul dengan kalangan bisnis, dia tidak begitu memedulikan penampilannya. Maria mengenakan gaun selutut warna krem dengan bahu tertutup. Lehernya dihiasi kalung mutiara putih. Rambut gelapnya disanggul rapi. Riasan wajahnya tipis. Walaupun barang yang dikenakannya barang mahal, tetapi dia seolah redup, ditenggelamkan oleh keglamoran dan kemilau tamu lain di pesta itu.
Dia ditinggal sendirian oleh suaminya yang sepertinya sibuk bersosialisasi dengan rekan bisnis, sehingga melupakannya. Dia bukan wanita yang suka mencampuri urusan suami dan dia berani bertaruh, Killian tidak akan suka dia ikut campur urusannya. Dia wanita yang penurut dan patuh pada suami, seperti yang diajarkan orang tuanya.
Dia juga tidak mengenal tamu-tamu yang lain karena pergaulannya sempit. Dia memilih menyibukkan diri mencicipi macam-macam makanan dan minuman yang disajikan. Dia melihat berkeliling dan merasa tidak ada yang memperhatikannya. Dia larut dalam dunianya sendiri. Tubuhnya berada di ruangan pesta itu, tetapi pikirannya berada di tempat lain.
Tiba-tiba sesuatu menarik perhatiannya. Matanya yang sendu berubah menjadi bercahaya dan bersemangat. Dia telah melihat seorang malaikat. Seorang pria dengan rambut perak, berjalan memasuki aula pesta bagaikan malaikat turun dari langit. Wajah tirus dengan mata abu-abu yang berkilau, bibir tipis yang seolah tersenyum, cantik bagai lukisan kreasi di manga yang biasa dibacanya. Setelan hitam garis-garis membalut sempurna tubuh semampai pria itu.
Waktu terasa berhenti bagi Maria Milos. Dia terpesona pada laki-laki itu. Laki-laki itu adalah kesempurnaan.
Laki-laki itu lewat di depannya hendak mengambil minum. Aroma kolonyenya menyapa lembut indera penciuman Maria, membuat lututnya lemas. Dia hampir terjatuh, akan tetapi laki-laki itu menangkap tangannya dan membantunya berdiri.
"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya malaikat itu dengan suaranya yang lembut bagai deburan ombak. Laki-laki itu menggenggam tangannya dan menatap penuh perhatian.
Maria terserap ke dalam mata indahnya. Apakah aku baru saja bermimpi? Ini terlalu indah untuk jadi kenyataan.
"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya laki-laki itu lagi, membuyarkan lamunan Maria.
Maria menggeleng. " Tidak, tidak ... aku tidak apa-apa ...," jawabnya ragu karena belum sadar sepenuhnya. Apakah aku masih hidup atau sudah mati?
"Oh, aku menumpahkan minumanmu. Biar kuambilkan yang baru," perangah laki-laki itu sambil menuntunnya duduk ke sebuah meja kosong. Sekejap kemudian, ia sudah membawakan secangkir minuman dan memberikannya pada Maria.
Maria menatap pria itu tanpa mengalihkan pandangan sedetik pun, bahkan tanpa berkedip.
Laki-laki itu tampak tenang, tersenyum tipis. Ia duduk di samping Maria. "Apakah kau sendirian, Nona? Kau keberatan jika aku menemanimu?"
"Oh ... tidak. Tidak."
"Kau baik-baik saja, Nona? Apa kau sakit? Ada yang bisa kubantu?"
"Uh ... oh, sepertinya aku terlalu banyak minum ...."
"Apa kau ingin kembali ke kamarmu? Untuk istirahat? Aku bisa mengantarmu ...."
Ini memang terlalu indah untuk jadi kenyataan. Ia lelaki yang sangat tampan, sopan, baik, dan perhatian. Inilah ... kesempurnaan!
Tidak perlu waktu lama, laki-laki itu membimbing Maria ke dalam lift. "Siapa namamu, Nona?" tanyanya.
"Uhmm ... Maria," jawabnya gugup.
Pria berambut perak itutersenyum ramah. "Maria, perkenalkan ... aku Jay!" Lalu keduanyamenghilang dalam lift.
(Revisi: 22/07/2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Fire (END)
AksiRomance 21+ Aku mencintainya, tetapi harus meninggalkannya *** Kimberly, gadis yatim piatu yang menikah rahasia dengan seorang CEO karena kebutuhan mendapatkan keturunan. Setelah mendapatkan anak, Kimberly didepak dari kastel mewah Keluarga Xin. Kim...