Bagian 12. Tidur Bersama

5.5K 735 33
                                    


Jeno menutup buku pelajarannya dengan kasar. Perasaan tak nyaman membuncah di dalam rongga dadanya. Pengalaman yang ia alami malam itu terus terngiang-ngiang di kepalanya, seolah tak mau hilang barang sekejap saja.

Rasa pusing karena kora-kora dan ombak air, kesenangan saat melihat wajah ceria kakaknya di pasar malam, kegundahan karena mengingat uangnya menipis, kesedihan dan penyesalan karena membuat kakaknya menangis, serta kemunculan seorang pria tampan yang menimbulkan kecemasan di hatinya. Semua perasaan itu bercampur dan memenuhi kepala Jeno hingga Jeno tak tahu lagi harus 'merasa apa' malam itu. Terlalu banyak emosi membuat Jeno linglung, sama saat di jalan tadi. 

Jeno melihat ke arah jam di mejanya, sudah menunjuk angka 22:57. Merasa hari sudah larut, ia pun meringkas buku pelajaran ke dalam tasnya dan bersiap untuk tidur. Sungguh sia-sia ia membuka buku pelajarannya ketika mata dan pikirannya tidak pernah tertuju pada benda itu. 

Jeno sudah berdiri di samping ranjangnya, namun kakinya membawanya ke arah lain. Arah yang ia tuju adalah kamar Taeyong yang letaknya persis di sebelah kamarnya.

Perlahan Jeno membuka pintu yang hanya menutup sebagian. Cahaya temaram dari lampu tidur berbentuk kucing di meja membatasi jangkauan penglihatannya, namun Jeno masih bisa melihat gelas susu yang sudah kosong di meja belajar kakaknya. Jeno juga bisa melihat sosok pria manis yang meringkuk di ranjang dengan kedua tangannya memeluk sebuah boneka teddy bear berwarna putih.

 Perlahan Jeno berjalan mendekat dan bersimpuh di sisi ranjang kakaknya. Mata Jeno tampak terpaku menatap wajah damai Taeyong yang terlelap. Jeno selalu melihat wajah itu setiap hari, namun rasanya ia tak pernah bosan untuk memuji bagaimana cantiknya wajah kakaknya itu. Bahkan saat tertidur pun Taeyong terlihat seperti Putri Tidur. Seorang Putri yang terlelap dan menunggu seorang Pangeran tampan membangunkannya dengan sebuah kecupan. Tapi siapa Pangeran itu, Jeno tak sanggup memikirkannya.

Kejadian malam ini membuat Jeno tersadar. Kakaknya telah tumbuh menjadi remaja yang mempesona. Terlepas dari keterbelakangan mentalnya, penampilan fisiknya tentu menarik perhatian orang-orang di luar sana. Entah itu wanita, maupun lelaki, Jeno yakin sulit bagi mereka untuk membantah pesona Taeyong. Dan hal itulah yang membuat Jeno khawatir. 

Bagaimana jika suatu saat seseorang akan membawa Taeyong menjauh darinya?

"Kak.."

Suara Jeno berbisik lirih, tak ingin membangunkan Taeyong namun berharap suara itu sampai di hati kakaknya.

"Maafkan Jeno.. karena Jeno sempat marah padamu.. Jeno sudah kehabisan kesabaran tadi.. dan menyadari jika aku ingin membentak dan marah padamu membuat aku malu. Aku menyesal karena memiliki perasaan itu meski hanya sekilas."

Kini Jeno melipat kedua tangannya di atas ranjang Taeyong dan memangku dagunya di sana. Dengan posisi itu, ia dapat menatap wajah Taeyong lebih dekat.

"Kak.. Maafkan Jeno yang tidak bisa menuruti semua keinginan Kakak.. Jeno berjanji akan mencari pekerjaan yang layak setelah lulus nanti dan mencari uang yang banyak untuk Kakak.. Kakak bersabar ya.."

Tak terasa tangan Jeno sudah membelai rambut lembut kakaknya. Begitu lembut jemari Jeno membelai surai halus itu, turun ke bawah hingga jemari tegas itu sampai di pipi tirus sang Kakak.

"Dan Jeno mohon.. Jangan terlalu dekat dengan siapa pun selain Jeno dan Haechan. Jeno takut, seseorang akan menyakiti Kakak. Jeno takut kehilangan Kakak.."

"Jeno.."

Mata Jeno membulat ketika Taeyong menggumamkan namanya. Perlahan mata Taeyong terbuka dan menatap pupil legam Jeno dengan sayu.

Childish (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang