Bagian 1. Susu

16.9K 1.4K 63
                                    


"Jeno~"

Mata ini perlahan terbuka begitu suara itu tertangkap oleh indraku. Mungkin sudah terbiasa, hanya dengan satu kali panggilan dan mata ini akan terbuka. Aku pun tak perlu mengira-ngira lagi siapa pemilik suara yang menggentayangi 17 tahun hidupku. Ya, dan dia sudah menatapku dengan mata berbinar dan senyum khasnya yang seperti anak kecil. Sungguh kontras dengan usianya yang sebenarnya.

Tak mau terlalu lama termangu mengagumi wajahnya, kuangkat punggungku yang lelah dari ranjang. Masih belum puas memang rasanya mata ini untuk terlelap, namun aku tahu jika dia sudah memanggil itu artinya aku harus dan seharusnya bangun.

"Pagi Jeno~"

Sebuah kecupan hangat mendarat di pipiku. Terasa kenyal, lembut dan lembab. Tak terasa bibir ini melengkung tipis. Aku sudah terbiasa ia bangunkan pada waktu yang sama, dengan suara yang sama dan orang yang sama, namun perlakuannya yang ia lakukan setiap pagi seolah tak pernah berhenti membuatku bosan. Aku menyukainya.

"Pagi juga Kak.." balasku. Tak lupa tangan ini mengacak lembut rambut kepalanya.

Tampak wajahnya yang tersenyum menahan geli ketika aku melakukannya. Aku tahu ia menyukainya.

"Jeno, jeno~"

"Iya apa Kak.."

Pria itu seketika mengambil segelas –susu kurasa- dari atas meja tak jauh dari ranjangku.

"Tada~ buat susu Kakak, buat Jeno!"

Mataku menatap segelas minuman berwarna cokelat dari kedua tangan kakakku. Alisku agak berkedut ketika melihatnya namun dengan cepat aku mengacak kembali rambut kepala kakakku itu.

"Wahh.. Kakak hebat!"

"Hehehe.. Ayo, Jeno cicip!"

Aku menghela nafas dan meraih gelas itu dari tangannya. Terasa basah dan lengket, tanda susu itu mungkin tumpah saat ia membawanya ke kamar. Aku sudah bisa membayangkan bagaimana keadaan dapur sekarang.

"Iya.. Nanti Jeno cicipi, tapi sekarang Kakak mandi dulu ya.."

Kakakku menggelengkan kepalanya dengan bibir yang mengerucut. "Euung! Jeno minum dulu! Pokoknya!"

Kali ini aku menghela nafas lebih dalam. Aku sudah paham jika dia tidak akan berhenti sampai kemauannya kuturuti. Aku pun menyesap sedikit susu yang terasa senyap (tidak dingin, juga tidak hangat/panas) di tanganku itu. Alis ini tidak bisa untuk tidak berkedut ketika minuman yang kakakku sebut 'susu' itu menyentuh permukaan lidahku. Terasa asin! Aghh, aku bahkan bisa merasakan butiran garam bergulir di lidahku. Ini benar-benar terasa seperti 'bencana yang bisa diminum'.

Mataku kini menatap ke mata kakakku yang berbinar menanti reaksiku. Aku pun segera menelan minuman itu dan dengan senyuman khasku, kuletakkan susu itu di atas meja.

"Susunya enaak sekali.."

"Yeayy.."

Pria itu menepuk-nepuk kedua tangannya dengan girang. Tak lupa juga suara-suara erangan aneh yang biasa ia bunyikan ketika dia merasa excited.

Senyumku pun mengembang. Melihat kakakku yang tunagrahita itu tersenyum dan tertawa seperti itu sudah cukup untuk menghilangkan getir di mulut dan hatiku. Hidupku memang tidak semanis wajah kakakku dan selembut kulitnya, namun dengan melihat kakakku tersenyum bahagia sudah cukup bagiku.


Aku pun segera bangkit dari ranjang, merangkul pinggang kurus kakakku dan mengangkatnya. Tubuhnya yang lebih mungil dariku membuatnya mudah untuk kugendong seperti koala.

"Nah, sekarang waktunya mandi!"

"Aww.. hahahaha... Jenoo.. nanti, kakak jatuuuh~ "

Aku bisa membayangkan bagaimana mengerucutnya bibir kakakku ketika membunyikan kata terakhir. Pasti menggemaskan. Aku tidak bisa untuk tidak tersenyum. Kakakku, orang yang kini dalam gendonganku ini adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku merasakan perasaan yang ganjil di dadaku. Perasaan bahagia bercampur pedih. Aku tidak bisa sepenuhnya tersenyum dan tidak bisa juga sepenuhnya menangis.

'Kak.. andai kau terlahir normal, mungkin kau akan menjadi orang yang hebat. Kenapa Tuhan seperti sedang bercanda padamu? Kau tidak pantas hidup layaknya orang bodoh seperti ini. Kau harusnya menjadi kakak yang dewasa dan mandiri. Kau seharusnya bisa menjadi satu-satunya tempatku bergantung. Karena kau tahu kak... kadang aku merasa lelah.'

***



Childish (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang