Bagian 30. Berakhir

8.3K 660 125
                                    

Sehelai daun dari pohon mangga Nenek jatuh tanpa daya ke tanah, bergabung dengan dedaunan lain yang mengering di pekarangan itu. Jika pohon mangga itu bisa merasa, ia mungkin kesepian. Sosok pemuda yang biasanya menyapu dedaunan yang ia jatuhkan tak tampak belakangan ini. Ia biasa melihatnya mandi setiap pagi, dan berdecak kasihan setiap kali ia menggigil kedinginan. Ia juga biasa melihatnya mengucek pakaiannya dan menjemur pakaian tak jauh dari si pohon berdiri, tapi tidak dengan belakangan ini. Ia juga sudah lama tak merasakan tangan pemuda itu menyusuri tubuh kayunya dan memetik mangga-mangga yang ia masak untuk ia dan saudaranya.

Si pohon hanya dapat bergoyang pelan setiap angin sepoi lewat, dan menerbangkan lebih banyak dedaunan di tanah.

Rumah itu memang berubah. Hari-hari yang biasa diselingi dengan pekik girang, rengekan atau tangis rajuk, kini lebih banyak diisi keheningan. Tidak ada suara riuh televisi, dan tidak ada yang membukakan pintu setiap kali Haechan dan Mark datang berkunjung. Rumah itu seolah telah mati.

Hanya isak tangis yang memilukan yang sering kali terdengar setiap malam menjelang. Sesekali bahkan terdengar jeritan yang memilukan hati. Dan bila teriakan histeris itu mulai terdengar seperti malam ini, Jeno akan membuka matanya. Ia akan bangun dari sofa ruang keluarga dan berjalan menuju kamarnya, melewati sebuah kamar yang tertutup rapat dan tak pernah dibuka lagi sejak hari itu.

Di kamarnya, ia akan mendapati sosok pria yang terisak di sudut ruangan di ranjangnya. Ia meringkuk seolah menghindari sosok tak kasat mata yang berdiri di ruangan itu. Jeno pun berjalan ke arah sosok itu, membelai punggungnya perlahan. Sosok itu tampak tersentak dan menatap Jeno dengan pandangan yang memilukan.

"Kak.. Ini Jeno.."

Dan perlahan sosok itu mulai melemaskan tubuhnya, membiarkan Jeno memeluknya.

"Kenapa Kak? Kakak mimpi buruk lagi?"

Sosok kurus dan menyedihkan yang tak lain adalah Taeyong itu tak menjawab. Jemarinya hanya terulur dan bergetar ke arah lemari yang sedikit terbuka. Di sana Jeno bisa melihat sosok yang menyembul keluar.

Malam itu, si pohon merasa kulit pohonnya terasa hangat, dan ketika ia membuka mata imajinernya, ia melihat kilatan kemerahan di titik tak jauh dari tempatnya tumbuh.

Bersamaan dengan dedaunan yang ia jatuhkan, sebuah boneka beruang berwarna putih perlahan meleleh dalam jilatan api. Jeno memandang bagaimana boneka itu perlahan berubah menjadi abu. Di tangannya kini tergenggam jaket dengan kualitas yang sangat baik. Seumur hidupnya ia tak pernah melihat kakaknya mengenakan pakaian sebagus dan semahal mantel biru itu. Namun Jeno memilih melemparkan jaket itu ke dalam api, bersamaan dengannya beberapa uang yang tersisa dari pemberian Jaehyun.

Pantulan kilatan api itu tampak menggeliat di pupil Jeno. Teringat momen-momen yang tercipta antara dirinya, kakaknya, dan Jaehyun, menyadari jika semua kebahagian dan kesenangan itu palsu. Dan kali ini Jeno akan membuang semuanya. Menghanguskannya seperti mantel biru itu beserta Bong-bong.

Tapi entah kenapa, amarah itu tak pernah padam. Mungkin amarah itu tidak akan pernah bisa padam selama kakaknya masih terpuruk di dalam kamarnya. Jaehyun telah sukses memberikan pengalaman paling kelam yang pernah Taeyong alami, dan itu menghancurkan Taeyong baik fisik maupun mental. Membuat Taeyong terus mengurung diri di dalam kamarnya, menolak bertemu dengan orang-orang, dan seringkali berhalusinasi yang membuatnya menangis dan berteriak histeris. Jeno benar-benar ingin melihat sosok mengerikan apa yang Taeyong lihat, dengan begitu ia bisa menghajarnya, memastikan ia tak akan berani muncul lagi. Sayangnya Jeno tak mampu berbuat apa-apa selain memeluk kakaknya, menenangkannya. 

Seperti yang Jeno katakan saat itu. Jaehyun telah mengambil kakaknya. Jaehyun telah merusaknya. Satu-satunya harta yang Jeno miliki dan jaga sepenuh hati seumur hidupnya akhirnya hancur dalam sebuah kedipan mata. Untuk sesaat Jeno berpikir, kali untuk apa aku hidup? Apa lagi yang bisa aku perjuangkan? Semuanya sudah direnggut dariku. Kenapa aku harus hidup?

Childish (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang