14.

15.7K 556 6
                                    

Dini hari saat dingin dan gelap menyelimuti.

Dengan tangan gemetar, Kimberly membuka kunci pintu rumahnya. Rasanya itu hal tersulit yang pernah dilakukannya. Xander memeluknya dari belakang, menghirup aroma rambutnya dan menciumi tengkuknya. "Ah ...!" Menggigit daun telinganya.

Nafas Xander yang panas menyapu lembut tengkuk membuat seluruh tubuhnya seperti dialiri listrik.

Setelah berhasil membuka pintu dan berada dalam rumah, Kimberly bergegas mengunci pintu dan melempar barang-barangnya. Xander membalik tubuhnya dan menyandarkannya ke pintu lalu mereka berciuman lagi. Nafas keduanya saling memburu.

Tangan Xander membuka ritsleting di bagian punggung Kimberly dan menurunkan setelan hitam itu hingga ke pinggulnya, berhenti sebentar, lalu terus turun sampai ke mata kaki istrinya yang bertubuh mungil. Tubuh wanita itu hanya ditutupi pakaian dalam hitam berenda yang dengan sekali jentik, penutup dadanya sudah jatuh ke lantai, membuat dua bongkahan feminin itu merekah.

Dalam cahaya redup di ruang tengah itu, kulit Kimberly berkilau pucat seperti sinar bulan.

Tak buang-buang waktu Xander mulai menciumi lekukan leher isterinya dan mendengar suara erangan wanita itu bercampur desahan lemah, telinganya rasa diberkati. Ia merindukan suara itu berbulan-bulan. Sekarang ia mendengarnya lagi dan rasanya ia mulai menggila.

"Aku salah ...," katanya tiba-tiba menghentikan ciumannya.

"Hm??" Kimberly melirik sayu dan terheran-heran.

"Kau paling cantik bukan pada saat bekerja," lanjut Xander dengan suara parau. "Kau ... paling cantik saat seperti ini ...." Lalu ia mencium bibir Kimberly lagi, lebih intens dan percaya diri.

Kimberly menyambut ciuman laki-laki itu dengan keterbukaan. Suamiku, dalam hatinya, hari ini bertingkah aneh. Lucu.

Tangannya mulai membuka kancing kemeja Xander dan menyapu dada pria itu. Sekarang dia yang menciumi leher Xander, dari batang leher, turun ke dadanya. Menjilat kulitnya untuk merasakan aroma cologne di tubuh pria itu. Dia menggigit puting dada Xander yang mengeras, membuat tubuh Xander tersentak akibat sensasi sakit sekaligus nikmat.

"Sial! Aku tidak tahan lagi!" Xander mendesah kesal. "Di mana kamar tidurnya, sayang?"

"Di atas," ujar Kimberly sambil mengecup-ngecup permukaan dadanya. Tangan Xander menangkup paha Kimberly lalu mengangkat tubuh halus itu sehingga kakinya bertaut di pinggul Xander. Kimberly dapat merasakan perkakas Xander mengeras dalam celananya.

"Tunjukkan jalannya, sayangku," pelasnya sebelum mereka berciuman lagi.

Sambil membawa Kimberly di pinggulnya dan berciuman, mereka menuju ke kamar di lantai dua dengan susah payah. Tangan Kimberly di lehernya seolah jadi penopang hidupnya saat itu. Saat itu tujuan dari perjalanannya seakan sudah di depan mata.

Sampai di kamar tidur, lampu dinyalakan, Xander menjatuhkan Kimberly di tempat tidur. Ia menarik celana dalam hitam yang tersisa di tubuh isterinya dan melempar benda itu ke samping. Mata abu-abunya menjadi semakin gelap.

"Aku salah lagi ...," keluhnya sambil menatap wanita di hadapannya yang telanjang bulat di atas sprai.

Kimberly membalas tatapannya dengan ekspresi heran. Dia setengah berbaring dengan bertumpu pada satu siku.

Sambil menyingkirkan sisa pakaiannya sendiri, Xander bergumam lagi. "Kau ... paling cantik saat ini, isteriku." Lalu dengan mantap ia menaiki tempat tidur, memposisikan lututnya di antara kaki Kimberly dan menggesernya sehingga kaki wanita itu terbuka. Kimberly menyentuh benda di bawah pusar laki-laki itu yang menegang, rakus akan perhatian. Dengan tinggi badan 197 cm, milik Xander menurut Kimberly, panjang. Bukan besar seperti kepalan tangan, tetapi panjang seperti selang. Berbeda dengan milik seseorang yang pernah dilihatnya tempo hari.

Kimberly tak dapat berkata apa pun. Xander sudah menutup mulutnya dengan bibir. Bibir kasar dan hangat itu berjalan ke lekukan lehernya sambil sesekali menggigit.

Tangan Xander yang besar dan kasar meremas-remas kedua payudaranya, membuatnya mengeluarkan suara-suara yang tak dapat dikendalikan. Xander menciumi belahan dadanya, menghirup dalam aromanya.

"God, you smell so good," ujarnya dengan mata terpejam, mabuk dalam gejolak berahi. Ia memelintir puting payudara isterinya dan mendapati pipi wanita itu memerah, dan sekujur tubuhnya bersemu. Warna kulitnya berkilau seperti madu.

"Oh, Xander .... Oh, hmmh." Kimberly berusaha menahan suaranya. Namun itu sia-sia. Matanya terpejam rapat.

"Don't, Honey!" seru Xander. "Buka matamu! Buka matamu dan lihat aku!"

Kimberly menatapnya nanar, seolah-olah penglihatannya tertutupi kabut. Xander semakin gencar memberinya rangsangan.

"Huh?" Xander berhenti sesaat dan mendapati tangannya menjadi basah karena meremas dada istrinya. Setetes air susu tampak di muara putingnya. Kimberly tersentak melihat reaksi Xander. Mereka saling berpandangan.

"Uh, mm, uh, seharusnya aku masih harus menyusui Anthony, ia belum genap 2 tahun ...." Kimberly menjelaskan dengan wajah merah padam. Dia menjatuhkan kepala dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Ohhh, aku ibu yang sangat jahat ... oh...." Dia terisak.

Xander membeku dalam posisi masih di atas, menindih tubuh Kimberly. Ia berusaha memahami kesedihan wanita itu. Namun, alih-alih menghibur, ia malah semakin mengecam Kimberly. "Dan juga wanita yang sangat jahat!" tambah Xander.

Ia tidak bisa marah pada Kimberly. Apa pun dan bagaimanapun wanita itu, ia akan selalu mendukungnya, menenangkannya. Ia mengatakan itu untuk menggodanya. "Karenanya kau harus dihukum!!" geram Xander. Ia menarik kedua tangan Kimberly dan menahan di samping kepala wanita itu. Kimberly terkesiap dengan mata berkaca-kaca.

Xander justru sukamelihatnya. Ia menyadari bagaimanapun juga Kimberly tetaplah seorang wanitayang punya perasaan dan bisa juga menjadi lemah. Sudah seharusnya wanita itutunduk padanya.


(Revisi: 22/07/2020)



Play In Fire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang