Epilog

9.7K 786 244
                                    

Suara ketukan palu terdengar menggema di ruangan itu. Jaehyun menutup matanya menyambut putusan Hakim dengan senyum di bibirnya. Jambang dan kumis yang menutupi wajahnya kini sudah terpangkas habis, menyisakan wajahnya yang masih tampak tampan meski dengan tulang pipi yang terlihat menonjol di kedua sisi wajahnya. Tak lama pasca putusan disampaikan, beberapa petugas membawa tubuh Jaehyun pergi dari ruangan itu untuk diantar menuju tempat yang harusnya ia tempati sejak lama. Sekilas Jaehyun memutar tubuhnya dan mendapati sosok ibunya di kursi penonton. Ibunya bahkan tak menghampiri untuk memberinya pelukan terakhir. Ia hanya duduk di sana dengan mata yang basah. Tentu ini begitu berat baginya.

Jaehyun memang merasa begitu bodoh. Ia adalah satu-satunya anak yang orang tuanya miliki. Mereka menunggu sangat lama untuk melihat Jaehyun menikah dan memberi mereka cucu untuk mereka timang-timang. Nyatanya, di hari tua mereka, pemandangan ini yang dapat Jaehyun berikan.

Tapi Jaehyun tak merasa begitu banyak penyesalan dalam keputusannya kali ini. Baginya, jeruji penjara adalah hal terkecil dan termurah yang bisa ia lakukan untuk membayar kesalahannya. Ia memberikan senyum terbaiknya pada sang Ibu, dan memalingkan wajahnya dengan cepat. Ia tak tega melihat bagaimana Ibunya yang terisak kian hebat setelah melihat senyum itu.

'Sampai jumpa Bu.. Kuharap kau masih melihatku sebagai anakmu ketika aku keluar nanti. Dan untukmu malaikat kecilku.. kuharap kau bisa melupakanku meski aku tidak ingin kau melupakanku. Aku.. akan sangat merindukanmu.. '

***

"Astaga.. Kita sudah berkeliling lima kali Kak.. Tidakkah kau pilih saja satu toko dan belilah sesuatu di sana?" keluh Haechan sembari bersimpuh pada lututnya.

Kakinya sudah terasa sangat pegal karena menemani Mark yang hendak membeli sesuatu untuk hari ulang tahun Taeyong.

Mendengar keluhan Haechan, Mark justru mendecakkan lidahnya. Tangannya menggaruk kepalanya frustasi. Sebenarnya ia juga lelah, tapi ia masih bingung untuk menentukan barang yang hendak dibelinya.

"Jangan mengeluh saja! Setidaknya beri aku ide!"

Haechan pun mendudukkan pantatnya di sebuah kursi panjang yang berada tak jauh dari mereka berdiri.

"Kan sudah kubilang boneka saja.. Kak Yongie suka bonekaa.."

Mark mendecakkan lidahnya. Sebenarnya ide Haechan ada benarnya juga, namun ia terlalu gengsi untuk membeli boneka. 'Jika cuma boneka, Jaehyun pasti sering memberikannya.'

"yang lain saja! Boneka sudah terlalu umum. Aku ingin sesuatu yang special! Yang akan selalu ia gunakan!"

Tiba-tiba Haechan mengacungkan tangannya. "Bagaimana kalau.."

"Jangan baju. Kudengar Jaemin sudah membelikan satu set pakaian plus sepatu untuk Yongie.."

Dan Haechan pun menurunkan kembali tangannya.

Tak kunjung mendapatkan ide, Mark mendudukkan pantatnya di sebelah Haechan dengan dengus kesal.

Mark sungguh bingung. Ia ingin memberikan sesuatu yang istimewa untuk Taeyong mengingat itu –menurut Haechan- adalah pesta ulang tahun pertama Taeyong. Di hari yang istimewa dan berarti bagi Taeyong itu tentunya Mark tidak bisa memberikan sesuatu yang biasa. Ia menginginkan suatu hadiah yang unik, yang berbeda dari hadiah teman-temannya, dan pastinya haruslah berkesan. Sebenarnya membeli hadiah yang berkesan tidak akan sesulit ini jika Mark memiliki uang lebih. Sayangnya budget Mark tidak banyak, membuat pilihannya kian terbatas.

"Ibu, Ibu.. Aku mau beli crayon baru..."

Mata Mark yang semula setia menatap lantai kini terangkat menuju suara itu. Ia melihat seorang ibu-ibu yang tengah menuntun anak gadisnya, berjalan melewati mereka.

Childish (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang