Kimberly duduk di meja makan dengan wajah cemberut. Xander di depannya tampak lahap menyantap makanan dengan tenang. Pria itu berkonsentrasi pada makanannya, tidak berniat melihat padanya walaupun sekilas. Dia mungkin kalah saat ini, hanya Xander yang bisa membuatnya bertingkah seperti orang konyol.
Kimberly menyentak kaki meja agar Xander memperhatikannya.
"Ada apa, Kimmy? Apa kau ingin kita melakukannya lagi ... di meja ini?" tanya Xander tanpa rasa malu. Ia tidak menoleh pada Kimberly, malah sibuk memotong daging di piring.
"Ugh!" Wajah Kimberly semakin masam. Tangannya ditekuk di dagu dan dia membuang muka.
"Tenanglah," kata Xander lembut. "Aku harus berangkat besok, jadi kau bebas."
Kimberly langsung menoleh padanya dengan mata besar berbinar-binar. Dia tampak sangat senang mendengar hal itu. Xander hanya bisa membunyikan kekesalannya dalam hati. Ugh, wanita ini ...! Isteri macam apa dia yang senang mendengar suaminya pergi?
Xander menghentikan makannya sesaat. Mata abu-abu itu menatap tajam pada Kimberly. "Tetapi sebagai gantinya, aku ingin mengambil lebih malam ini," tambahnya.
Kimberly mendesah cemas. Ahh, rasanya dia ingin kabur saja dari rumah.
Malam itu, di kamar tidur. Xander membuktikan ucapannya.
Ia menyeret Kimberly seraya berciuman di sepanjang koridor menuju kamar tidur mereka. Suara decakan lidah saat mencecap bergema di kesunyian malam. Koridor temaram membuat mata nanar mereka susah payah melihat pintu kamar. Namun mereka berhasil menemukannya. Xander memutar kenop pintu dan mendorong masuk ke dalam kamar. Keduanya tersandar di balik pintu dengan tubuh bergesekan dan tangan saling meraih.
Pria jangkung itu melempar tubuh Kimberly ke tempat tidur. Per-per itu berderit ketika ia menaiki peraduan. Tubh beratnya menindih Kimberly, menahan wanita itu agar tetap di bawahnya. Dengusannya terdengar beringas. Xander sudah tidak sabaran. Malam ini ia akan main keras dengan isterinya. Wanita itu harus tahu siapa yang memegang kendali.
Kimberly membalas tatapannya dengan sorot tajam, tidak takut mati, tidak mau kalah. Tidak pernah sebelumnya Xander seganas itu dalam bercinta. Seolah ingin menunjukkan dominasinya. Menunjukkan bahwa dirinya adalah hewan liar yang tidak akan bisa bebas dari sang pemburu. Mata Xander tidak pernah lepas darinya. Kimberly menelan ludah gugup.
Lutut pria itu membuka kaki halusnya. Dengan satu dorongan kuat ia memasukkan batang keras dan panjang tanda kejantanannya ke dalam tubuh Kimberly, membuat wanita itu mengerang. Tulang belakang Kimberly melengkung dan secara naluriah kedua kakinya berkaitan di pinggang Xander, menelan milik Xander semakin dalam. "Unggh, Xander ...."
Nafas pria itu berat dan tidak terkendali. Ia menghantamkan tubuhnya pada Kimberly sekuat tenaga dan secepat pinggulnya mampu. Usianya baru 33 tahun, atletis dan dalam kondisi prima. Ia punya banyak tenaga untuk melampiaskan hasrat pada wanitanya. Wanita itu mendesah nyaring dengan suara lembutnya menggema dalam kamar. "Ah ... ah ... Xander, aahh ...," erang Kimberly. Kuku-kukunya menancap di pundak Xander yang bergetar karena menghujamnya.
Xander terdiam sesaat dan merasakan pundaknya perih karena bekas kuku Kimberly bercampur keringatnya. "Apa aku menyakitimu?" tanyanya dengan nada khawatir. Ia siap menarik dirinya keluar dari Kimberly. Bagaimanapun kuatnya ia sebagai laki-laki, ia tetap berusaha menahan diri untuk tidak menghancurkan tubuh Kimberly. Jika tubuh itu rusak tentu tidak akan nyaman lagi rasanya.
Kimberly malah menahannya dengan memperkuat lingkaran kaki di pinggangnya. Kimberly menggelengkan kepalanya. Wanita itu menatapnya memelas. "Lebih ...," desahnya, "keras ... lagi ...!"
Xander tertawa mendengarnya. Batang miliknya di dalam tubuh Kimberly bergetar. Kekhawatirannya benar-benar tidak beralasan.
"Karena isteriku yang memintanya, ... it's my pleasure, Honey," ujarnya sambil tersenyum dan mulai memompa lagi. Gerakan maju-mundur pinggulnya yang berlanjut lebih intens dan dalam.
Setelah sepasang orgasme yang meledak-ledak, tanpa mencabut dirinya dari dalam tubuh Kimberly, Xander membalik tubuh Kimberly dan memposisikannya menghadap kepala ranjang. Wanita itu bertumpu pada kedua lututnya.
Ia memeluk Kimberly dari belakang, menciumi kulit punggung wanita itu dan menjilatinya. Merasakan keringatnya yang manis seperti madu. Ia menggigit pundak Kimberly, membuat wanita itu menyentakkan tubuhnya. Ia membenamkan wajahnya di lekukan leher Kimberly, mendesah berat, takut kehilangan rasanya, aromanya. Ia bisa mati saat itu juga jika mereka terpisah. Ia ingin waktu terhenti dan terus berada dalam posisi ini selamanya, tetapi ia tahu ia tidak bisa. Dia adalah wanita yang bisa dipacu sepanjang malam seperti kuda liar, tetapi tali kekangnya tidak boleh terlalu kuat.
Kedua tangan Kimberly meremas bedcover sekuat tenaga. Xander menampar-nampar pipi pantatnya. "Kau ... wanita yang sangat ... sangat ... jahat!" ujarnya parau.
Tubuh Kimberly melengkung seolah ingin melesat seperti kuda liar yang lepas kendali. Xander memeluknya erat seraya meremas payudaranya, ikut bersamanya terseret di lintasan berahi.
Ketika kecepatan menurun dan lega telah melepaskan cairan maninya dalam tubuh wanita itu, Xander membenamkan wajahnya ke rambut di tengkuk Kimberly. Ia memilih mengendarainya dari belakang karena tidak ingin Kimberly melihat wajahnya ketika ia memohon memelas terhadap wanita di tangannya. Seolah itu nafas terakhirnya, ia berkata, "Lakukan apa pun yang kau inginkan, Kimberly, cuma ingat satu hal. Jangan bercerai dariku."
Aku ... putus asa ...menginginkanmu.
(Revisi: 22/07/2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Fire (END)
ActionRomance 21+ Aku mencintainya, tetapi harus meninggalkannya *** Kimberly, gadis yatim piatu yang menikah rahasia dengan seorang CEO karena kebutuhan mendapatkan keturunan. Setelah mendapatkan anak, Kimberly didepak dari kastel mewah Keluarga Xin. Kim...