4.

18.2K 734 9
                                    

Vincent keluar dari ruang kerjanya. Ia sudah membersihkan diri dan mengenakan kaus putih yang baru. Kaus ketat itu menonjolkan otot-otot dadanya. Rambut cokelat kemerahannya disisir ke belakang dengan jari, menambah aura bad boy-nya. Mood-nya berubah drastis setelah kunjungan dadakan tadi. Ia tidak ingin melanjutkan aktivitas seksualnya dan dua wanita teman seksnya terlalu mabuk, benar-benar mematikan berahinya.

Ia berjalan menuruni tangga, melewati meja bartender di mana ada seorang karyawannya sedang membersihkan tempat itu.

"Sorry, Bos!" kata Jeff, anak buahnya. "Dia cepat sekali masuk, saya tidak sempat mencegahnya." Jeff yang masih berusia 17 tahun tampak salah tingkah. Dia khawatir bosnya terganggu dan memarahinya. Namun ekspresi wajah Vincent tidak tampak marah atau kesal, malahan tampak bersemangat.

"Tidak apa-apa," sahutnya. "Lagi pula ini masih siang. Aku ada urusan di luar, jika Darryl mencariku." Darryl adalah ketua utama geng mereka, Geng Serigala. Vincent adalah tangan kanan Darryl. Tak banyak diketahui, sebenarnya dalam mengambil keputusan sebagai ketua geng, Vincent yang paling berpengaruh.

Vincent memasang jaket kulit dan helmnya lalu pergi mengendarai motor HD-Street 750 warna merah hitam. Hari begitu cerah, sayang jika ia melewatkannya dengan aktivitas dalam ruangan. Ia memutuskan melakukan kunjungan balasan ke wanita muda bernama Kimberly.

*
*
*

Kimberly kembali ke rumahnya. Rumah peninggalan orang tuanya. Rumah klasik berlantai dua, dengan banyak jendela. Sinar matahari dan udara segar bagus untuk kesehatan penghuni rumah. Halamannya cukup luas, dengan hamparan rumput hijau dan tanaman perdu berjejer sebagai pagar. Sebuah pohon rindang berdiri tegak di sana. Halaman itu menjadi saksi bisu kenangan masa kecil dia dan Violet. Mereka biasa bermain dan berlarian di sana, diawasi ayah dan ibu yang menyiapkan hidangan panggangan untuk teman makan siang mereka di kala liburan.

Kimberly melangkah melintasi halaman depan dan masuk ke dalam rumah. Dia menapaki tangga ke lantai dua menuju kamarnya untuk berganti baju. Dia melepas sweter dan menggantinya dengan T-shirt bergambar stiker timbul hati yang terbakar api. Rok panjangnya yang berwarna krem jatuh ke lantai, lolos dari kakinya yang sekarang dibalut celana pendek selutut. Dia mematut diri di depan cermin dan mengamati pinggulnya yang melebar dari dua tahun yang lalu. Tubuhnya tambah berlekuk dan lebih berisi setelah dia melahirkan anak pertamanya.

Ya, pada usia 22 tahun, di masa kuliahnya, dia telah melahirkan seorang anak, bayi laki-laki, yang saat ini tidak bisa bersamanya. Karena suatu kondisi dia harus meninggalkan anak itu dalam asuhan keluarga suaminya. Calon-mantan-suami.

Dia sangat merindukan Anthony, anaknya, yang baru berusia 1,5 tahun, karena itu, bekerja di taman kanak-kanak sedikitnya mengobati rindunya.

Sekarang, hampir 6 bulan dia pindah ke Kota CC. Punya rumah tetap, pekerjaan yang disenangi, penghasilan yang lumayan. Dia punya segalanya yang diperlukan untuk hidup tenang dan bahagia.

Enam bulan yang lalu, terakhir kali dia bertemu suaminya. Terakhir mereka berhubungan intim. Kimberly merengut dan mengembus napas lelah. Mereka punya kehidupan seks yang hebat, menyenangkan. Harmonis malah, tetapi dia harus hidup berpisah dari orang yang mencintai dan dicintainya.

Kimberly berlari menuruni tangga hendak menuju ruang belajar ketika ponsel di tangannya berdering. Huruf X besar terpampang di layar. Dia mengangkat teleponnya sambil berjalan. "Hmm. Halo!" seru Kimberly.

"Sudah kau terima berkasnya?" sahut suara laki-laki, dalam dan lembut.

"Ya, sudah, tetapi belum kubaca. Baru mau."

"Hm ...."

Senyap. Kimberly duduk di balik meja tulis dan membuka berkas yang baru diterimanya dari kurir ketika jam sekolah hampir selesai. Berkas berisi beberapa foto dan kertas-kertas data.

Kimberly masih memasang telepon di telinganya. "Hm ... Darling?" suara X di telepon.

"Ya?"

"Apakah kau sudah mempertimbangkannya lagi?"

"Soal apa?"

"Kembali padaku."

"X ...." rengek Kimberly.

"Please, Honey, I can't live without you!"

"Jangan kekanak-kanakan, Xander!" gerutu Kimberly sementara matanya fokus membaca berkas. Dia mengatakan dengan suara tegas, "Beberapa orang perlu mendapatkan penyelesaian dalam hidup mereka untuk bisa tenang dan kau tahu, X, aku tidak akan bisa move on sebelum menemukan pembunuh orang tuaku dan kakakku."

(Revisi: 19/07/2020)




Play In Fire (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang