Jeno baru saja meniriskan telur mata sapi yang ia masak ketika panci besar berisi air mulai mengepul. Ia mengambil kain lap, membungkus pegangan panci dengan kain dan dengan satu tarikan ia mengangkat panci itu.
"Yeayy..! Air hangat~"
"Kakak awas, minggir! Panas!"
Langkah Jeno sempat terhenti dan menjauhkan panci di tangannya ketika kakaknya berjalan menghampirinya. Kakaknya memang ceroboh dan jika Jeno tidak waspada, pasti ada saja kecelakaan yang akan membuat kakaknya menangis tak terkendali.
Kakaknya segera berhenti dan membiarkan jeno berjalan memasuki kamar mandi. Mungkin ia takut setelah sebelumnya pernah tanpa sengaja (sengaja sebenarnya) mencelupkan tangannya di air panas. Butuh waktu setengah jam bagi Jeno untuk dapat meredakan tangisan kakaknya itu.
"Bruushhh..."
Jeno menumpahkan seluruh isi panci itu ke dalam bak plastik besar, kemudian mencampurnya dengan air dingin. Andai kamar mandi mereka memiliki pemanas air, mungkin Jeno tidak perlu memasak air setiap harinya demi kakaknya. Kakaknya memang tidak bisa mandi dengan air dingin, terutama di pagi hari. Kakaknya mudah sekali terkena flu.
Dengan telaten Jeno mengambil air sedingin es dari bak mandi dan mengguyurkannya ke bak plastik itu hingga air panas di sana menjadi hangat dan bisa kakaknya pakai.
"Nah, sudah.. Kakak mandi sendiri ya.. kan sudah pintar.."
Hati Jeno mencelos ketika melihat kakaknya mengerucutkan bibirnya. Tatapan mata kakaknya merunduk dan tangannya meremas-remas bagian bawah kaosnya. Merajuk.
"Kakak.. Kan Kakak sudah besar.. Jeno mau masak buat Kakak.."
Kakaknya masih dalam mode merajuknya, dan itu membuat Jeno harus menghela nafas sabar. Ia pun menundukkan wajahnya sehingga mata kakaknya bisa menangkap wajahnya.
"Kakak.. Kakak mandi sendiri ya.. Nanti pulang sekolah Jeno belikan es krim."
Untuk beberapa saat tak ada jawaban dari kakaknya. Ia hanya cemberut dan memainkan kaosnya, hingga sebuah cicitan pelan meluncur dari bibir tipis pria manis itu.
"Janji.."
Jeno pun tersenyum puas dan menyodorkan jari kelingkingnya. "Iya.. Jeno janji."
Perlahan wajah sang kakak pun terangkat dengan senyum lebar, dan dengan cepat menyambar kelingking Jeno dengan kelingkingnya yang kurus.
Puas dengan siasatnya, Jeno pun mengacak rambut kepala sang kakak. "Nah sekarang cepat buka bajunya, terus taruh di keranjang itu ya Kak.."
"Iyaa~"
Jeno pun berjalan meninggalkan kamar mandi, dan sebelum ia menutup pintu kamar mandi dengan sempurna, ia melihat kakaknya memasukkan pakaiannya di keranjang sesuai arahan Jeno. Ia juga melihat bagaimana tubuh putih mulus kakaknya yang menggigil sebelum akhirnya ia mengguyurkan air hangat dari bak plastik ke tubuhnya.
"Hiuu~ Hangat~"
Jeno hanya tersenyum dan menutup pintu kamar mandi dengan perlahan.
"Aku harap suatu hari nanti Kakak tidak mandi di rumah orang lain.."
***
Setelah menyelesaikan kegiatan memasak dan menyiapkan bekal untuk dirinya dan sang kakak, Jeno melanjutkan rutinitasnya dengan mandi. Berbeda dengan kakaknya yang mandi di dalam kamar mandi, Jeno lebih memilih mandi di bilik belakang rumah. Di sana terdapat sebuah sumur dan tempat Jeno mencuci pakaian. Tidak ada orang lain di rumah itu selain dia dan kakaknya. Rumah itu juga dikelilingi tembok (dinding rumah para tetangganya) sehingga ia tidak perlu khawatir akan ada orang yang melihatnya. Jeno juga berpikir itu cara tercepat untuk pergi ke sekolah. Dia akan terlambat jika menunggu kakaknya selesai mandi.
Pagi ini terasa begitu dingin, dan air di dalam sumur itu tidak kalah dinginnya. Jeno harus berjengit beberapa kali ketika air itu mengguyur kulit putihnya.
"Nanti juga... brrr.. terbiasa setelah beberapa guyuran." Gumam Jeno di tengah bibirnya yang menggigil.
Setidaknya Jeno percaya pada artikel yang ia baca jika mandi dengan air dingin bagus untuk menyegarkan pikiran dan tubuhnya sehingga ia tidak mudah mengantuk.
Setelah selesai membersihkan dirinya, ia segera melilitkan handuk di pinggangnya dan berlari kecil memasuki rumahnya. Dinginnya udara pagi ini benar-benar tak tertahankan bagi Jeno.
Saat berada di dalam, ia melihat kakaknya sudah keluar dari kamar mandi. Melihat adiknya yang masuk rumah dalam keadaan menggigil membuat sang kakak spontan berlari menghampirinya dan memeluknya.
"Kenapa Jeno nggak mandi air hangat? Jeno dingin?"
Jeno merasa hangat tubuh kakaknya mengalir ke permukaan kulitnya. Benar-benar nyaman, namun ia sadar, kalau ini bukan kondisi yang baik. Suhu dingin ditambah pelukan hangat kakaknya bukan kondisi yang bagus untuk Jeno yang berada di usia 'pancaroba'nya. Ia sudah merasakan denyutan-denyutan hangat di bawah perutnya..
'Shit.. ini tidak bagus..'
Dengan lembut ia melepas pelukan kakaknya, membalik tubuh kurus kakaknya dan menggiringnya menuju kamar.
"Jeno kuat kok.. Sekarang kakak ganti baju ya... Ganti baju sendiri. Bisa kan?"
Kakaknya mengangguk dan begitu Jeno menutup pintu kamar kakaknya, ia segera berjalan memasuki kamarnya, berharap ia dapat mendinginkan tubuhnya di sana.
***
Bersambung
Aneh nggak sih? lol
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish (END)
FanfictionCerita ini mengisahkan perjuangan Lee Jeno dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan kakaknya yang mengalami keterbelakangan mental. Mampukah Jeno bertahan dalam menghadapi masalah yang timbul silih berganti? 'Karena kau tahu Kak? Kadang aku merasa lela...