Bagian 22. Pengakuan

3.7K 548 8
                                    

Di sinilah Jeno sekarang, duduk di sisi meja belajar Mark, membaca sebuah komik yang Mark koleksi. Kamar Mark tampak rapi untuk ukuran anak nakal seperti Mark. Jeno sudah sempat berpikiran negatif jika kamar Mark pasti akan banyak ditempeli poster-poster band metal atau poster wanita berpakaian minim. Nyatanya di dinding kamar Mark yang bercat biru navy itu hanya terpajang sebuah poster band luar negeri yang tak Jeno kenal, dan poster Eminem, sang Dewa Rap. Jeno tak menyukai musik rap, tapi siapa yang tak mengenal Eminem?

Kini mata Jeno teralihkan dari komik di tangannya, menuju ke sosok kakaknya yang tengah duduk di ranjang Mark dengan seekor anjing di pangkuannya. Taeyong sudah mulai terbiasa dengan Ruby dan kini seolah tak mau melepaskannya. Si anjing pun tampak menurut dan pasrah saja ketika Taeyong menggendong, menimang-nimang, dan menggelitik perutnya. Sementara Mark, dia duduk di sebelah Taeyong. Wajahnya tampak senang sekali. Jeno sempat berpikir apa gigi Mark tidak kering karena Mark terus saja memamerkannya.

Jeno dibuat makin penasaran. Setelah Jaehyun, sekarang Mark yang tingkah polahnya begitu mencurigakan. Bagaimana seorang yang baru mereka kenal tiba-tiba berbuat begitu baik pada mereka seolah mereka adalah anak Presiden. Padahal Jeno dan Taeyong bukan siapa-siapa melainkan sepasang saudara yang yatim piatu dan hidup pas-pasan. Apa yang Jaehyun dan Mark lihat pada diri mereka. Ah, tidak. Apa yang Jaehyun dan Mark cari pada diri Taeyong. Ya, Jeno yakin sekali jika sikap Jaehyun dan Mark pada kakaknya sudah berlebihan. Lihatlah sekarang, bagaimana cara Mark memandang Taeyong. Jeno sampai risih melihat bagaimana wajah Mark yang terus tersenyum ke arah Taeyong seolah Taeyong adalah makanan yang menggiurkan sampai membuat air liurmu menetes. Itu tidak benar di pikiran Jeno.

Merasa jengah, Jeno menutup komik yang ia baca, meletakkannya di atas meja dan melipat kedua lengannya di depan dada.

"Mark, bisa kita bicara?"

Mark yang semula hanya tersenyum bodoh, tiba-tiba menoleh ke arah Jeno dengan senyum memudar. Berubah jadi senyum tanggung.

"Ah.. te-tentu.."

Kini Mark duduk di sisi meja yang lain, berseberangan dengan Jeno.  Mark dan Jeno hanya terdiam sesaat. Mata mereka sama-sama memperhatikan Taeyong yang asyik menggelitik perut Ruby seolah tak terganggu dengan aura canggung di antara Mark dan Jeno.

"Mark, kau tahu? Aku sangat berterima kasih kau sudah mengizinkan kakakku bermain di rumahmu dan bermain dengan anjingmu."

Mark yang tak menyangka Jeno akan mengucapkan hal positif spontan terkekeh canggung sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Hehe.. Tak apa.. Aku juga senang karena kau mengajak Yongie kemari."

"Justru itu Mark." Kini Jeno menatap Mark dalam. tatapan itu membuat senyuman Mark kembali pudar.

"Ini menggangguku. Maksudku, kau tahu, kau baru-baru ini membuat masalah dengan kakakku dan lebam di tubuh kakakku bahkan baru-baru saja menghilang. Dan kau datang, meminta maaf pada kakakku dan sekarang kau memperlakukan kakakku seperti teman lama. Jujur itu membuatku khawatir."

Mark menelan ludahnya dengan tatapannya terkunci ke mata Jeno. Ia merasa kata-kata Jeno ada benarnya juga dan itu sukses membuat lidahnya mati rasa.

"Kau paham kan, maksudku?"

Mark pun menundukkan wajahnya. "I-iya.. Aku paham."

Jeno menghela nafas dalam dan memalingkan pandangannya. Kini netranya kembali terpaut pada sosok kakaknya.

"Aku harap kau tidak berburuk sangka dulu Mark. Aku sangat senang dengan caramu dan ibumu menyambut kami. Aku bahkan meminta maaf jika kami malah merepotkanmu."

Childish (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang