36.

12.1K 423 9
                                    

Suara pintu digedor-gedor membuat Kimberly melompat dari ruang eksperimennya di bawah tanah. Dia sedang konsentrasi mereaksikan suatu zat dalam wadah kaca tadinya. Sepertinya dia harus segera naik sebelum seseorang menghancurkan pintunya. Dia melempar kacamata pengamannya dan melepas sarung tangan karetnya. Dalam balutan jas putih selutut dia berlari ke pintu depan. "Ya ...ya ... tunggu sebentar!!" serunya.

Ketika pintu terbuka dia terperangah. "Xa−Xander?!"

Xander, dengan wajah kusut, lengannya bertumpu pada kusen pintu. "Apa? Kau terkejut melihat suamimu sendiri datang?"

Kimberly segera menutup mulutnya yang ternganga kaget. "Kau ... kau tidak bilang-bilang ...."

Xander masuk ke dalam dengan langkah lebar, melewati Kimberly di ambang pintu dan mulai melepas jasnya, melonggarkan dasinya, membuka kancing lengan baju dan menggulungnya hingga ke siku. Ia sedang sangat kesal, Kimberly tidak pernah membalas pesan ataupun teleponnya selama berbulan-bulan, padahal ia menghubunginya terus setiap hari. Parahnya lagi, pesannya cuma dibaca. Dan begitu ia datang, isterinya memperlakukannya seperti orang asing.

"Aku ingin melihat apa yang kau lakukan!" katanya dingin. Tanpa menunggu Kimberly menyahut ia menuju ke rubanah, tempat Kimberly menghabiskan waktunya, lebih penting daripada membalas pesannya, bahkan meneleponnya.

Kimberly berlari menyusulnya. Di rubanah, Xander berkacak pinggang dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ruangan aslinya gudang itu sekarang menjadi laboratorium eksperimen seorang ilmuwan aba-abal bernama Kimberly, isterinya. Xander tidak dapat menahan untuk mendengus kesal. "Apa-apaan ini?" ujarnya menuntut penjelasan.

Kimberly tampak panik seperti anak kecil yang kepergok mencuri permen. "Ooo ... Xander, honey, please ...." ujarnya sambil berlari ke depan Xander dan meratap, "Xander, jangan marah, oke? Ini harusnya proyek rahasiaku ...."

Oh, dia mulai lagi. Xander menatap wanita di depannya dengan mata menyipit tajam seperti elang mengincar mangsanya. "Rahasia, heh? Lebih penting dari aku?"

Kimberly memutar bola matanya, menghindari tatapan Xander. Ah, rasanya ia ingin menghilang saja.

"ya ampun, Kimberly ...." Xander memijit keningnya. Berkacak pinggang sebelah tangan dan mendesah ketus. Ia berusaha menahan diri mengkonfrontasi iserinya. Kimberly wanita yang penuh rasa ingin tahu dan tertarik dengan banyak hal, ia tidak ingin membatasi kreatifitas wanita itu. Namun, sebagai suami ia butuh diperhatikan.

"Proyek apa?" tanya Xander akhirnya dengan sikap yang lebih tenang.

"Aku ingin membuat lipstik," jawab Kimberly penuh semangat. Dia harus tampak meyakinkan di hadapan Xander.

"Lipstik?"

"Ya, aku sedang berinvestasi pada perusahaan kosmetik. Aku yakin ini akan berhasil, Xander, karena aku telah menemukan lipstik formula baru yang membuat bibir akan kembali muda seperti bibir bayi."

"Huh?"

"Please, please, please, Xander, ... aku belum pernah melakukan ini sebelumnya. Aku berinvestasi ... pada perusahaanku sendiri."

"Kau ... apa? Perusahaanmu sendiri?" Xander terperangah "Honey, kita punya banyak perusahaan, kau bisa pilih yang mana saja, sesuka hatimu ...."

Kimberly malah menarik hem kemeja Xander dan matanya berkaca-kaca, bibir melengkung ke bawah. "Xander ...." Dia mulai mengayun nama pria itu. Ingin sok imut di depannya?

"Sensasinya berbeda, Xander," bujuknya. "Memulai bisnis sendiri dengan dibantu orang lain, di mana keseruannya jika segala sesuatunya begitu mudah," lanjut Kimberly memelas.

Sensasi? Orang lain? Seru? Mudah? Heh, sepertinya otak orang genius memang beda, ya? Xander semakin dingin menatap isterinya.

Kimberly berlutut di kakinya, menyentak celananya lalu memeluk kakinya. Mata wanita itu berkilap-kilap seperti anak anjing mungil yang lucu. "Please, please, please, Xander ...."

Play In Fire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang