22.

11.3K 492 2
                                    

Wajah Xander semakin menggelap. Rahang tirusnya terkatup rapat. Sekretaris Kim berdiri dan berjalan menuju dinding kaca, membawa hasil pemeriksaan laboratorium itu di tangannya. Hasil pemeriksaan mineral jenis baru yang ditemukan di dalam tanah di Kutub Utara. Wajahnya dingin dan sorot matanya tajam seolah hendak membunuh. "Ini sangat luar biasa ... sekaligus sangat berbahaya," katanya sambil berdiri membelakangi CEO Xin.

"Benda itu telah menyebabkan cedera beberapa orang," kata Xander yang masih duduk di sofa dan bersilang kaki. Sebelah tangannya bertumpu di sandaran, meleluasakan jarinya menyentuh ujung bibirnya sendiri.

"Maksudmu, mereka semua mati, Tuan Xin?" tanya wanita itu.

Xander Xin enggan menjawab. Ia diam sesaat, melempar pandangan ke arah lain lalu mendesah. "Ya," jawabnya akhirnya. Yang sangat disesalkan Xander, mereka adalah orang-orang terbaiknya. Mereka dalam proses memindahkan sejumlah kecil benda itu, sebuah zat yang tidak stabil dan tidak diketahui jenisnya, lalu terjadi ledakan.

"Ada harga yang harus di bayar untuk mencapai sesuatu" kata Sekretaris Kim kemudian. "Tuhan menciptakannya pasti ada tujuannya, kan? Zat ini sangat berbahaya, tetapi bisa juga sangat berguna. Zat ini, Tuan Xin akan menjadi terobosan bagi dunia. Bahkan jika kita berhasil mengisolasinya nanti, zat ini bisa digunakan sebagai sumber energi bagi manusia. Seperti baterai, memberikan kekuatan pada orang yang memakainya."

Xander mengernyitkan keningnya, "Maksudmu seperti superhero berbaju besi itu?" Ia mereferensikan pada tokoh komik yang dijadikan film. Wanita ini ... apa dia menghayal? Terlalu banyak membaca komik?

"Betul!" Sekretaris Kim berbalik cepat menghadapnya. Wajahnya terlihat gembira. Namun dalam sekejap hilang, berganti wajah sedih dan kecewa. "Tetapi semua kembali lagi tergantung pada manusianya. Bagaimanapun ... manusia tetaplah manusia. Mereka membuat kesalahan." Sedetik kemudian, dia kembali tampak optimis. "Tetapi saya percaya pada Anda, Tuan Xin. Anda tidak akan membuat kesalahan. Zat ini berada di tangan yang tepat."

"Bagaimana kau bisa begitu yakin? Belum apa-apa benda ini sudah memakan nyawa." Xander berujar kecewa.

"Semua perlu waktu, Tuan Xin," imbuh Sekretaris Kim lagi. "Anda baru saja menemukan benda ini, biarkan saja dulu ia apa adanya di habitat aslinya. Ia perlu penyesuaian. Tunggulah beberapa saat."

Menunggu berarti harus ada pos khusus yang mengawasi are di mana zat asing itu bersemayam. Xander memantapkan keyakinannya. Setelah mendapat masukan dari Sekretaris Kim, CEO Xin memutuskan membangun laboratorium penelitian di pedalaman padang salju di Kutub Utara.

Xander bangkit dari kursi dan berjalan mendekati Sekretaris Kim. "Sepertinya tak ada hal yang menjadi misteri bagimu," katanya sambil berusaha memandang ke dalam mata wanita itu, yang berwarna hitam karena lensa kontak. Ia tahu di balik mata hitam seorang Sekretaris Kim, ada isterinya, Kimberly. "Kenapa merepotkan diri menyelidiki kematian orang tuamu, padahal kau bisa menyuruh orang lain melakukannya? Katakan saja, Honey, kau hanya perlu menyebut nama, maka aku akan membereskan orang itu."

Sekretaris Kim memandang ke arah lain, menghindari tatapan pria itu. "Masalah ini sangat personal, Tuan Xin. Setiap orang punya ketakutannya sendiri," ujarnya. "Aku takut melihat kebenarannya, karenan itu aku harus menghadapinya sendiri."

"Kebenaran?" Xander Xin berusaha memahami maksudnya.

"Betul," ujar Sekretaris Kim pelan. "Kebenaran bahwa kematiankulah yang diinginkan pembunuh itu, bukan orangtuaku."

Xander membeku mendengarnya. Untuk apa seseorang menginginkan kematian gadis kecil yang tidak tahu apa-apa soal dunia?

"Bisa kau bayangkan jika aku mendengar itu dari orang lain? Betapa bodohnya aku jadinya," keluh Kimberly dalam tampilan Sekretaris Kim. "Dan kita hidup dalam lingkaran setan ini, Xander. Bagaimana menurutmu, jika suatu saat kita berhadapan sebagai musuh, apa yang akan kau lakukan?"

"Aku tidak akan pernah menyakitimu, Kimberly," jawab Xander cepat. Matanya gelap seolah berada di dasar sumur yang dalam dan ia berusaha meraih Kimberly.

Sesaat, mereka berhadapan, melihat ke dalam mata masing-masing. Sangat dekat. Namun seolah terbentang jarak yang sangat jauh di antara mereka.

Tiba-tiba Kimberly tertawa. "Hahaha, aku cuma bercanda, Bos!" Dia melompat lincah mendekati Xander dan memeluk pinggangnya. "Tentu saja kau tidak akan menyakitiku, Bos, kau sangat menyayangiku, " ujarnya sambil membenamkan wajahnya di dada Xander.

Xander terperanjat, ia hanya bisa memutar bola matanya dan balas memeluk Kimberly. Wanita itu menyeruduk manja di dadanya seperti anak kucing yang minta dibelai. Xander menghela napas lega. Kemudian ia berkata, "Jika suatu saat aku menjadi musuhmu, Honey, kau boleh membunuhku." Ia memeluk wanita itu seraya memejamkan mata.

"Hmm, ya .... Aku akan melakukannya," sahut Kimberly sambil menikmati aroma kolonye Xander. Dia bergumam sesuatu yang membuat Xander tersenyum. "Aku akan membunuhmu, Xander, karena aku wanita yang sangat jahat."

Xander mengangkat wajah Sekretaris Kim dan mengelus pipinya. "Kau tahu, Love, jangan bilang dirimu wanita jahat. Kau akan membuat pria baik-baik sepertiku semakin menginginkanmu." Ia mengecup lembut bibir merah tua Sekretaris Kim.

Ciuman itu adalah ciuman perpisahan mereka untuk hari itu. Xander berangkat dengan jet pribadinya menuju Kutub Utara. Menyempatkan menjenguk istrinya yang meminta cerai, membuat Kimberly merasa terlalu dimanja. Xander seharusnya tidak melakukan itu. Karena pria baik-baik membuatnya ingin melakukan hal-hal jahat.

Di limosine, dalam perjalanan pulang dari bandara, Sekretaris Kim duduk santai dengan kaki bersilang di kursi penumpang. Dia memainkan ponselnya sebentar, lalu mendesah lelah. Sekretaris Kim menjatuhkan ponselnya ke samping. Dia melonggarkan kerah setelan kerjanya, melepas kacamata dan membuka gelungan rambutnya. Rambut hitam legam tergerai bebas dan dia menyibak rambut yang menutupi wajahnya.

Marcus dan Loco di kursi depan memperhatikan melalui pantulan cermin depan. Dari bahasa tubuh yang celamitan, mereka tahu wanita itu sudah berganti mode.

"Hei, Zee!" panggil Kimberly tiba-tiba dan mendekat ke kursi Marcus. Marcus menoleh padanya.

"Ada apa?" tanya Marcus.

Bibir merah tua Kimberly tersenyum lebar. Ekspresi wajahnya terlihat antusias dengan mata hitam berbinar. "Kau pernah pergi ke bar gay?" tanyanya.

Kening Marcus mengernyit.Entah acara apa lagi yang ingin dilakukan istri bosnya itu.


(Revisi: 22/07/2020)








Play In Fire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang