Hari-hari berikutnya berlangsung seperti biasa. Pagi diawali dengan Taeyong membangunkan Jeno, Jeno memasak air dan menyiapkan sarapan, Jeno menyiapkan air mandi untuk Taeyong, mandi, sarapan, sekolah, makan, menonton kartun, mandi, makan, belajar, menyiapkan susu Taeyong, kemudian tidur. Tidak ada perubahan yang berarti dalam keseharian Jeno. Satu bedanya adalah sekarang kakaknya punya teman baru, dan dia selalu membawanya ke mana pun ia pergi. Taeyong selalu membawa Bong-bong dalam tidurnya, menonton TV, duduk di kursi sebelahnya ketika makan, dan.... Jeno harus berusaha keras membujuk kakaknya agar tak membawa Bong-bong ke kamar mandi dan ke sekolah.
Bong-bong hanyalah boneka teddy bear putih seukuran bayi umur 1-2 tahun. cukup besar untuk menenggelamkan sosok mungil kakaknya ketika digendong. Jeno akui jika kualitas boneka itu cukup bagus. Terasa lembut dan empuk ketika dipeluk. Bahannya terasa dingin di kulit sehingga Taeyong merasa betah memeluknya terus menerus tanpa pernah mengeluh kegerahan. Parahnya lagi, kehadiran Bong-bong di pelukan Taeyong membuat ia tampak berkali lipat lebih manis. Jeno harus menahan gemas untuk tak memakan kakaknya ketika melihat Taeyong memeluk Bong-bong saat menonton TV.
Tapi tetap saja rasa kesal masih ada. Ya, Jeno kesal pada bong-bong yang seolah menggeser posisinya sebagai adik Taeyong satu-satunya. Dan Jeno kesal karena Bong-bong membuat kakaknya jadi lebih sulit diatur.
"Kak.. ayo Bong-bong ditinggal dulu.. kan mau mandi.."
"Bong-bong juga mandi~ biar wangi.."
Jeno mengusap wajah kasar. "Kak.. Bong-bong nggak bisa mandi.. Bong-bong kan nggak suka air.."
"Ha? Iya?" mata Taeyong membulat polos.
"Iya.. Teddy itu enggak suka air kayak kucing. Kalau kena air nanti dia sakit. Kakak mau Bong-bong sakit?"
Taeyong menggeleng dengan tatapan sedihnya.
"Nah, sekarang kakak mandi sama Kwek-kwek saja yaa.. Kalo Kwek-kwek baru suka air.."
Mata Taeyong seketika berbinar kemudian tanpa perlu dibujuk lagi ia meletakkan Bong-bong di sofa.
"Bong-Bong tunggu di sini ya.. Yongie mau mandi sama Kwek-kwek~"
Kini Jeno mengulas senyum lega. Strateginya menggunakan boneka bebek karet milik Taeyong semasa kecil berhasil.
Selanjutnya Jeno harus memikirkan bagimana membujuk kakaknya agar mau pergi ke sekolah tanpa Bong-bong.
'Huft.. Nanti harus pakai cara apa lagi?'
***
"Ayo Jeno~ Cepet jalannya.. Kakak kangen Bong-bong.."
"Iya.. Ini sudah cepet Kak.."
Saat ini Jeno tengah menggandeng tangan kakaknya yang tampak berlari kecil di jalan menuju rumah mereka. Jeno tampak kerepotan mengimbangi langkah kakaknya yang sudah seperti mengajak berlari marathon.
"Kak..Jangan lari-lari.. Bong-bong nggak akan hilang kok."
Taeyong hanya terkekeh dan akhirnya mau menurut dengan melambatkan langkah kakinya.
"Eh, jalan Bombob~"
Menyadari jalur kuning di bawah kakinya, Taeyong segera memposisikan kembali kakinya seperti menaiki 'jembatan kuning'. Jeno yang melihatnya tampak menjatuhkan bahu.
'Lagi?'
"Jeno~ Pegangi Kakak.. Kakak nggak mau jatuuh~"
Dan beginilah mereka sekarang. Taeyong yang dengan riang menyusuri jembatan imajinernya, dengan tangan terentang dan bergoyang ke kanan dan ke kiri bergantian. Bibirnya tak henti tertawa, mengerang, atau berdendang. Sementara di belakangnya, dengan setia Jeno memegangi pinggang ramping kakaknya, seolah tak ingin kakaknya jatuh dalam jurang fantasinya. Jeno tampak tenang seolah tak memikirkan bagaimana cara orang-orang melihat mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish (END)
FanfictionCerita ini mengisahkan perjuangan Lee Jeno dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan kakaknya yang mengalami keterbelakangan mental. Mampukah Jeno bertahan dalam menghadapi masalah yang timbul silih berganti? 'Karena kau tahu Kak? Kadang aku merasa lela...