Bagian 23. Masakan Ibu

3.5K 557 33
                                    


Hari mulai gelap, dan ini sudah saatnya bagi Jeno untuk membawa kakaknya pulang. Tak enak jika mereka singgah terlalu lama, terlebih masalah di antara Jeno dan Mark sudah tuntas. Tak ada lagi dendam dan Mark sudah menjamin tak akan berbuat macam-macam lagi pada Taeyong dan juga Haechan. Satu hal yang Jeno perlu khawatirkan hanya perasaan Mark pada kakaknya. Mark mungkin sudah berjanji akan melupakan perasaannya dan berusaha menganggap Taeyong sebagai teman, tapi siapa yang bisa menjamin Mark dapat menepatinya? Entahlah, Jeno terlalu lelah untuk memikirkannya saat ini.

"Kak.. ayo pulang."

Taeyong menoleh ke arah Jeno yang sudah bangkit dari kursinya dan berjalan menghampirinya. Taeyong mulai menampakkan raut wajah merajuknya, namun ia tak menunjukkan banyak penolakan. Ia melepaskan Ruby dari gendongannya, menyerahkannya pada Mark.

"Loh, kok pulang?"

Mata Mark membulat heran ke arah Jeno. Jujur saja ia masih ingin bersama Taeyong lebih lama lagi.

"Sudah malam. Tidak enak sama Tante.."

Jeno mengatakan itu sambil menatap Taeyong, berharap ia akan mengerti.

Taeyong menganggukkan kepalanya dan bangkit dari ranjang Mark. Ia tampak menurut saja ketika Jeno sudah merangkul pundaknya dan menggiringnya keluar kamar.

Mark buru-buru meletakkan anjingnya dan berlari kecil menghampiri Jeno. "Astaga.. buru-buru sekali.. Tinggallah dulu di sini dan makan malam bersama kami."

Jeno pun berbalik dan tersenyum singkat. "Tidak, terima kasih.. Kami sudah banyak merepotkan."

Mark hanya bisa mendengus kecewa. Ia tak merasa direpotkan sama sekali. Pada akhirnya Mark harus merelakan kedua kakak beradik itu menuruni tangga rumahnya.

"Ibu..! Jeno dan Yongie pamit pulang!"

Suara lantang Mark langsung dibalas dengan suara lantang juga yang menggema dari arah dapur.

"Apa? Kok sudah mau pulang?"

Tak lama Ibu Mark datang dengan apron masih melekat di tubuhnya.

"Kenapa buru-buru sekali? Tidak makan dulu?"

Jeno buru-buru tersenyum dan melambaikan tangannya tanda menolak. "Tidak Tante.. Sudah malam.. Kami tidak ingin merepotkan.."

Ibu Mark mengibaskan tangannya seolah memukul nyamuk imajiner di depan wajahnya. Tangan itu kemudian meraih tangan kurus Taeyong, menggiringnya untuk berjalan mengikutinya. "Tidak merepotkan.. Justru Tante yang sedih kalau kalian tidak makan. Tante sudah memasak untuk kalian. Ayo, kita makan sama-sama.."

Akhirnya Jeno menghela nafas dan mengikuti langkah kakaknya yang sudah terlebih dulu 'diculik' oleh Ibu Mark. Sementara Mark? Dia tersenyum puas di belakang Jeno. Ini bukan kali pertama ibunya mengajak teman-teman sekolahnya untuk makan bersama. Tapi kali ini terasa berbeda bagi Mark, karena teman-temannya tidak bisa memunculkan perasaan berdebar seperti saat Mark bersama Taeyong.

"Ayo Jeno.. Jangan malas begitu jalannya.. hahaha.. "

Jeno hanya bisa mendengus ketika tangan Mark mendorongnya untuk berjalan lebih cepat. Ia tahu jika Mark sangat menikmati kesempatan ini. Baginya, ini sama dengan menambah hutang budinya pada orang lain.

"Nah, tunggu di sini sebentar ya.. Tante ambilkan dulu makanannya. Mark, bantu Ibu!"

Jeno yang semula sudah duduk di meja makan, kini kembali bangkit. "Biar Jeno bantu Tante."

"Oh, tidak, tidak.. Kamu duduk saja ya.. Temani kakakmu."

Ibu Mark mendorong pelan bahu Jeno supaya ia kembali di posisinya semula. Kemudian ia melihat Mark berjalan melewati kursi Taeyong di sebelahnya, mengacak rambut kakaknya gemas dan menoleh ke arah Jeno.

Childish (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang