Bagian 15. Berkelahi

5K 699 42
                                    


"Om paling ganteng? Cuih.."

Jeno masih saja menggerutu bahkan di dalam kelasnya. Saat itu jam pelajaran terakhir dan pikiran Jeno masih saja belum teralihkan dari kata-kata kakaknya semalam. Begadang semalaman membuat wajah putih Jeno tampak suram dan ada cincin hitam tipis di sekitar matanya.

Jika ditanya apa sebenarnya yang membuat Jeno serisau itu, Jeno pun tak tahu pasti jawabannya. Sama seperti sebelumnya, ada sebuah perasaan yang mengganjal di hatinya. Perasaan itu seolah menolak kedekatan kakaknya dengan orang lain. 

Kini Jeno bertanya-tanya apa ia mengidap 'Brother complex'? Well, ia tak ingin berspekulasi terlalu jauh. Jeno rasa wajar jika seorang adik mengkhawatirkan kakaknya, bukan begitu?

Mata Jeno melirik ke arah jam dinding. Masih 45 menit lagi sebelum kelas berakhir. Melihat gurunya yang sibuk menuliskan catatan di papan tulis, Jeno iseng melihat isi ponselnya. Daripada lelah mencatat, bukankah lebih efisien jika ia memfotonya?

Alis Jeno berkedut ketika layar ponselnya menyala, tampak belasan missed call dari Haechan.

'Ada apa anak ini?'

Perasaan Jeno tiba-tiba berubah tidak enak. Tak biasanya Haechan menelponnya se-ngotot ini. Jeno pun membuka pesan singkat yang Haechan kirimkan padanya.

'kak Jeno! Yongie dibawa ke kantor polisi! Cepatlah kemari!'

Jeno seperti kehilangan kekuatannya untuk sekejap. Ponsel itu nyaris saja jatuh ketika Jeno membaca pesan itu.

'Kakak? kantor polisi?'

Tak berpikir lebih banyak lagi, ia segera meringkas buku-bukunya dan dengan suara derit meja yang terdorong kasar ia beranjak dari kelas.

"Hey! Jeno! Apa kau tidak tahu saya masih mengajar?!"

Jeno sudah sampai di ambang pintu ketika gurunya meneriakinya. dengan emosi tertahan ia pun berbalik.

"Bu, maaf saya ada urusan mendesak. Saya akan menjalani hukumannya besok, tapi izinkan saya pulang terlebih dulu. Terima kasih."

Dan Jeno pun berlari meninggalkan kelas itu, seolah tak peduli bagaimana gurunya beberapa kali memanggil namanya. Ia tak peduli. Yang di otaknya adalah kakaknya.

'Apa yang sudah kau lakukan Kak? Bertahanlah.. Jangan menangis.."

***

"Huweeee... Huuuaaa.... Ampun Om... Yongie janji ga nakal lagi... Huuuweeee.."

Haechan tampak kerepotan menenangkan Taeyong yang menangis tersedu-sedu sejak para polisi membawa mereka ke kantor polisi. Beberapa polwan mendekat dan membantu meredakan tangis Taeyong namun Taeyong tetap saja menangis tak terkendali.

"Huee.. Jeno... Jenoo.. hiks, Jenoo!!"

Haechan hanya bisa berdecak kasar. Matanya juga mulai basah karena panik melihat Taeyong yang seolah tak tampak tanda akan meredakan tangisnya.  Dilihatnya ponselnya yang masih tak ada tanda-tanda telfon dari Jeno. "Kak Jeno.. Kau di mana??" gerutu Haechan dengan suara bergetar.

"Yongie.. Cup-cup ya.. Jangan nangis.. Habis ini Jeno datang.."

"Huee.. Jenoo.. Kakak takut... Ampun pak polisi.. Huuuuhu..."

"Tenang.. Tenang.. Cup -up ya.. Adik nggak akan kenapa-kenapa.. Pak Polisinya baik.." hibur salah satu polwan yang kini membelai punggung Taeyong. Tapi tampaknya kata-kata itu tak dapat Taeyong tangkap. Ia terus saja menangis dan menutupi wajahnya di pelukan Haechan.

"Astaga.. Sampai kapan dia akan menangis?" gerutu salah satu Polisi di sana.

"Ya ini juga karena Bapak! Harusnya Bapak bisa lebih lembut pada anak tunagrahita!" Bela salah satu Polwan.

Childish (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang